202 Anak di Jabar Cuci Darah, Bagaimana Langkah Pencegahannya?
Ada 202 anak di Jabar menjalani cuci darah. Diperlukan upaya pencegahan kasus anak gangguan ginjal tak terus bertambah.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Sebanyak 202 anak di Jawa Barat menjalani cuci darah akibat gangguan ginjal sejak 2023 hingga kini. Diperlukan upaya pencegahan yang masif dan rutin agar kasus anak gangguan ginjal tidak bertambah terus.
Penjabat Gubernur Jabar Bey Machmudin di Bandung, Kamis (1/8/2024), mengatakan, dirinya telah meminta Dinas Kesehatan Jabar meningkatkan edukasi kepada masyarakat. Edukasi terkait dengan kewaspadaan untuk mengonsumsi makanan dan minuman dalam kemasan.
Ia juga menginstruksikan Dinas Pendidikan Jabar agar kegiatan di setiap sekolah tak hanya belajar. Para pelajar juga harus mengikuti kegiatan olahraga secara rutin.
Berdasarkan data Dinkes Jabar, sejak 2023 hingga Juli 2024 tercatat 202 anak harus menjalani cuci darah karena mengalami gangguan ginjal. Data itu dihimpun dari 27 kabupaten/kota di Jabar.
”Pentingnya edukasi agar anak-anak terhindarkan dari makanan dan minuman dengan kadar gula dan garam tinggi. Mereka juga perlu berolahraga dengan rutin dan beristirahat yang cukup,” kata Bey.
Bey meminta Kementerian Kesehatan mengimplementasikan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Regulasi ini ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 26 Juli 2024.
Ia menuturkan, regulasi ini memerintahkan adanya penandaan makanan dan minuman dalam kemasan terkait kadar gula, garam, dan lemak (GGL). Penandaan dalam wujud warna kuning, hijau dan merah.
”Penandaan ini untuk mengingatkan masyarakat dalam memilih makanan dan minuman dalam kemasan dengan kadar GGL yang berlebihan,” ujarnya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Jabar Rochady Hendra Setia Wibawa mengungkapkan, 202 anak yang mengalami gangguan ginjal itu berusia di bawah 15 tahun. Pemicu gangguan ginjal itu antara lain masalah otoimun dan konsumsi makanan dengan kadar gula serta garam yang berlebihan.
Data 202 anak yang menjalani cuci darah itu terdiri dari 125 anak pada 2023 dan 77 anak pada Januari hingga Juli 2024. ”Kami terus memantau perkembangan data kasus anak yang mengalami gangguan ginjal,” ujar Rochady.
Tips gizi
Mira Wantina, salah satu ahli gizi di Bandung, berpendapat, sebaiknya orangtua membuat sendiri makanan bagi anaknya. Dengan upaya ini orangtua dapat mengukur dan memperhatikan komposisi serta takaran gula ataupun garam yang dimasukkan ke dalam makanan tersebut.
Ia menilai, banyak bahan pangan memang sudah mengandung kadar garam dan gula secara alami. Karena itu, orangtua tidak perlu memberikan tambahan garam atau gula lagi ke dalam makanan tersebut.
”Apabila harus memberikan makanan dan minuman dalam kemasan bagi anak, biasakan membaca komposisi dan label data nutrisi yang tertera dalam kemasan tersebut,” kata Mira yang merupakan lulusan Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) Jakarta.
Ia merekomendasikan orangtua agar mengurangi pemberian makanan cepat saji (junk food)bagi anak. Minimal hanya satu kali dalam seminggu atau bahkan tidak sama sekali karena banyak ragam makanan selain junk food yang bisa diberikan kepada anak.
”Kebiasaan makan anak tergantung makanan apa yang orangtua berikan dan perkenalkan sejak dini. Jadi, sebaiknya untuk memperbaiki pola makan anak dilakukan secara pelan-pelan. Orangtua harus konsisten memberikan pemahaman tentang makanan yang baik dan tidak baik kepada anak,” paparnya.