Indonesia Punya Kebun Kopi Lebih Luas, Mengapa Produksinya Kalah dari Vietnam?
Indonesia berpeluang mendapatkan keuntungan ekonomi yang lebih besar jika mampu mendongkrak produktivitas kebun.
Oleh
VINA OKTAVIA
·5 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Tren meningkatnya konsumsi membuat harga kopi robusta akan semakin meningkat di masa depan. Di tengah situasi ini, Indonesia berpeluang mendapatkan keuntungan ekonomi yang lebih besar dari perdagangan kopi jika mampu mendongkrak produktivitas kebun.
Merujuk laporan International Coffee Organization (ICO) yang diterbitkan Juni 2024, saat ini sebanyak 88 persen pasokan kopi dunia berasal dari 10 negara, yakni Brasil, Vietnam, Indonesia, Kolombia, Etiopia, Uganda, Honduras, India, Guatemala, dan Meksiko. Sementara 12 persen pasokan kopi dunia berasal dari 40 negara lainnya.
Brasil menjadi negara terbesar dengan kontribusi sebesar 38 persen dari total pasokan kopi dunia. Vietnam berada di urutan kedua dengan total kontribusi 17 persen. Sementara Indonesia menempati urutan ketiga dengan kontribusi sekitar 7 persen, diikuti Kolombia dengan kontribusi sebesar 6 persen.
Berada di bawah Vietnam, Indonesia sebenarnya mempunyai area perkebunan kopi yang jauh lebih luas dibandingkan negara tersebut. Mengutip data Badan Pusat Statistik, luas area perkebunan kopi di Indonesia mencapai 1,27 juta hektar. Tahun 2021, produksi kopi robusta di Indonesia tercatat 786.191 ton. Produktivitas rata-rata perkebunan kopi di Indonesia masih rendah, yakni sekitar 0,8 ton per hektar.
Sementara berdasarkan data General Statistics of Vietnam, area perkebunan kopi robusta di Vietnam hanya seluas 715.800 hektar. Luas kebun kopi di Vietnam setara dengan 56 persen dari luas kebun kopi di Indonesia.
Namun, produktivitas kebun kopi di Vietnam jauh lebih besar dibandingkan Indonesia. Pada tahun 2023, total produksi kopi robusta di Vietnam mencapai 1,78 juta ton per tahun atau rata-rata produktivitasnya 2,48 ton per hektar. Produktivitas kebun yang cukup tinggi ini membuat Vietnam lebih berpengaruh dalam rantai perdagangan kopi di dunia.
Meningkat
Indonesia berpeluang mendapat keuntungan ekonomi yang lebih besar jika mampu mendongkrak produktivitas kebun. Apalagi, berdasarkan data ICO, konsumsi kopi diperkirakan akan terus tumbuh dengan laju 2,0 persen hingga 2,5 persen setiap tahun.
Pertumbuhan terbesar terjadi di Asia dan Timur Tengah, seperti Tiongkok, Korea Selatan, Filipina, Arab Saudi, UEA, dan Turki. Sementara tingkat konsumsi di Amerika dan Eropa cenderung stabil.
Tren produksi kopi dunia sebenarnya menunjukkan peningkatan selama kurun waktu 60 tahun terakhir dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata 2,5 persen. Adapun total produksi kopi tahun 1990 tercatat sebesar 93,5 juta karung (ukuran 60 kg) dan meningkat menjadi 168,2 juta karung pada tahun 2022.
Namun, penurunan produksi di sejumlah negara penghasil kopi terbesar pada periode tertentu menimbulkan lonjakan harga kopi. Seperti tahun ini, harga kopi robusta melonjak akibat adanya penurunan produksi di Brasil dan Vietnam.
Per Senin (29/7/2024), harga kopi robusta London berjangka sudah berada pada rentang harga 4.270-4.295 dollar AS. Sepekan terakhir, harga tertinggi kopi robusta berada pada rentang harga 4.500-4.600 dollar AS.
