Varietas Unggul Selamatkan Pertanian Kopi Arabika di Sumut
Kopi arabika varietas Komasti yang produksinya tinggi serta tahan hama dan penyakit adalah masa depan kopi di Sumut.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
Pertanian kopi arabika Sumatera hadapi persoalan cukup serius karena produksinya sangat rendah, hanya 600 kilogram per hektar per tahun dari potensi 2,5 ton. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan kopi varietas unggul yang minim. Petani masih kesulitan mendapat bibit tanaman kopi berproduksi tinggi dan tahan hama dan penyakit itu.
”Hal yang mendesak dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kopi arabika di Sumatera Utara adalah meremajakan tanaman tua dengan varietas unggul dan merawatnya dengan budidaya yang baik,” kata Abdul Gani Silaban, petani kopi yang juga pengurus Masyarakat Pemerhati Kopi Arabika Sumatera Lintong (Maspekal) saat ditemui Kompas di Kecamatan Lintong Nihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan, akhir Juni lalu.
Apa yang dikatakan Gani tergambar di sentra pertanian kopi di sekeliling Danau Toba saat dikunjungi Kompas. Sebagian besar kebun kopi tampak tidak diurus. Kebun-kebun kopi didominasi tanaman tua, batangnya merangggas, daunnya menguning, dan lahannya dipenuhi gulma. Menjelang panen raya, hasil buah kopi sangat sedikit.
Sebagian besar petani di kawasan yang meliputi Kabupaten Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, Toba, Samosir, Simalungun hingga Karo, kata Gani, belum menggunakan varietas unggul. Di sebagian daerah, varietas kopi lokal juga masih mendominasi. Gani menyebut, kebun kopi di Sumut saat ini didominasi tanaman tua berumur lebih dari 25 tahun.
”Di Kecamatan Lintong Nihuta ini sudah banyak Kopi Sigarar Utang yang berumur di atas 25 tahun. Itu produksinya hampir tidak ada lagi tetapi masih tetap dipertahankan” kata Gani.
Kami sering dengar ada bibit unggul seperti Andungsari 1 dan Komasti, tapi tidak tahu harus membeli dari mana.
Serita Siregar (36), petani kopi di Kecamatan Pollung, Humbang Hasundutan, menyebut, mereka hanya menggunakan bibit kopi Sigarar Utang dan benih lokal arabika varietas Onan Ganjang. Mereka membenihkan sendiri dengan menanam biji kopi dari tanaman lain atau membeli dari petani lain.
”Kami sering dengar ada bibit unggul seperti Andungsari 1 dan Komasti, tapi tidak tahu harus membeli dari mana. Kalau dari pemerintah yang ada hanya bibit jagung dan padi, tidak pernah bicara soal bibit kopi,” kata Serita.
Pemulia tanaman kopi Profesor Surip Mawardi menyebut, penggunaan varietas atau klon unggul kopi arabika masih sangat terbatas di Sumut. Klon unggul pertama yang disebarkan di Sumut yakni varietas Sigarar Utang.
”Sigarar Utang itu adalah bibit unggul pada masanya. Saya ikut meriset dan melepasnya dulu. Tapi sekarang sudah ada generasi terbaru yang lebih unggul,” kata Surip yang merupakan peneliti purnakarya dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, ketika ditemui di kebun kopinya di kawasan Silangit, Tapanuli Utara.
Surip menyebut, generasi penerus Sigarar Utang adalah Andungsari 1 dan yang terbaru adalah Komasti (Komposit Andung Sari Tiga). Berdasarkan buku berjudul Panduan Determinasi Varietas dan Klon Kopi Indonesia yang ditulis Retno Hulupi disebut, Andungsari 1 dihasilkan dari seleksi individual pada populasi Catimor asal Columbia. Potensi produksinya mencapai 2,5 ton beras kopi (greenbean) per hektar per tahun.
Akan tetapi, Andungsari 1 agak rentan terhadap penyakit karat daun dan sangat rentan terhadap parasit (nematoda) seperti Radopholus similis dan Pratylenchus coffeae. Karat daun dan dua jenis parasit ini menjadi momok bagi petani kopi karena menurunkan produksi.
