Gambut Terbakar, Kualitas Udara di Kubu Raya Sempat Memburuk
Kebakaran gambut sudah menimbulkan bau asap menyengat di Kabupaten Kubu Raya hingga Kota Pontianak.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Sebagian lahan gambut di Kalimantan Barat terbakar dalam beberapa hari terakhir. Kebakaran gambut menimbulkan bau asap menyengat di Kabupaten Kubu Raya hingga Kota Pontianak. Bahkan, kualitas udara di Kubu Raya sempat memburuk.
Bau asap yang menyengat tercium di sejumlah wilayah di Kabupaten Kubu Raya hingga Kota Pontianak, ibu kota Kalimantan Barat, Jumat (19/7/2024) malam. Kabut tipis mulai terlihat khususnya pada malam hari tatkala dilihat dari ketinggian.
Bahkan, ketika berada di dalam rumah, bau menyengat masih tercium kendati tidak setajam saat berada di luar rumah. Sejumlah warga yang tinggal di Kabupaten Kubu Raya juga mengaku mulai mencium bau asap.
Saga (34), warga Desa Sungai Raya Dalam, Kecamatan Sungai Daya, Kabupaten Kubu Raya, Sabtu (20/7/2024), mengatakan, sejak beberapa malam terakhir ia mencium bau asap menyengat. Ia tinggal di Kubu Raya sudah sekitar delapan tahun. ”Hampir setiap tahun pula mencium bau asap saat mulai musim panas,” ucap Saga.
Hal serupa dikemukakan Lukman Hakim (44), warga Desa Pal IX, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya. Ia merasakan bau asap sepekan terakhir. Bau asap sangat terasa pada malam hari.
”Apalagi kalau berada di jalan, baunya menyengat sekali. Kalau di dalam rumah, agak berkurang karena di sekitar rumah ada pepohonan,” kata Lukman.
Jika dilihat dari aplikasi Info BMKG, kualitas udara di Kabupaten Kubu Raya beberapa kali memburuk pada level tidak sehat. Jumat (19/7/2024) kualitas udara di level tidak sehat pada pukul 15.00 WIB dengan angka partikulat PM 2,5 mencapai 68,7 mikrogram per meter kubik. Setelah itu berada pada kategori sehat dan sedang.
WHO menetapkan rata-rata nilai partikel berukuran 2,5 mikrogram (PM 2,5) per 24 jam, yakni 15 mikrogram per meter kubik (ug/m3).
Kualitas udara di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, memburuk pada level tidak sehat, Jumat (19/7/2024) malam, akibat kebakaran lahan gambut.
Namun, pada pukul 17.00 WIB kembali berada di level tidak sehat. Bahkan, pada pukul 20.00 WIB angka PM 2,5 mencapai 116,6 mikrogram per meter kubik. Setelah itu, kualitas udara perlahan kembali pada level sedang hingga Sabtu (20/7/2024) kendati bau asap masih tercium.
Ketua Penanggulangan Bencana Palang Merah Indonesia (PMI) Kalbar Asrul Putra Nanda menuturkan, berdasarkan pantauan tim di lapangan, kebakaran lahan gambut terjadi di Kubu Raya pada Rabu (17/7/2024) sekitar pukul 15.45 WIB.
Pihaknya memantau dengan drone. Namun, belum diketahui berapa luasan lahan yang terbakar tersebut. Namun, dari pantauan tim di lapangan, lokasi kebakaran sulit dijangkau melalui jalur darat, sedangkan sumber air berjarak sekitar 1 km dari wilayah kebakaran.
Lahan juga terpantau terbakar pada Jumat (19/7/2024) di Kabupaten Kubu Raya sekitar pukul 14.08 WIB. PMI Kalbar membuka layanan call center agar masyarakat bisa melaporkan saat ada kebakaran lahan dan tim segera ke lokasi kejadian.
”Tim kami ada enam hingga 10 orang yang disiapkan untuk ke lapangan,” ucap Asrul.
Berdasarkan data BPBD Kalbar, terdapat 322 desa/kelurahan rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalbar. Desa/kelurahan rawan kebakaran hutan dan lahan itu terbanyak ada di Kabupaten Ketapang, yaitu 45 desa, Kabupaten Sintang 42 desa, dan Kabupaten Bengkayang 40 desa.
Luasan lahan terbakar di Kalbar dalam lima tahun terakhir juga tidak kecil. Pada 2019, lahan yang dimakan api seluas 151.819 hektar. Selanjutnya, pada 2020 ada 7.647 hektar, 20.591 hektar pada 2021, dan 21.839 hektar pada 2022. Sementara periode Januari-September 2023 seluas 54.402,81 hektar dilalap api.
Berdasar catatan Kompas, dari 8.492 kilometer persegi luas Kabupaten Kubu Raya, 70 persen di antaranya lahan gambut. Gambut di Kubu Raya bahkan terluas di Kalbar. Hal itu membuat Kubu Raya menjadi salah satu daerah rawan kebakaran lahan.
Kondisi gambut di Kalbar juga memprihatinkan. Luas lahan gambut di Kalbar 2,8 juta hektar. Namun, hanya 1 persen lahan gambut di provinsi itu yang masih sangat alami. Sekitar 80 persen lahan tersebut rusak ringan dan berat sehingga rawan ketika terjadi kebakaran.