12 Orang Jadi Tersangka Judi ”Online” di Banyumas, Omzet Rp 3,4 Miliar Sebulan
Para tersangka beraksi sejak pertengahan 2022. Omzetnya Rp 70 juta-Rp 114 juta per hari.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Kepolisian Resor Kota Banyumas menetapkan 12 tersangka kasus judionline di Purwokerto. Sebanyak 502 set komputer disita dari tiga lokasi berbeda. Omzet per bulan jaringan ini mencapai Rp 3,4 miliar.
”Modus operandinya, pelaku menggunakan perangkat komputer dengan kedok bermain gim untuk membuat ID secara masif dan memainkan ID tersebut untuk menghasilkan cip yang dijual dan dipromosikan melalui media sosial,” kata Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi, di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (25/6/2024).
Dari 12 tersangka, 1 orang di antaranya merupakan pemodal yang masih buron atau masuk daftar pencarian orang (DPO). Adapun 11 tersangka yang telah ditangkap adalah Milten (26) sebagai koordinator pembuatan ID dan pengirim ID; Angga (23) sebagai pengatur kegiatan operasional; Dito (27) sebagai pembuat akun menjadi VIP; serta Irfan (23), Edi (24), dan Anas (24) sebagai penginput ID gim ke Google Spreadsheet.
Kemudian ada tersangka Erik (18), Salman (20), Firman (24), Suhandi (22), dan Rizki sebagai pemain ID sampai mendapatkan cip.
Para tersangka sudah beraksi sejak pertengahan 2022. ”Omzetnya itu per hari sekitar Rp 70 juta sampai Rp 114 juta,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Banyumas Komisaris Andryansyah Rithas Hasibuan. Dalam sebulan, omzet mereka Rp 3,4 miliar.
Hibnu mengimbau masyarakat untuk mencurigai jika ada orang-orang yang berada di depan HP atau komputer berjam-jam. Apakah itu bekerja atau berjudi.
Ketiga lokasi tempat judi online itu adalah di Jalan Gelora, Mangunjaya (tempat terjadinya perkara/TKP 1); Bobosan (TKP 2); dan Tipar, Purwanegara (TKP 3).
Andryansyah mengatakan, di TKP 1, mereka membuat ID baru sebanyak-banyaknya. Setelah itu, dikirim ke TKP 2 dan TKP 3. Di situlah pengolahan dinaikkan ke level 5. Di TKP 2 dan TKP 3, hasil pengolahan diinput untuk dimainkan di aplikasi. Lalu, yang menang itu akan diubah ke aplikasi yang ilegal dan menggunakan VPN.
”Di situ ada jual beli dengan permainan pertaruhan. Pertaruhan itu, kan, bermain. Cuma tujuannya untuk menang. Di situ ada unsur menang-kalah, ada pengiriman, ada untung-rugi. Kalau ini pasti untung terus karena menghasilkan ID-ID yang menang saja. Harga cip itu sesuai pasaran berkisar Rp 38.000, Rp 35.000, ada juga Rp 40.000,” tuturnya.
Selain menyita 502 set komputer, polisi juga menyita 11 unit ponsel, 3 set DVR CCTV, 134 buah flash disk, 4 buku tabungan, 62 modem, 8 buah switch hub, dan uang tunai Rp 11,3 juta.
Para tersangka dijerat Pasal 45 Ayat (3) jo Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Salinan Perubahan Kedua atas Undang-Undang Pasal 45 Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atau Pasal 303 KUHP.
Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Hibnu Nugroho, menyampaikan, judi online ini modusnya menggunakan teknologi informasi (TI) di berbagai tataran. ”Ini modus yang canggih dari para tersangka. Ini kecil, tetapi terus meningkat, mencandu,” kata Hibnu.
Hibnu mengatakan, dengan harga cip Rp 38.000, masyarakat tidak menyadari bahwa lama-lama akan terus membesar. ”Dalam konteks judi, ini adalah permainan untung-untungan. Dia mencandu untuk mendapatkan hasil yang lebih baik,” katanya.
Hibnu mengimbau masyarakat untuk mencurigai jika ada orang-orang yang berada di depan HP atau komputer berjam-jam. Apakah itu bekerja atau berjudi.
”Kalau kita lihat di tempat-tempat tertentu, ada anak atau orang dewasa yang asyik berjam-jam lihat HP atau komputer, pertanyaannya ini bekerja atau berjudi atau sedang bermain gim judi. Kita harus curiga sekarang,” tuturnya.