Putar Otak Warung Kopi di Tengah Pesta Petani
Sebagian warung kopi mulai menaikkan harga jual produknya. Ada pula yang memilih subsidi silang dari produk nonkopi.
Saat petani berpesta merayakan tingginya harga kopi, para pemilik warung kopi mesti putar otak demi mempertahankan usaha. Segenap cara dilakukan agar efek kenaikan harga bahan baku tak menggerus pendapatan. Ada kedai yang menaikkan harga secangkir kopi hingga mengandalkan subsidi silang dari produk nonkopi.
Furqan Alfadhli (35) menyambut hangat para tamu di tengah dinginnya cuaca pegunungan di kawasan Besemah Serasan, Kecamatan Pagaralam Selatan, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan, Rabu (3/7/2024) malam. Pemilik Warung Zaks Coffee by Kopi Ngobrol tak tampak gusar meski harga bahan baku kopi tengah membubung tinggi.
Sebagai pemilik warung kopi yang tidak punya kebun kopi sendiri, wajar jika Furqan cemas. Saat ini, biji beras (greenbean) kopi premium telah menembus Rp 100.000-Rp 120.000 per kg. Harga itu meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun lalu.
Namun, ia mengantisipasi dinamika itu jauh-jauh hari saat harga kopi mulai menunjukkan tanda-tanda merangkak naik. Salah satunya, menaikkan harga jual produk minumannya sekitar 10-20 persen dalam dua bulan terakhir. Sebelum harga naik, dia berkomunikasi intens dengan para pemilik warung kopi lainnya di Pagaralam. Kenaikan harga disepakati bersama-sama.
”Demi kelangsungan usaha, harga produk minuman kami tidak mungkin tidak naik karena harga bahan baku sudah melonjak. Kalau tidak naik, kami bisa gulung tikar,” ujar Furqan yang kini menjual produk minumannya di kisaran harga Rp 10.000-Rp 25.000 per cangkir.
Baca juga: Mengapa Harga Kopi Robusta Melambung Tinggi
Lalu, Furqan secara berkala menyampaikan niatnya kepada para pelanggan secara langsung dan membuat pengumuman di media sosial tiga hari sebelum harga baru itu berlaku. Dengan persiapan matang itu, keputusan menaikkan harga jual produk tidak menimbulkan gejolak di tingkat penjualan.
Sejauh ini, tingkat penjualan Zaks Coffee tetap stabil di kisaran 10-15 gelas per hari. Untuk ukuran warung kopi di Pagaralam, itu dinilai sudah baik. Pasalnya, di sana, hampir semua warga punya kebun kopi sendiri sehingga budaya yang berkembang adalah ngopi di rumah.
Kalau ada yang mengajak ngopi di warung, itu justru dianggap aneh oleh kebanyakan warga Pagaralam. ”Bahkan, ada anekdot di sini, ngapain harus beli kopi di warung kalau bisa ngopi gratis di rumah,” ungkap pemuda yang terjun dalam usaha warung kopi sejak 2016.
Terkait pasokan bahan baku, Furqan mengatakan, itu tidak ada masalah karena para pemilik warung kopi punya rekanan petani masing-masing. Tinggal pemilik warung saja mau segera membeli atau tidak. Kalau ragu-ragu, pemilik warung bisa gigit jari. Pasalnya, petani bisa langsung melempar hasil panennya ke pengepul atau gudang-gudang penampungan.
Bagi petani, saat harga kopi tinggi, menjual ke rekanan atau ke pengepul sama saja. Untuk itu, mereka akan mencari pembeli yang bisa segera memberikan uang. ”Untuk pasokan bahan baku banyak, tinggal kita yang memutuskan untuk segera membeli atau tidak. Kalau terlambat, bisa-bisa bahan baku itu sudah dijual petani ke tempat lain,” kata Furqan.
Kehilangan konsumen
Tingginya harga kopi justru menjadi dilema untuk penyuplai kopi sekaligus pemilik Warung Pempek dan Kopi (Peko) di kawasan Bangun Jaya, Kecamatan Pagaralam Utara, Pagaralam, Iwan Ridwan (43). Dia sempat mengandalkan cadangan stok bahan baku yang disimpan atau dibeli saat harga masih normal untuk mencegah menaikkan harga jual produknya yang berupa kopi bubuk dan biji kering.
