Hilangnya 7 Warga dan Robohnya Badan Anjungan Taurus di Selat Madura
Anjungan Taurus di perairan Sepulu, Bangkalan, Madura, bernilai penting bagi nelayan.
Satu badan anjungan atau rig Taurus 2 di wilayah operasional Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore yang dibangun di Selat Madura, Jawa Timur, roboh. Lenyapnya badan anjungan itu bersamaan dengan tenggelamnya tujuh warga yang diduga merupakan nelayan setempat. Hilangnya badan anjungan itu juga merugikan nelayan karena lampu suar yang menjadi petunjuk bagi mereka turut raib.
Selama ini nelayan sekitar di Kecamatan Sepulu banyak bergantung pada lampu suar di anjungan migas tersebut. Oleh karena itu, hilangnya badan anjungan itu menjadi persoalan besar bagi warga yang menggantungkan diri dari usaha melaut. Mereka berharap segera ada kejelasan akan kejadian itu. Terlebih lagi ada tujuh orang yang diduga nelayan juga hilang karena diduga tenggelam.
Dari jarak 2 kilometer dari pinggir pantai di Desa Sepulu, sangat jelas terlihat anjungan atau rig Taurus itu kini tinggal tiga tiang kaki. Rig seberat sekitar 100 ton itu sejak Rabu (12/6/2024) roboh dan tenggelam bersama dua perahu.
”Tinggal tiga tiang saja, yang lain termasuk helipad dan kontainer sebagai ruangan tak jelas posisinya di mana,” kata Mubaroq (48), nelayan di Desa Sepulu, yang selama ini anggota Community Based Security di wilayah itu ketika ditemui Kompas, Rabu (19/6/2024).
Hampir dua pekan sudah anjungan itu tinggal tiga tiang. Meski peristiwa itu sudah berlalu, hingga kinikeberadaan dua perahu bersama tujuh orang yang hilang akibat tertimpabadan anjungan itu masih dalam pencarian.
”Pas anjungan ambruk, seperti ada suara ledakan,” ujar Jannah (27), ibu rumah tangga yang rumahnya di Desa Sepulu.
Setelah terdengar suara ledakan pada Rabu (12/6/2024) dini hari, pagi harinya warga setempat berbondong-bondong ke belakang rumah yang berada di tepi pantai dan melihat anjungan raib dan tersisa tiga kaki tiang.
Baca juga: Tujuh Nelayan yang Tenggelam di Madura Belum Ditemukan
Seperti diwartakan, tim pencari dan penyelamat terpadu mengerahkan tiga kapal dan sebuah pesawat untuk menemukan keberadaan tujuh orang asal Gresik, Jawa Timur, yang hilang di perairan Madura.
Mereka bagian dari 16 orang yang tenggelam akibat tertimpa bangunan kontainer saat berlindung dari badai di Anjungan Taurus 2 milik Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO).
Kendati demikian, sejumlah sumber yang ditemui di lapangan mengatakan, saat kejadian itu, cuaca di sekitar lokasi anjungan baik. Alasan mereka yang menjadi korban ialah karena sedang berlindung akibat gelombang tinggi pun diragukan. Ada dugaan tujuh orang yang hilang itu bukan nelayan, melainkan para pencari besi tua.
Pencari besi
Mubaroq menyesalkan peristiwa dua kapal tertimpa badan anjungan. Alasannya dari daftar korban selamat dan yang belum ditemukan, ada dua nama yang pernah terlibat suatu kasus sehingga diserahkan ke Polsek Sepulu. Mereka adalah Khotib dan Gopek.
Ketika itu, Sabtu (8/6/2024), sekitar pukul 17.00WIB, dari jarak 500 meter dari lokasi, ia melihat empat orangmondar-mandir di atas anjungan Taurus.”Demi keselamatan mereka, saya merayu agar segera turun,” ujarnya.
Meski alot, akhirnya empat orang segera turun dan langsung dibawa Mubaroq ke Polsek Sepulu untuk diperiksa. Dalam pemeriksaan ternyata mereka tidak membawa KTP dan sempat mengaku warga Bangkalan.
Padahal, karakter warga pesisir ini mayoritas nelayan sehingga paham betul rig Taurus, bagian dari obyek vital nasional masuk kategori daerah terbatas dan terlarang. PHE WMO pun terus mengingatkan batas wilayah nelayan beraktivitas di sekitarnya.
