Warga Terdampak Bendungan Jragung Mendambakan Relokasi
Warga terdampak pembangunan Bendungan Jragung di Semarang berharap segera direlokasi. Pemberdayaan juga didambakan.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·5 menit baca
Pembangunan Bendungan Jragung di Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, untuk penyediaan air dan pengendalian banjir didukung penuh oleh warga yang terdampak. Dukungan yang diberikan warga diharapkan bisa diiringi dukungan pemerintah. Jengah hidup diselimuti debu-debu tebal dan terganggu deru mesin alat berat, warga menuntut segera direlokasi.
Saat memasuki jalanan Dusun Kedungglatik, Desa Candirejo, Kecamatan Pringapus, Rabu (31/7/2024), orang-orang disambut kepulan debu yang beterbangan. Debu-debu timbul akibat aktivitas pembangunan bendungan yang telah berlangsung sejak 2020 tersebut. Tak hanya di jalanan, debu-debu juga beterbangan ke rumah-rumah warga.
Debu-debu bercokol di hampir setiap bagian rumah di dusun yang dihuni oleh sekitar 117 keluarga itu. Tak ada bagian rumah yang luput dari jangkauan debu, mulai dari atap, dinding, hingga lantai.
Pada Rabu pagi, Wartini (65) menyajikan tiga gelas teh hangat untuk para tamu yang sedang duduk di teras rumahnya. Dalam waktu kurang dari dua menit, teh hangat yang disajikan di gelas tanpa tutup itu pun diselubungi debu. Menyadari hal itu, Wartini bergegas menuju dapur, mengambil tutup gelas.
”Di sini, debunya itu bikin tobat. Kalau kena mata perih, masuk ke hidung jadi tidak enak. (Membuat) napas sesak juga,” kata Wartini sambil menyentuh dadanya.
Jika hujan turun, jalanan dan lantai-lantai rumah warga yang diselimuti debu itu menjadi becek dan licin. Menurut warga, tak terhitung lagi jumlah warga yang jatuh akibat jalanan yang licin saat hujan.
Tidak hanya persoalan debu, setidaknya dalam lima tahun terakhir, telinga Wartini dan ratusan orang di dusun itu dipaksa mengakrabi bisingnya deru ratusan alat berat yang dioperasikan untuk mempercepat pembangunan bendungan tersebut. Kebisingan itu berlangsung setiap hari, sejak matahari terbit sampai terbenam.
Wartini juga mengeluhkan, dirinya tidak bisa lagi bertani sejak ada proyek pembangunan bendungan. Lahan milik Perhutani yang selama ini ia garap terdampak pembangunan tersebut. Belakangan, Wartini menghidupi dirinya dan suaminya dengan uang hasil penjualan bensin eceran, usaha yang baru ditekuninya sejak tidak bisa lagi bertani.
”Kalau bertani, saya bisa dapat Rp 20 juta-Rp 25 juta setiap panen. Panennya setahun bisa sampai dua kali. Kalau sekarang, dari jualan, paling banyak dapat Rp 2 juta per bulan,” tuturnya.
Jika diminta memilih, Wartini lebih senang bertani daripada berjualan. Selain hasilnya lebih banyak, Wartini juga merasa lebih nyaman dan lebih bahagia beraktivitas di ladang daripada berdiam menunggu pembeli di teras rumahnya.
Efendi (48), warga Dusun Kedungglatik lainnya, juga merasakan ketidaknyamanan yang hampir serupa dengan Wartini. Namun, Efendi mengaku tidak keberatan dengan adanya pembangunan yang nantinya bakal menenggelamkan rumah, tanah, dan dusunnya tersebut.
”Kalau bisa memilih, saya inginnya dusun kami seperti dulu, tidak usah dijadikan apa-apa. Tapi, karena (pembangunan bendungan) ini adalah program negara dan manfaatnya untuk banyak orang, kami ikut saja,” ujarnya.
Beberapa bulan terakhir, Efendi dan ratusan warga terdampak pembangunan Bendungan Jragung telah memperoleh uang ganti rugi akibat proyek pembangunan tersebut. Uang yang disalurkan pemerintah kepada warga untuk mengganti rumah, lahan, dan tanaman terdampak pembangunan mencapai lebih dari Rp 30 miliar.
Selain mendapatkan uang ganti rugi, warga dibantu pemerintah untuk relokasi ke kawasan permukiman yang baru. Tempat relokasinya berjarak sekitar 4 kilometer dari Dusun Kedungglatik. Tanah yang bakal jadi permukiman warga itu milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang telah dihibahkan kepada Pemerintah Kabupaten Semarang.