Akan tetapi, seiring berkurangnya stok kopi dan harus membeli bahan baku berharga tinggi, Iwan tidak kuasa pula untuk ikut menaikkan harga jual produknya. Dia sempat dua kali menaikkan harga jual produknya yang berkisar 20-30 persen dalam sebulan terakhir.
Paling tidak, kopi robusta bubuk dari petik buah asalan naik dari Rp 90.000-Rp 100.000 per kg menjadi Rp 120.000 per kg sebulan lalu dan kembali naik menjadi Rp 140.000 per kg seminggu terakhir. Produk itu kebanyakan disuplai ke penjual selanjutnya (reseller) di Palembang, Jakarta, dan Bekasi.
Bagi warung kopi bersegmentasi konsumen menengah ke bawah, kenaikan harga kopi seribu rupiah saja bisa langsung memengaruhi tingkat penjualan mereka.
Ternyata, Iwan menuturkan, keputusan itu menimbulkan konsekuensi merosotnya penjualan kopi bubuk hingga 50 kg dari biasanya 100-150 kg per bulan. Itu terjadi karena menghilangnya pembeli atau reseller yang biasa mengisi warung kopi untuk segmentasi konsumen menengah ke bawah.
”Bagi warung kopi bersegmentasi konsumen menengah ke bawah, kenaikan harga kopi seribu rupiah saja bisa langsung memengaruhi tingkat penjualan mereka. Konsumen menengah ke bawah berani untuk menunda minum kopi demi mendahului kebutuhan hidup sehari-hari,” tutur Iwan yang membuka usaha kopi sejak Desember 2019.
Tak sedikit dari pembeli atau reseller yang hilang itu beralih pada kopi campur jagung yang harganya jauh lebih murah. Dengan begitu, mereka bisa menekan biaya bahan baku sehingga mereka tidak perlu menaikkan harga produk guna menjaga tingkat penjualan tetap stabil. ”Mereka rela menurunkan kualitas bahan bakunya ketimbang harus kehilangan konsumen,” ujar Iwan.
Adapun Iwan cukup diuntungkan karena warung kopinya berada di rumah sendiri dan memiliki kebun kopi warisan orangtua walau hanya setengah hektar. Hal itu membuat bisnisnya lebih aman ketimbang pemilik warung kopi yang menyewa toko dan tidak punya kebun sendiri. ”Saya rasa pemilik warung kopi yang harus sewa tempat itu yang paling rentan dalam kondisi melonjaknya harga kopi,” katanya.
Baca juga: Harga Kopi Robusta Sumsel Pecah Rekor, Saatnya Benahi Tata Kelola
Di Palembang, untuk mencegah naiknya harga produk minuman kopi, sejumlah warung kopi mengandalkan sistem subsidi silang dari produk nonkopi mereka yang harganya sudah dipatok lebih tinggi. Salah satunya dilakukan oleh Kopi 16 Pro yang berada di warung terapung di pinggir Sungai Musi, kawasan Pasar 16, Palembang.
Manajer Operasional Kopi 16 Pro Anggita Prameswari Pracena Putri (22) mengatakan, walau harga kopi sedang tinggi, Kopi 16 Pro tetap mempertahakan harga jual produk minuman kopi mereka di kisaran Rp 18.000-Rp 30.000 per cangkir. Warung kopi yang beroperasi setahun terakhir itu belum berniat menaikkan harga jual produk kopi yang mencangkup 70 persen dari total penjualan. Pasalnya, mereka masih ada stok bahan baku kopi yang dibeli saat harga belum melambung.
Selain itu, untuk menutupi harga bahan baku kopi yang tinggi, Kopi 16 Pro mengandalkan sistem subsidi silang dari harga jual produk nonkopi yang memang dipatok sedikit lebih mahal. Dengan demikian, tingkat penjualan warung kopi yang buka 24 jam sehari itu tetap stabil di angka 400-500 cangkir per hari.
