Masih Adanya Intervensi Hambat Kemerdekaan Pers di Kepri
Peran media dan jurnalis penting di era disrupsi teknologi. Hambatan kemerdekaan pers perlu disingkirkan.
Oleh
PANDU WIYOGA
·2 menit baca
BATAM, KOMPAS — Dewan Pers menyelenggarakan diskusi kelompok terarah atau FGD di Batam, Kepulauan Riau, untuk menyusun Indeks Kemerdekaan Pers 2024. Perwakilan sejumlah organisasi jurnalis menyatakan masih ada intervensi pemerintah dan aparat yang menghambat kerja pers.
Ketua Komisi Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Profesi Dewan Pers Tri Agung Kristanto di Batam, Kamis (27/6/2024), mengatakan, indeks kemerdekaan pers adalah wajah demokrasi Indonesia. Bangsa ini membutuhkan pers yang bebas agar dapat terus berkembang membangun negeri.
”Di era disrupsi teknologi informasi, peran media tetap dibutuhkan. Jurnalis bekerja untuk kebenaran, dan dalam kebenaran itu masyarakat menemukan kejujuran,” kata Tri Agung.
Ia memaparkan, indeks kemerdekaan pers di Kepri pada 2023 adalah 77,41 atau dalam kategori cukup bebas. Dua tahun sebelumnya, Kepri pernah menjadi provinsi dengan indeks kemerdekaan pers tertinggi dengan skor mencapai 80,95.
Dewan Pers melakukan survei indeks kemerdekaan pers dengan meminta pendapat dari organisasi jurnalis, asosiasi perusahaan pers, dan informan ahli. Ada 20 indikator yang digunakan untuk menentukan indeks kemerdekaan pers, beberapa di antaranya adalah politik, ekonomi, dan hukum.
Jumlah media di Kepri yang terverifikasi Dewan Pers ada 155 media. Rinciannya, 123 media siber, 26 media cetak, 5 televisi, dan 1 radio. Namun, Tri Agung meyakini jumlah media di Kepri yang sebenarnya lebih besar dari itu karena masih banyak media belum terverifikasi Dewan Pers.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kepri Andi Gino mengatakan, masih ada hambatan kemerdekaan pers dari pemerintah dan aparat penegak hukum. Ada laporan dan catatan soal intervensi dalam pemberitaan yang kontra terhadap pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City.
”Kami berharap kejadian seperti ini tidak terulang lagi ke depan. Pekerja pers dan aparat penegak hukum harus memahami tugas masing-masing dan saling menghormati,” ujarnya.
Meski demikian, Andi berharap indeks kemerdekaan pers di Kepri pada tahun ini dapat mengalami peningkatan. Ia melihat dan menemukan adanya perbaikan kinerja pers di lapangan.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Tanjung Pinang Jailani menambahkan, intervensi terhadap wartawan terlihat dalam swasensor yang dilakukan sejumlah media di Kepri. Sering terjadi media menghapus berita setelah mendapat tekanan dari pihak-pihak terkait.
”Sering, kan, lihat ada berita online di Kepri yang waktu dibuka tulisannya '404 Not Found'. Itu menunjukkan masih ada intervensi, pers masih belum bebas,” ucapnya.
Indeks kemerdekaan pers adalah wajah demokrasi Indonesia. Bangsa ini membutuhkan pers yang bebas agar dapat terus berkembang membangun negeri.
Adapun pengajar Ilmu Pemerintahan Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stisipol) Raja Haji Tanjung Pinang, Zamzami A Karim, berharap pemerintah berkomitmen memupuk kebebasan pers di Indonesia. Hal itu salah satunya dapat ditunjukkan dengan membatalkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang ramai ditolak publik.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang Humas Polda Kepri Komisaris Besar Zahwani Pandra Arsyad menyatakan, kepolisian berkomitmen mendukung kemerdekaan pers. Dalam hal itu, polisi mengacu kepada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
”Dari (UU) itu, kami dapat mengambil sikap untuk selaras dan sejalan dalam menghormati (kerja) para jurnalis,” kata Pandra.