Sementara, varietas Komasti mempunyai potensi produksi lebih rendah yakni 2,1 ton per hektar per tahun. Klon ini merupakan hasil seleksi aras populasi yang terdiri dari campuran enam genotipe kopi arabika tipe katai terpilih dan membentuk komposit.
Varietas kopi itu ibarat bintang film, ada masa laku dan masa keemasannya. Sigarar Utang itu unggul pada zamannya. Penerusnya sekarang adalah Komasti.
Meskipun potensi produksinya lebih rendah dari Andungsari 1, Komasti punya keunggulan lebih tahan terhadap hama dan penyakit. Tanaman ini tahan terhadap penyakit karat daun, agak tahan terhadap nematoda Radopholus similis dan Pratylenchus coffeae. Tanaman ini juga agak tahan terhadap hama penggerek buah. Meskipun potensi produksi lebih rendah dari Andungsari 1, produksi di lapangan bisa lebih tinggi karena lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
Varietas Komasti ini pun disarankan oleh Surip untuk meremajakan tanaman-tanaman tua di dataran tinggi Danau Toba. ”Varietas kopi itu ibarat bintang film, ada masa laku dan masa keemasannya. Sigarar Utang itu unggul pada zamannya. Penerusnya sekarang adalah Komasti,” kata Surip.
Varietas Sigarar Utang memang bisa disebut varietas legendaris di Toba. Varietas ini yang mengangkat nama dan kenikmatan cita rasa kopi dari Sumut. Potensi produksi Sigarar Utang 2 ton per hekter per tahun. Sigarar Utang dalam bahasa Batak artinya pembayar utang.
Disebut sebagai pembayar utang karena produksinya tinggi dan berbuah hampir sepanjang tahun. Kopi varietas ini pernah berjaya dan memberikan kesejahteraan pada petani kopi di Sumut. Anak-anak dari dataran tinggi Toba disekolahkan dari hasil kopi Sigarar Utang ini.
Sigarar Utang merupakan hasil seleksi petani Tapanuli Utara pada populasi keturunan Catimor. Kemudian dilakukan seleksi partisipatif oleh Puslitkoka dan diberi nama Sigarar Utang. Namun, kelemahan varietas ini, yakni agak rentan terhadap karat daun dan sangat rentan terhadap nematoda parasit jenis Radopholus similis dan Pratylenchus coffeae.
”Varietas Komasti sekalipun kalau tidak dibudidayakan dengan prinsip GAP hasilnya tetap tidak baik. Sigarar utang kalau ditanam dengan baik hasilnya bisa bagus,” kata Surip.
Edukasi kepada petani, kata Surip, sangat penting untuk memperluas penggunaan varietas unggul. Penggunaan benih unggul ini juga harus diikuti dengan penerapan budidaya pertanian yang baik (good agriculture practice/GAP).
Mengingat kopi adalah bisnis cita rasa, kata Surip, mengganti varietas kopi juga harus mempertimbangkan banyak hal. Varietas merupakan salah satu penentu cita rasa kopi. Sigarar Utang mempunyai cita rasa khas kopi yang kuat, tebal, keasaman medium, floral, dan aftertaste yang manis. Karena itu, varietas Sigarar Utang juga masih tetap perlu dipertahankan agar tidak mengubah rasa kopi dari Sumut secara signifikan.
Persoalan lain untuk memperluas penggunaan varietas unggul ini adalah belum adanya penangkar untuk Andungsari 1, Komasti, dan varietas unggul lainnya. Penangkaran ini membutuhkan modal yang besar. Untuk mendapat benih unggul ini, petani masih harus membeli benih dalam bentuk biji dari Puslitkoka dan ditangkarkan sendiri. Benih unggul ini juga disediakan oleh perusahaan gerai kopi global untuk petani.
Ketua Maspekal Manat Samosir mengatakan, peremajaan tanaman kopi sangat perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kopi. Kopi Arabika Sumatera Lintong telah mendapat sertifikat indikasi geografis sejak 2017 setelah didaftarkan oleh Maspekal. Pembagian bibit unggul terus mereka lakukan untuk meningkatkan produktivitas yang sangat rendah.