Sebelum Bencana Asap Tiba, Sumur Bor dan Sekat Kanal di Kalteng Perlu Diaktifkan Kembali
Kebakaran lahan mulai mengancam Kalteng. Pemerintah perlu aktifkan kembali sumur bor dan memeriksa kondisi sekat kanal.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKA RAYA, KOMPAS – Titik panas mulai bermunculan di Kalimantan Tengah. Itu pertanda sudah saatnya mengaktifkan kembali belasan ribu sumur bor dan memeriksa kondisi sekat kanal yang berfungsi untuk membasahi gambut yang kering. Tujuannya untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan yang berpotensi menjadi bencana asap.
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mulai bermunculan di berbagai wilayah di Kalteng. Sebagian besar tempat kejadian kebakaran ada di lahan gambut.
Lahan gambut memang seperti ”bahan bakar”. Saat kering, gambut akan mudah terbakar dan menyisakan asap mengepul dari dalam tanah.
Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalteng menyebutkan, sejak Januari 2024 hingga saat ini, terdapat 680 titik panas dengan berbagai tingkat kepercayaan.
Semakin tinggi tingkat kepercayaan titik panas, semakin besar potensi kebakaran. Dari total 91 kejadian kebakaran lahan, setidaknya 254,67 hektar lahan sudah terbakar.
Data pada Selasa (23/7/2024) menunjukkan, dampaknya semakin terasa. Selama 24 jam terakhir, terdeteksi 32 titik panas. Lebih kurang 8 hektar lahan terbakar. Luas sebesar itu kurang lebih setara 11 kali lapangan sepak bola.
Kepala Pelaksana BPBPK Ahmad Toyib menjelaskan, kejadian kebakaran sudah diantisipasi sejak lama. Salah satunya mengaktifkan kembali pos lapangan untuk patroli kebakaran lahan. Pos-pos tersebut berfungsi memantau tinggi muka air di lahan gambut hingga dilengkapi menara pantau api di sekitarnya.
Toyib menambahkan, pihaknya telah menyiapkan 9.784 petugas lintas instansi hingga sukarelawan pemadam kebakaran. Mereka termasuk kelompok-kelompok masyarakat untuk penanganan kebakaran dan antisipasi.
”Kalau untuk pembasahan lahan gambut dengan sumur bor dan sekat kanal juga sudah dilakukan, tapi oleh dinas lingkungan hidup setempat karena itu ranah mereka,” kata Toyib, Selasa.
Sejak bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan pada 2015, pemerintah membentuk Badan Restorasi gambut (BRG). Lembaga setara kementerian itu bertugas merestorasi gambut atau memperbaikinya agar berfungsi kembali.
Tujuannya membuat gambut basah kembali. Melalui BRG, pemerintah membangun sumur bor dan sekat kanal di beberapa provinsi yang lahan gambutnya terbakar hebat saat itu.
Di Kalteng, BRG mulai membangun sumur bor dan sekat kanal sejak 2017. Dalam catatan Kompas.id, sepanjang 2017-2018, total dibangun 12.100 sumur bor dan 2.784 sekat kanal.
Sebagian besar pembangunan infrastruktur pembasahan lahan gambut itu dibangun di lokasi bekas terbakar. Namun, di tahun-tahun berikutnya, sumur bor dan sekat kanal dibangun di area baru untuk mencegah kebakaran.
Fungsi utama sumur bor dan sekat kanal itu adalah membasahi gambut. Namun, petugas di lapangan bisa menggunakannya untuk penanganan kebakaran.
Kini BRG telah berubah nama menjadi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). Sejak saat itu, belum ada lagi pembangunan sumur bor dan sekat kanal baru di Kalteng.
Kompas.id menelusuri salah satu dari belasan ribu sumur bor di Kota Palangka Raya Selasa siang. Salah satunya di Jalan Tingang Ujug Gang Simpei Karuhei V.
Wahyudi (37), warga sekitar, mengungkapkan, sejak dibangun, sumur bor itu tidak pernah digunakan atau bahkan dinyalakan. Ia ragu apakah sumur itu berfungsi, apalagi di musim kemarau.
”Paling sudah kering kalau sekarang dicoba nyalakan,” katanya.
Kalau untuk pembasahan lahan gambut dengan sumur bor dan sekat kanal juga sudah dilakukan, tapi oleh dinas lingkungan hidup setempat karena itu ranah mereka.
Untuk menyalakan sumur itu, tambah Wahyudi, biasanya ketua RT bersama warga harus membeli bensin untuk mesin hisap air. Mesinnya pun punya warga sekitar yang dipinjam.
”Mau dicoba, tapi harus cari mesin dan beli bensin dulu,” katanya.
Kepala Sub Kelompok Kerja Restorasi Gambut Provinsi Kalteng BRGM Davit Purwodesrantau menjelaskan, saat ini, masih ada upaya untuk mengaktifkan kembali sumur bor dan sekat kanal di Kalteng. Pengaktifannya itu melalui posko yang sudah ditentukan dan dibangun pemerintah.
”Pengaktifan sumur bor itu dilakukan dalam operasi pembasahan dengan mengikuti ketentuan yang ada, salah satunya, ketika hujan sudah tidak turun selama lima hari berturut-turut dan tinggi muka air di bawah 0,4 meter,” kata Davit.
Artinya, jika ketentuan tidak dipenuhi, maka tidak ada operasi pembasahan di wilayah tersebut. Davit menambahkan, selain patroli, pihaknya juga memiliki operasi modifikasi cuaca (OMC) untuk menjaga kelembaban gambut dan menjaga tinggi muka air tetap 0,4 meter.
”Kami bersinergi dalam kegiatan dengan pihak pemerintah provinsi dan UPT kementerian terkait di daerah,” kata Davit.
Manajer Advokasi, Kampanye, dan Kajian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng Janang Firman Palanungkai mengatakan, sudah sejak lama mengingatkan pemerintah untuk memulai kegiatan mitigasi sebelum bencana asap datang. Dari pantauannya, selama ini sumur bor baru berfungsi ketika kebakaran sudah terjadi.
”Kami sudah beberapa kali sampaikan kalau Pemprov Kalteng ini sedang darurat bencana ekologis, pemerintah harus bisa lebih siap dengan rencana mitigasinya. Sumur bor dan sekat kanal hanya salah satunya,” kata Janang.
Menurut Janang, sumur bor dan sekat kanal menjadi infrastruktur penting untuk membuat gambut tetap basah. Jika belasan ribu sumur bor itu diaktifkan kembali setiap hari di musim kemarau, maka potensi kebakaran bisa minim.
”Pertanyaannya, infrastruktur yang belasan ribu itu masih ada atau tidak?” tanya Janang.