Harapan Baru Berdiri di Bukit Pada, Pulau Lembata
Hadirnya balai latihan kerja di bukit Pada, Pulau Lembata, telah membawa harapan baru. Berharap lahir tenaga terampil.
Bangunan seluas 280 meter persegi berdiri kokoh, menyolok di atas bukit tandus Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur. Saat hendak diresmikan pada Kamis (25/7/2024) siang, gumpalan awan tebal bergerak seakan menghalau lintasan cahaya matahari yang menghujam tajam ke arah situ.
Mendung, lalu sempat gerimis tipis turun menyela beberapa detik di tengah kemarau panjang yang tanpa ampun membuat daerah itu kering kerontang tiga bulan terakhir. "Mendung dan gerimis, tandanya alam merestui berdirinya gedung ini," ujar Dewiyati Muda (42), warga setempat.
Bangunan dengan kombinasi warna putih, biru, dan oranye itu berdiri di Desa Pada, Kecamatan Nubatukan. Kehadirannya berkat donasi pembaca harian Kompas (Kompas.id) melalui Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas (DKK). Setelah diresmikan, bangunan langsung diserahkan kepada Yayasan Gunthild Karitas Peduli untuk dijadikan balai latihan kerja (BLK).
Yayasan berada di bawah Susteran SSpS (Misi Abdi Roh Kudus) untuk Provinsi Flores Bagian Timur. SSpS merupakan kongregasi dalam gereja Katolik. Salah satu misi yang diemban adalah pemberdayaan masyarakat seperti latihan ketrampilan yang selenggarakan di BLK.
Tata ruang bangunan itu diatur sedemikian rupa. Ada ruangan untuk pengolahan makanan, kelas latihan menjahit, laboratorium kursus komputer, dan ruang belajar bahasa Inggris. Setiap ruangan dilengkapi dengan alat dan perlengkapan untuk praktik.
Sebagai bentuk ucapan syukur, banyak orang hadir dalam peresmian. Ada Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Paulus Tri Agung Kristanto, Penjabat Bupati Lembata Paskalis Ola Tapo Bali, Ketua Yayasan DKK Gesit Ariyanto, Provinsial SSpS Flores Bagian Timur Ines Surat Lanan SSpS, dan Direktur PT Global Rancang Selaras Wahju Wulandari.
Muda, perempuan Muslim berhijab, itu menjadi salah satu saksi perjuangan panjang para biarawati Katolik dalam menghadirkan balai latihan kerja yang layak. "Gedung ini megah sekali. Sangat nyaman kalau belajar di sini. Berbeda dengan tempat yang lama," ujarnya.
Tempat lama yang dimaksudkan Muda adalah bangunan semi permanen yang selama lebih kurang 5 tahun oleh Susteran SSpS dijadikan sebagai BLK. Berada di tengah permukiman Desa Pada, bangunan itu sejatinya rumah warga yang dipinjamkan secara cuma-cuma.
Para suster tinggal di situ, dan menggelar pelatihan sejak tahun 2019. Mereka memanfaatkan teras samping berlantai tanah untuk latihan menjahit dan kursus bahasa Inggris. Di bagian dalam untuk kursus komputer, dan dapur untuk pengolahan makanan.
Muda adalah alumni angkatan pertama di BLK itu. Selama enam bulan, ibu rumah tangga itu mengikuti kursus pembuatan abon ikan. Setelah lulus, keterampilannya jadi bekal untuk membuka usaha abon ikan. Ia produktif.
"Yang pesan tidak hanya di Lembata saja, tetapi juga di kabupaten lain, seperti Rote Ndao dan Sabu Raijua. Sangat membantu ekonomi keluarga. Untuk produksi tergantung musim ikan," katanya.
Lembata merupakan salah satu daerah penghasil ikan di NTT. Banyak ikan terutama jenis pelagis atas yang beredar di pasar Kota Kupang, ibu kota Provinsi NTT, didatangkan dari Lembata. Ketika musim ikan melimpah, harga jatuh sehingga banyak ikan yang tidak diserap pasar. Nelayan membuangnya. Padahal bisa diolah menjadi abon.
