Cipto Marijo, Kisah Klon Kopi Unggul dari Lembah Pesagi
Tahun 2012, Cipto mendapat hasil panen sampai 2,5 ton dari 1.500 batang pohon kopi. Kok, bisa?
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
Jika dulu Cipto Marijo (56), petani asal Pekon Kembahang, Kecamatan Batu Brak, Kabupaten Lampung Barat, Lampung, tidak rajin menyemai biji kopi dan merawat kebun, mungkin tak pernah ada klon kopi robusta Cipto di Kabupaten Lampung Barat. Bermula dari kebun milik Cipto, klon kopi lokal itu kini telah memberi berkah bagi ribuan petani.
Puluhan tahun lalu, Cipto dibuat takjub melihat satu batang pohon kopi yang ada di kebunnya. Buahnya lebat dan ukurannya besar. Bahkan, saat banyak pohon kopi lain hancur berantakan diserang hama, pohon itu tetap bertahan.
Kemungkinan pohon itu tumbuh dari biji kopi dari daerah sini yang saya disemai.
Menjelang masa panen, daun pohon kopi ini juga berguguran secara alami. Buah kopi yang memerah terlihat bergerombol di ranting-ranting kopi. Buah kopi pun jadi lebih mudah dipetik.
”Kemungkinan pohon itu tumbuh dari biji kopi dari daerah sini yang saya disemai,” ucap Cipto mengenang pengalamannya sekitar 30 tahun silam.
Cipto merantau dari Jawa Tengah ke Lampung sekitar tahun 1983. Ia memulai perjalanan hidupnya sebagai petani kopi di Dusun Cenggiring, Pekon Kembahang. Kampung itu berada di lembah Gunung Pesagi, Lampung Barat, yang berjarak sekitar 200 kilometer dari ibu kota Provinsi Lampung.
Awalnya, Cipto menjadi buruh di kebun kopi milik temannya. Setelah enam tahun menjadi buruh tani, ia diberi kebun seluas tiga perempat hektar untuk dirawat sendiri. Dari situ, Cipto mulai rajin menyemai biji kopi di kebunnya. Ia berharap suatu saat kebun kopinya berbuah lebat.
Cipto bercerita, dalam sekali menebar benih di kebun, ia membutuhkan biji kopi sebanyak 1-2 keranjang atau setara dengan 5-10 kilogram kopi. Tidak semua biji kopi yang disemai itu tumbuh menjadi pohon kopi. Ada yang busuk atau mati karena terserang hama.
Setelah beberapa tahun rajin menyemai benih kopi, Cipto menemukan satu pohon kopi di kebunnya yang berbuah lenih lebat dibandingkan yang lain. Ia pun mengambil ranting-ranting dari pohon induk itu untuk disetek atau disambung pada batang pohon kopi lainnya. Cipto dengan telaten melakukan hal tersebut selama beberapa tahun.
Tanaman kopi robusta memang punya keunikan tersendiri. Untuk bisa menghasilkan buah dengan lebat, pohon kopi membutuhkan proses penyerbukan bersama klon lain. Keunikan itu disebut poliklonal.
Karena itulah, banyak petani melakukan teknik sambung pucuk dengan cara menyambungkan tunas muda dari berbagai klon unggul pada pohon kopi. Tak heran jika di satu kebun ada banyak klon berbeda.
Berbagi bibit
Jerih payah itu akhirnya membuahkan hasil. Cipto mendapat hasil panen kopi lebih banyak daripada petani-petani lain di desanya. Tahun 2012, ia bahkan pernah mendapat hasil panen sampai 2,5 ton dari 1.500 batang pohon kopi. Padahal, kebun kopi Cipto kurang dari 1 hektar.
Dari situ, tanaman kopi di kebun Cipto mulai menjadi perbincangan para petani di desanya. Petani yang penasaran datang ke rumahnya untuk meminta bibit kopi kepada Cipto.
Saya ingin saling membantu karena sama-sama petani kopi.
Banyak petani yang ingin membeli tunas atau ranting muda dari tanaman kopi unggul di kebun Cipto. Namun, Cipto dengan sukarela dan senang hati memberikan begitu saja bibit kopi tersebut kepada para tetangganya.
Selama bertahun-tahun, Cipto berbagi klon tanaman lokal miliknya dengan banyak petani di Lampung Barat. Dia tidak pernah berpikir menjual bibit itu demi mendapatkan uang untuk dirinya sendiri. ”Saya ingin saling membantu karena sama-sama petani kopi,” ujar Cipto saat ditemui di rumahnya, Rabu (3/7/2024).
Saking banyaknya petani yang meminta bibit kepada Cipto, bibit unggul tanaman kopi itu terkenal di kalangan petani dengan nama klon Cipto Cenggiring. Cipto diambil dari nama pemiliknya, sementara Cenggiring adalah nama dusun tempat tinggal Cipto.
”Ada petani yang datang ke rumah saya untuk meminta bibit tanaman kopi itu atau ada juga yang meminta kepada petani lain yang sudah menanam kopi itu hingga saat ini sudah tersebar ke beberapa daerah di Lampung Barat,” katanya.
Meski tidak mendapatkan uang dari bibit kopi yang diberikannya kepada para petani, Cipto merasa mendapatkan imbalan yang lebih besar dari sekadar materi. Imbalan yang dia maksud adalah persaudaraan.
Cerita tentang kopi ”Cipto” tidak saja dikenal oleh para petani, tetapi juga sampai ke telinga pemerintah. Dinas Perkebunan Lampung Barat bersama Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP) Lampung pun mendaftarkan klon kopi itu dengan nama varietas ”Cipto”. Klon itu didaftarkan sebagai tanaman kopi robusta varietas lokal Lampung Barat pada tahun 2022.
Dari hasil identifikasi oleh petugas pertanian, tanaman induk kopi itu diperkirakan sudah ada sejak tahun 1987. Tinggi tanamannya sekitar 2,5 meter dengan asal biji atau perbanyakan secara generatif. Tanaman ini memiliki batang yang kuat dan banyak cabang primer.
Saat ini, sudah banyak petani kopi yang mendapat berkah dari klon Cipto. Dari cerita para petani yang mengembangkan klon lokal tersebut, mereka bisa mendapatkan hasil 3-4 ton biji kopi atau green bean dari lahan seluas 1 hektar.
Saat harga kopi melambung mencapai Rp 70.000 per kilogram seperti tahun ini, Cipto dan banyak petani lain yang mengembangkan klon lokal itu tersenyum bahagia. Berkah dari klon lokal itu tidak hanya dirasakan oleh Cipto, tapi juga oleh banyak petani lainnya di Lampung Barat.
Setelah puluhan tahun menjadi petani kopi, Cipto berharap bisa segera memperbaiki rumahnya dari berdinding papan menjadi bata. Ia baru saja membeli lahan seluas 12 meter x 25 meter untuk membangun rumah. Cipto juga sedikit demi sedikit membeli kebun kopi di tempat lain untuk anak-anaknya.