Sambil menunggu proses relokasi, Efendi dan ratusan warga lain terpaksa harus tinggal di Dusun Kedungglatik. Mereka berharap, relokasi bisa segera dilakukan secepatnya.
”Kami ingin relokasi bisa segera dilakukan sehingga kami bisa melanjutkan hidup dan menata kembali kehidupan di tempat yang baru,” ucap Efendi.
Dalam beberapa kesempatan, Bupati Semarang Ngesti Nugraha menyatakan, relokasi bakal dilakukan setelah air bersih dan listrik tersedia. Saat ini, instansi terkait tengah berupaya mengebut penyediaan air bersih dan listrik di lokasi relokasi.
”Proses relokasi akan memperhatikan kesejahteraan warga. Lokasi relokasi, termasuk dukungan fasilitas umum yang disediakan, dipastikan layak,” kata Ngesti.
Fasilitas umum yang akan disediakan untuk warga adalah makam, tempat ibadah, akses jalan, instalasi pengolahan air limbah, dan ruang terbuka hijau.
Menurut Ngesti, ada 117 keluarga di Dusun Kedungglatik yang akan menempati 82 kapling rumah. Setiap kapling rumah luasnya 140 meter persegi.
Saat dihubungi secara terpisah, Kamis (1/8/2024), Kepala Bagian Tata Pemerintahan Sekretaris Daerah Kabupaten Semarang Zaenal Arifin menyebut, pada Kamis, listrik sudah mulai dialirkan ke kawasan relokasi. Sementara itu, penyediaan air melalui sumur bor diperkirakan selesai pekan depan.
”Mudah-mudahan, pekan kedua Agustus, konstruksinya sudah bisa dimulai. Kalau pada September pembangunan sudah selesai dilakukan, mungkin Oktober, warga sudah bisa mulai menempati rumah yang baru,” kata Zaenal.
Zaenal menyebut, Kementerian PUPR akan memberikan bantuan berupa rangka rumah yang tahan gempa dan water closet untuk tiap-tiap rumah di lokasi relokasi. Dengan demikian, warga tinggal membangun atap, dinding, dan lantai rumah.
Kendati nantinya proses pembangunan dilakukan oleh setiap warga, pemerintah tetap akan menerjunkan dua pengawas lapangan. Mereka ditugaskan untuk memantau proses pembangunan dan memastikan kualitas bangunan di kawasan itu baik serta tidak kumuh.
Manfaat
Pejabat pembuat komitmen Bendungan Jragung, Wahyu Yoga Pena, mengatakan, progres pembangunan Bendungan Jragung yang memiliki luas genangan 503,1 hektar dengan kapasitas 90 juta meter kubik itu telah mencapai 70 persen. Nantinya, bendungan itu akan memberikan berbagai manfaat untuk masyarakat Kabupaten Semarang dan sekitarnya.
”Kalau sudah jadi, nantinya, bendungan itu bermanfaat untuk mengendalikan banjir di Demak. Selain itu, untuk menyuplai kebutuhan air baku di Kota Semarang, Kabupaten Demak, dan Kabupaten Grobogan. Untuk warga Kabupaten Semarang, bisa memanfaatkan (bendungan sebagai) spot pariwisata,” ujar Wahyu.
Setelah pembangunan bendungan rampung, masyarakat Dusun Kedungglatik berharap bisa diberdayakan. Andri Arifin (42), warga Dusun Kedungglatik, mengatakan, pemberdayaan dibutuhkan oleh warga yang kehilangan mata pencarian akibat pembangunan bendungan dan relokasi.
”Kami berharap bisa dilibatkan untuk mengelola pariwisata. Lalu, untuk warga yang biasa bertani dan beternak juga kalau bisa difasilitasi supaya bisa tetap produktif,” kata Arifin.
Menanggapi permintaan tersebut, Zaenal menyebut, ada lahan seluas 16 hektar yang nantinya bisa digarap oleh warga untuk pertanian. Lahan itu nanti akan dibagi rata untuk warga yang ke depan ingin melanjutkan pekerjaan sebagai petani.
”Para pemuda dan ibu-ibu akan kami gandeng untuk mengikuti pelatihan dengan dinas-dinas terkait dalam pengelolaan pariwisata. Jika sudah terlatih dan ada keterampilan, nantinya mereka bisa bekerja pada sektor pariwisata,” tutur Zaenal.