Di akhir masa kepemimpinannya, Presiden Jokowi ditagih menuntaskan konflik agraria di Rempang.
Oleh
PANDU WIYOGA
·2 menit baca
BATAM, KOMPAS — Penolakan warga terhadap proyek strategis nasional Rempang Eco City di Batam, Kepulauan Riau, masih menjadi bara dalam sekam. Presiden Joko Widodo ditagih menyelesaikan konflik agraria itu di akhir masa kepemimpinannya.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau Boy Even Sembiring, Rabu (10/7/2024), mengatakan, Presiden Jokowi harus mengevaluasi proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City yang menjadi akar konflik. Pemanfaatan tanah di Pulau Rempang harus berlandaskan asas keadilan yang memprioritaskan hak masyarakat adat setempat.
”Presiden seharusnya bisa mengevaluasi konflik agraria di Rempang pada 18 Agustus nanti saat sidang tahunan di MPR. PSN Rempang Eco City bertentangan dengan Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam,” kata Boy.
Pada 8 Juli, Walhi Riau meluncurkan kajian berjudul ”Kronik Rempang Eco City: Kontroversi Investasi Tiongkok dan Resistensi Masyarakat Rempang”. Dalam dokumen itu dijabarkan penyebab warga Rempang menolak digusur pemerintah untuk investasi pabrik kaca dari China.
Secara khusus, Boy menggarisbawahi peristiwa 7 September 2023. Saat itu lebih kurang 1.000 personel TNI, Polri, dan aparat dari satuan lain bentrok dengan warga yang menolak pengukuran lahan untuk tahap I PSN Rempang Eco City.
Aparat yang terlibat melakukan kekerasan harus diberi hukuman etik dan dijatuhi pidana.
Dalam peristiwa itu sejumlah siswa SMP dan SD terkena gas air mata. Juga dilaporkan ada warga yang terluka terkena peluru karet. Pengerahan aparat secara besar-besaran itu juga meninggalkan trauma kepada warga.
”Aparat yang terlibat melakukan kekerasan harus diberi hukuman etik dan dijatuhi pidana. Selain itu, pemerintah tidak boleh lagi mengerahkan aparat untuk menghalangi masyarakat adat di Rempang mempertahankan hak atas tanah,” ujar Boy.
Adapun Ketua Majelis Pakar Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin menyoroti pemberian status PSN di wilayah Batam yang sudah ditetapkan menjadi kawasan pelabuhan bebas sejak 1973. Sebagai kawasan pelabuhan bebas, Batam seharusnya sudah cukup memberikan sejumlah kemudahan dan insentif fiskal bagi investor.
”Butuh (dijadikan) PSN itu sebenarnya tujuannya hanya satu, agar bisa mengambil alih tanah warga atas nama kepentingan umum,” ucap Iwan, Senin (8/7/2024).
Pada tahap pertama pembangunan PSN Rempang Eco City, pemerintah rencananya akan menggusur 855 keluarga di lima kampung. Lahan seluas 2.300 hektar itu akan dipakai untuk mendirikan pabrik kaca milik Xinyi International Investments Limited.
Lewat pernyataan tertulis, Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam Ariastuty Sirait, Selasa (2/7/2024), menyatakan, pemerintah sedang menggesa pembangunan 96 rumah relokasi untuk warga terdampak. Menurut dia, proses pembangunan ditargetkan rampung pada September 2024.
Pada 20 Juni, Ariastuty mengklaim ada 386 warga Rempang yang telah setuju direlokasi. Sebanyak 115 keluarga di antaranya telah pindah ke hunian sementara sambil menunggu rumah relokasi selesai dibangun.
Salah satu warga terdampak, Wadi (50), meragukan data BP Batam mengenai jumlah warga yang telah setuju direlokasi. Sebab, ia tak mengenali sebagian besar warga yang disebut BP Batam telah setuju direlokasi tersebut.
Sebelumnya, permasalahan data BP Batam juga diungkapkan anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro, saat melakukan monitoring di Batam pada 22 Mei 2024. Berdasarkan investigasi yang dilakukan Ombudsman, jumlah warga yang bersedia direlokasi untuk PSN Rempang Eco City hanya 11 persen dari total 855 keluarga.
Widijantoro mengatakan, BP Batam tidak transparan mengenai data warga yang bersedia direlokasi. BP Batam tidak memberikan data berdasarkan nama dan alamat yang detail untuk diverifikasi Ombudsman.