Muda berharap, semakin banyak orang yang datang belajar di BLK agar mereka mempunyai keterampilan. Dengan begitu, mereka dengan mudah terserap di dunia kerja atau mampu merintis usaha sendiri. "Mari belajar di sini," katanya.
Tri Agung mengatakan, gedung itu hasil donasi dari para pembaca harian Kompas (Kompas.id). Mereka ikut mendukung kerja kemanusiaan melalui Yayasan DKK. "Kompas menjadi alat untuk memuliakan kemanusiaan," ucapnya seraya berharap agar kehadiran BLK dapat memberdayakan banyak orang di Lembata.
Tak hanya Lembata, Yayasan DKK yang mulai berkiprah tahun 1982 itu telah terlibat dalam banyak proyek kemanusiaan mulai dari Aceh hingga Papua. Proyek yang ditangani seperti pemberdayaan masyarakat, sanitasi dan air bersih, pendidikan, dan penanganan bencana mulai dari tanggap darurat hingga rehabilitasi dan rekonstruksi.
Wulandari menambahkan, pihaknya tertarik berkontribusi lantaran melihat ada misi kemanusiaan yang ingin dicapai dalam pelatihan di BLK. Kontribusi dimaksud lewat desain bangunan dan tata ruang di kompleks BLK. Desain secara cuma-cuma itu merupakan bagian dari program bakti desain PT Global Rancang Selaras.
Baca juga: Pembaca "Kompas" Hadirkan Balai Latihan Kerja di Lembata
Pelatihan gratis
BLK diselenggarakan secara gratis. Pesertanya dari berbagai latar belakang. Siapa saja boleh mendaftar. Mereka akan mengikuti pelatihan selama lebih kurang enam bulan. Setelah selesai, mereka diberi sertifikat keterampilan.
Seperti pada angkatan pertama kursus menjahit, lulusan diberi satu unit mesin jahit serta uang Rp 500.000 untuk membeli benang. Pemberian modal tergantung kondisi keuangan yayasan yang sumber pendanaannya terbatas.
Suster Margaretha Ada, SSpS, pendiri BLK Susteran Lembata yang juga Ketua Yayasan Gunthild Karitas Peduli berterima kasih kepada pembaca Kompas dan Yayasan DKK. Juga kepada PT Global Rancang Selaras dan pemerintah dari pusat sampai ke daerah yang telah memberi dukungan bagi hadirnya BLK.
Ia mengajak siapa saja yang ingin belajar untuk mendaftarkan diri. "Kuncinya harus disiplin dan mau mengikuti pelatihan sampai tuntas. Kami ingin lulusan dari sini benar-benar terampil," katanya.
Sejak berdiri tahun 2019, mereka sudah mencetak 19 angkatan dengan total alumni 320 orang yang tersebar di sejumlah daerah. Mimpi besar Margaretha adalah BLK itu bisa mencetak tenaga terampil yang bisa bekerja hingga ke luar negeri.
Ini berangkat dari kenyataan bahwa Lembata dan banyak daerah di NTT menjadi penyumbang pekerja migran nonprosedural. Mereka yang tidak memiliki keterampilan menerima gaji kecil, bahkan mendapat perlakuan kasar dari majikan. Banyak yang akhirnya meninggal di sana.
Sepanjang 2024 hingga 20 Juli lalu, Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia mencatat, sebanyak 66 jenazah pekerja migran dikirim pulang ke NTT. Dari jumlah yang meninggal itu, 65 orang atau 98 persen pergi ke luar negeri secara nonprosedural.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lembata Rafael Betekeneng mengatakan, kehadiran BLK sangat membantu pemerintah dalam upaya mendorong peningkatan keterampilan masyarakat. BLK tersebut merupakan pertama di Lembata. Ia berterima kasih kepada pembaca Kompas, Susteran SSpS, PT Global Rancang Selaras, dan berbagai pihak.
Bagi dia, kolaborasi semacam itu meringankan tugas pemerintah. "Ini jadi sejarah. Ada harapan baru di Bukit Pada yang tandus ini," ujar Rafael.
Kontribusi pembaca bisa disalurkan melalui rekening BCA 0123021433 atas nama Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas.
Baca juga: Membangun Harga diri di Bukit Pada, Lembata