”Yang pasti, tidak mudah untuk menaikkan harga secangkir kopi karena bisa memengaruhi psikologi konsumen sehingga minat beli mereka turun. Di sisi lain, kami tidak bisa juga menurunkan standar kualitas demi mempertahankan harga jual karena bisa membuat kami ditinggal konsumen. Jadi, jalan tengahnya menerapkan sistem subsidi silang tersebut,” tutur Anggita.
Baca juga: Produksinya Terbesar di Indonesia, Kopi Sumsel Didorong Mendunia
Ke depan, kalau harga kopi terus merangkak naik, Kopi 16 Pro kemungkinan akan menaikkan harga jual produk nonkopi. ”Meski tingkat penjualannya tidak dominan, produk nonkopi adalah tulang punggung untuk menjaga kestabilan harga dan tingkat penjualan produk kopi yang menjadi andalan kami,” ujar Anggita.
Iyan Muhazan (32), pemilik Warung Kopi Agam Pisan di tepian Sungai Musi, kawasan 13 Ilir, Palembang, menuturkan, momentum booming harga kopi kali ini diprediksi akan berlangsung cukup panjang, boleh jadi hingga tiga tahun ke depan. Itu dipengaruhi oleh rusaknya sebagian kebun kopi di negara produsen kopi terbesar dunia, Brasil, karena gelombang dingin, serta kerusakan kebun di negara produsen terbesar kedua dunia, Vietnam, akibat gelombang panas.
Selama tiga tahun ke depan, tidak tertutup kemungkinan harga kopi terus meningkat. ”Saya rasa para pengusaha kopi tidak perlu menjerit dengan situasi tersebut. Sebab, selama ini, kita sudah banyak mengambil keuntungan dari petani saat harga kopi cenderung rendah. Sekarang, gilirannya petani untuk mendapatkan keuntungan, merasakan berkah dari hasil panen mereka,” tegas Iyan yang menjadi pengusaha kopi sejak 2015.
Kopi Impor
Di Malang, Jawa Timur, sejumlah pemilik kedai mengantisipasi melambungnya harga biji kopi dengan memanfaatkan kopi impor. Pasalnya, kopi robusta asalan di lereng Gunung Semeru dan Gunung Kawi naik 300 persen. Harga mencapai Rp 75.000 hingga Rp 100.000 per kg. Padahal, sebelumnya harga kopi asalan masih di bawah Rp 25.000 per kg di tingkat petani.
”Sekarang teman-teman kedai malah tidak menggunakan kopi lokal. Malah memilih impor sekalian kalau harganya terus naik. Bahkan, kopi Kolombia dan Etiopia bisa lebih murah untuk harga impor sampai di tangan roastery dibanding beli kopi lokal,” ujar Dana Helmi Anggara, salah satu pengusaha kedai dari Komunitas Ngalam Ngopi.
Adapun pengusaha kafe di Kota Malang, Arif Murachman dari Kopi Koopen, tetap pakai kopi lokal, tetapi menaikkan harga menu kopi robusta guna menyesuaikan kenaikan harga bahan baku. Secangkir kopi yang tadinya Rp 7.000 menjadi Rp 10.000.
”Kita menaikkan harga, tetapi tidak langsung. Karena pasokan dari petani sudah bagus, ya, naiknya tidak terlalu. Kopi konsumsi sama kopi gaya hidup, kan, beda. Kafe, kan, juga tergantung kafenya. Kalau saya, orang setiap hari ngopi dengan harga terjangkau dan kopinya bagus,” tutur Arif yang akrab disapa Ipong itu.
Ipong memrediksi harga kopi masih tetap tinggi dan baru turun pada 2026. Pasalnya, saat ini perusahaan besar yang tadinya kehabisan stok—lantaran produksi robusta dunia sempat berkurang selama tiga tahun—kini terus menyerap kopi dari petani. Kondisi ini kemudian direspons pedagang dengan menaikkan harga.
Sebagaimana dinamika kehidupan, fenomena tingginya harga kopi yang belum berujung pasti akan membawa dunia perkopian berada ke normal baru. Mau tidak mau, masyarakat ataupun konsumen akan beradaptasi dengan perubahan tersebut. Lagi pula, kopi telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam gaya hidup manusia.