Lukai Rasa Keadilan, Vonis Bebas Bekas Bupati Langkat Disesalkan Komnas HAM, LPSK, dan Kontras
Putusan tidak bisa diterima akal. Pelaku lapangan telah dihukum, aktor intelektual dan pemilik kerangkeng malah bebas.
Oleh
NIKSON SINAGA
·2 menit baca
STABAT, KOMPAS — Putusan bebas bekas bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-Angin, pada kasus perdagangan orang disesalkan. Terbit lolos dari tuntutan 14 tahun penjara pada kasus yang menyebabkan empat orang meninggal akibat disiksa dan dikurung dalam kerangkeng di halaman rumah Terbit atau Cana. Komisi Yudisial diminta mengawasi kasus yang diputus Pengadilan Negeri Stabat itu.
Koordinator Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Subkomisi Pemajuan HAM Anis Hidayah, Kamis (11/7/2024), mengatakan, putusan bebas itu kontra produktif terhadap upaya memerangi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang sudah dinyatakan sebagai kejahatan luar biasa oleh pemerintah.
”Putusan bebas itu berpotensi melanggengkan impunitas pelaku TPPO, terutama pelaku yang merupakan oknum aktor negara,” kata Anis.
Anis menyebut, Komnas HAM menghormati proses hukum yang telah berjalan dalam upaya penyelesaian kasus tersebut di PN Stabat. Meski demikian, komisi itu mendorong agar Komisi Yudisial (KY) melakukan pengawasan pada putusan bebas itu.
Dalam penyelidikan Komnas HAM, kata Anis, mereka menemukan adanya tindakan kekerasan dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia. Komnas HAM juga menyimpulkan, bekas bupati Langkat harus ikut bertanggung jawab atas kerangkeng manusia yang dibangun di halaman rumahnya itu.
”Dalam kasus TPPO itu, setidaknya ada 19 orang yang patut dimintai pertanggungjawaban, termasuk mantan bupati Langkat, aparat TNI, dan aparat Polri,” kata Anis.
Kasus TPPO diselidiki karena, saat penggeledahan rumah Cana, KPK menemukan kerangkeng mirip penjara berisi 57 orang di halaman belakang rumahnya. Selain itu, ditemukan juga satwa dilindungi di halaman rumahnya. Dia juga telah diadili atas kepemilikan satwa dilindungi itu.
Sebelumnya, Senin (8/7/2024), majelis hakim Pengadilan Negeri Stabat yang diketuai Andriyansyah dengan anggota Cakra Tona Parhusip dan Dicki Irvandi menjatuhkan vonis bebas terhadap Terbit. Majelis Hakim menyebut, Terbit tidak terkait dalam kasus tindak pidana perdagangan orang dan sudah ada yang bertanggung jawab atas kematian korban.
Majelis menolak enam pasal dakwaan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Langkat. Terbit pun lolos dari tuntutan 14 tahun penjara dan pembayaran restitusi (ganti rugi pelaku terhadap korban) sebesar Rp 2,3 miliar yang diajukan oleh JPU.
Menurut majelis hakim, terdakwa tidak ada kesengajaan dan kelalaian atas tindak pidana perdagangan orang itu. Tidak terungkap juga fakta niat jahat terdakwa. ”Menimbang bahwa semua dakwaan penuntut umum tidak terbukti, secara hukum terdakwa harus dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana,” kata Andriyansyah.
Dalam pertimbangan majelis hakim, disebutkan kerangkeng dibangun di halaman belakang rumah Cana untuk pembinaan warga pencandu narkoba. Penghuni kerangkeng mengalami penyiksaan berupa kekerasan fisik, dipukul, dicambuk, jenggot dicabut hingga ke akar, diludahi, ditetesi plastik bakar, dan kekerasan seksual.
Namun, Andriansyah menyebut, keterlibatan Cana dalam merencanakan dan melakukan permufakatan jahat pada kasus TPPO sebagaimana didakwakan JPU tidak terbukti. TPPO itu, kata Majelis, dilakukan oleh empat pelaku yang sudah dijatuhi hukuman, yakni Terang Ukur Sembiring, Hendra Surbakti, Hermanto Sitepu, dan Iskandar Sembiring.
Kasasi kejaksaan
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban juga menyesalkan putusan yang dinilai tidak memenuhi rasa keadilan bagi para korban yang mengalami penderitaan fisik, psikis, dan kerugian ekonomi. ”LPSK mendorong dan mendukung upaya hukum kasasi oleh kejaksaan, termasuk mengenai mengenai permohonan restitusi korban sebagai salah satu materi pokok dalam memori kasasinya,” kata Ketua LPSK Achmadi.
LPSK juga mengapresiasi saksi dan korban yang berani bersaksi untuk menegakkan keadilan hingga akhir persidangan. LPSK memberikan perlindungan terhadap 14 orang yang merupakan korban, saksi, dan keluarga korban yang memiliki keterangan penting dalam proses pengungkapan perkara.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Sumut juga menilai, putusan bebas terhadap Cana mencederai nilai kemanusiaan. Putusan ini menimbulkan kekecewaan publik terhadap instansi penegak hukum. ”Aktor lapangan telah dijatuhi hukuman, sedangkan aktor intelektual sekaligus pemilik kerangkeng dijatuhi vonis bebas. Ini tidak dapat diterima akal sehat,” kata Tim Advokasi KontraS Sumut Ady Yoga Kemit.