Musim panen tahun ini adalah momen terbaik dalam sejarah kopi di Indonesia. Harga kopi robusta asalan menembus rekor tertinggi, mencapai Rp 70.000-Rp 75.000 per kilogram. Harga itu tiga kali lipat lebih tinggi dari biasanya yang hanya bertahan di harga Rp 22.000 per kg.
Sepekan terakhir, harga tertinggi kopi robusta berada pada rentang harga 4.500–4.600 dollar AS.
Atase Perdagangan Kedutaan Besar RI Hanoi Addy P Soemantry beberapa waktu lalu mengatakan, produksi kopi Vietnam pada tahun ini diprediksi akan turun sekitar 10 persen. Saat ini petani kopi Vietnam juga menghadapi dampak perubahan iklim sehingga produktivitas panen kopinya menurun. Persoalan lain yang memicu penurunan produksi kopi di Vietnam adalah alih fungsi perkebunan menjadi permukiman dan perkotaan.
Meski begitu, Pemerintah Vietnam berupaya menjaga, melakukan mitigasi untuk menjaga stabilitas produksi kopi. Salah satunya dengan mengembangkan varietas unggul tanaman kopi yang tahan terhadap kekeringan. Pemerintah negara itu juga melakukan berbagai upaya mekanisasi untuk mendukung budidaya kopi robusta.
Kondisi perkebunan
Sementara itu, Erdiansyah, penyuluh dari Badan Standardisasi Instrumen Pertanian Lampung, mengungkap berbagai persoalan budidaya kopi yang membuat produktivitas kebun di Indonesia masih kalah dibandingkan Vietnam. Salah satunya adalah kondisi tanah di kebun-kebun kopi di Indonesia yang terlalu asam.
Dari hasil pengamatan di beberapa titik, tingkat keasaman tanah di kebun-kebun kopi di Lampung mencapai 4. Padahal, tanaman kopi membutuhkan tanah dengan kondisi pH 5,5-6,5 agar bisa tumbuh dengan baik. ”Penurunan mutu tanah ini bukan lagi di titik-titik tertentu, melainkan sudah menyeluruh di kebun-kebun kopi di Lampung. Kondisi ini sangat perlu dipulihkan dan tidak bisa dalam waktu instan,” kata Erdiansyah.
Menurut dia, kondisi itu dapat dibenahi dengan memberikan kapur dolomit untuk menurunkan tingkat keasaman tanah dan mengembalikan mutu tanah. Cara lainnya dengan memberikan pupuk organik yang bersumber dari kotoran ternak dan daun-daun kopi yang sudah kering.
Masalah lainnya adalah banyak pohon kopi yang sudah tua dan berusia di atas 25 tahun sehingga tidak produktif. Karena itu, peremajaan kopi harus segera dilakukan. Jarak tanam juga bisa diatur agar lebih rapat agar produktivitas meningkat. Selain itu, petani harus menerapkan pola pemberian pupuk yang tepat dan memangkas ranting secara teratur untuk memacu pertumbuhan buah.
Perubahan iklim memang menjadi tantangan terbesar bagi budidaya kopi di masa depan. Cuaca yang kian tak menentu membuat hama berkembang lebih cepat. Suhu lebih tinggi saat musim kemarau juga membuat bunga dan ranting pohon kopi cepat kering dan terbakar.
Karena itulah petani perlu menanam pohon naungan di kebun-kebun kopi untuk melindungi pohon kopi saat musim kemarau. Petani juga harus mengganti pohon-pohon kopi yang sudah tua dengan klon-klon lokal yang sudah terbukti lebih adaptif terhadap perubahan iklim.
Tahun ini, sejumlah petani kopi di Kabupaten Lampung Barat dan Tanggamus yang mengembangkan klon-klon lokal dan merawat kebunnya dengan baik terbukti mendapat hasil panen yang melimpah. Produktivitas di kebun-kebun petani yang dirawat dengan baik mencapai 3-4 ton per hektar.
Jika sebagian besar produktivitas kebun di Indonesia bisa ditingkatkan, Indonesia sangat mungkin menggeser posisi Vietnam dalam perdagangan kopi dunia. Nilai ekonomi yang lebih besar dari perdagangan kopi juga bisa dinikmati banyak kalangan, mulai dari eksportir hingga petani.