Baca juga: 16 Nelayan Tenggelam di Bangkalan, 7 Nelayan Belum Ditemukan
”Anjungan Taurus tidak boleh didekati. Jadi, nelayan pasti tahu larangan itu. Maka sangat tidak masuk akal alasan korban berlindung karena cuaca buruk,” ujar Johan (47), salah satu nelayan.
Pada Rabu (12/6/2024) pukul 02.00 WIB, ia berangkat melaut. Ia melaut dengan kapal ukuran lebar 1,2 meter dan panjang sekitar 10 meter. ”Kapal nelayan seperti yang saya pakai tidak bisa melaut jika laut berombak. Saat itu laut tenang, maka saya melaut,” katanya.
Demi keselamatan mereka, saya merayu agar segera turun. (Mubaroq)
Kondisi laut yang tenang juga diceritakan Arman (50) yang berangkat sekitar pukul 02.30 WIB. Saat mulai berlayar, dia melihat anjungan tinggal tiga kaki. Badan atau hull rig hilang dari pandangan mata.
Karena masih gelap, dia tidak sempat merekam kondisi di sekitar jalur atau wilayah anjungan yang dilintasi. ”Saya sempat mendengar suara orang minta tolong,” ujarnya.
Anjungan Taurus di wilayah PHE memang tidak beroperasi sejak 2006. Selama ini anjungan itu menjadi pintu gerbang nelayan Sepulu untuk melaut.
Kontainer yang ada di rig Taurus bagi ratusan nelayan di Sepulu adalah pintu gerbang saat berangkat dan pulang mencari ikan. Rig Taurus menjadi pintu gerbang karena memiliki tiga kaki besar dan menjulang tinggi. Selain memiliki lambung besar, juga dilengkapi lampu suar.
Lampu suar itu punya dua fungsi utama. Pertama, agar tidak ada perahu yang menabrak rig di malam hari. Kedua, bagi nelayan, lampu suar itu adalah penanda arah untuk berangkat atau pulang saat melaut. Lampu suar itu membantu mereka menemukan arah yang tepat.
Warga mengenal kontainer atau sebagai hull rig adalah ”proyek”. Disebut ”proyek” karena pembangunan rig Taurus yang diikuti dengan pengeboran sumur Alfa, Beta, Charle, Delta, dan Echo telah mengubah kampung mereka menjadi terang benderang pada era 1980-an hingga2006.
Robohnya anjungan itu membuat warga desa pesisir itu kehilangan penanda utama. Anjungan yang ada sejak 1980-an itu digarap Kodeco Energi dan menjadi penerangan utama serta banyak memberikan lapangan pekerjaan. ”Saya dulu bekerja naik turun rig sejak remaja,” kata Supar, seorang nelayan.
Menurut nelayan, jarak rig Taurus dengan pantai sekitar 2 km. Dalam cuaca buruk, seorang perenang pun akan sulit mencapai bibir pantai. Ketika laut tenang pun, kalau bukan perenang andal, pasti kesulitan mencapai garis pantai, terlebih dalam kondisi luka atau butuh perawatan.
Karena itu, sebagian nelayan meyakini korban yang selamat ataupun hilang dalam peristiwa naas pada Selasa tengah malam atau Rabu dini hari itu bukanlah nelayan, melainkan para pencari besi. Korban selamat yang berjumlah sembilan orang sempat dilarikan ke RSUD dr Soetomo Surabaya.
Robohnya anjungan itu membuat warga desa pesisir itu kehilangan penanda utama. Anjungan yang ada sejak 1980-an itu digarap Kodeco Energi dan menjadi penerangan utama serta banyak memberikan lapangan pekerjaan.
Terlepas dari berbagai kejanggalan dalam peristiwa roboh dan raibnya anjungan Taurus, Supar dan nelayan Sepulu kini memiliki satu kepastian. Suar atau lampu navigasi yang juga raib bersama badan anjungan kini telah terpasang lagi.
PHE WMO yang memiliki wilayah operasi dengan sigap telah memasangkan suar baru di salah satu tiang yang menjadi kaki rig Taurus. Suar itu sangat penting agar merekatidak kesasar saat pulang melaut.
Warga boleh jadi tetap merasa kehilangan pintu gerbang megah saat rig Taurus masih memiliki badan. Namun, kini setidaknya nelayan di Sepulu masih memiliki pintu gerbang sebagai penanda bagi mereka saat pergi dan pulang melaut.