Pemasungan ODGJ itu dilakukan karena berbagai alasan, antara lain karena membahayakan orang lain dan keluarganya malu.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
MARABAHAN, KOMPAS — Pemasungan terhadap orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ masih dilakukan warga di beberapa tempat di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Karena itu, Menteri Sosial Tri Rismaharini mendorong penanganan ODGJ dengan pengobatan di fasilitas kesehatan sehingga tidak ada lagi warga disabilitas mental yang dipasung.
Mensos Rismaharini mendapati belasan ODGJ dipasung dalam kunjungan kerjanya ke Barito Kuala, Selasa-Rabu (11-12/6/2024). Kasus pemasungan terhadap ODGJ, antara lain, ditemukan di Desa Sungai Pitung, Kecamatan Alalak; Desa Sungai Lirik, Kecamatan Bakumpai; dan Desa Bagagap, Kecamatan Barambai.
Pemasungan terhadap ODGJ itu dilakukan dengan berbagai macam alasan, di antaranya karena ODGJ itu bisa membahayakan orang lain, bisa berkeliaran ke mana-mana, ataupun karena keluarganya malu. Total ada 13 ODGJ yang dibebaskan dari pasung.
”Kalau ada yang mengalami disabilitas mental atau ODGJ tidak boleh dipasung karena mereka bisa diobati. Sekarang sudah ada obat yang disuntik sebulan sekali. Jadi, bawa saja ke rumah sakit dan disuntik supaya tenang,” kata Risma seusai membebaskan pasung di Desa Bagagap, Rabu (12/6/2024).
Menurut Risma, beberapa di antara ODGJ yang dibebaskan dari pasung tidak terlalu berat sakit mentalnya. Namun, mereka semua harus dibawa ke Rumah Sakit Jiwa untuk diobati. Setelah sembuh dan kelak dibawa pulang ke rumah, petugas puskesmas terdekat tetap akan mengontrol dan memberikan obat. ”Untuk berobat bisa pakai BPJS Kesehatan. Semuanya gratis,” ujarnya.
Sampai saat ini kasus pemasungan terhadap ODGJ masih ditemukan di sejumlah daerah di Indonesia meskipun jumlahnya sudah mulai berkurang. Sekarang ini, masyarakat sudah mulai mengerti bahwa gangguan jiwa itu sebetulnya sama seperti penyakit ginjal, diabetes, atau jantung yang perlu ditangani dengan rutin mengonsumsi obat.
Risma pun mengimbau agar warga tidak lagi memasung ODGJ. Kalau dipasung dalam jangka waktu lama, kaki ODGJ bisa mengecil sehingga mereka bisa lumpuh dan akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau sudah demikian, mereka akan sangat bergantung kepada orang lain dan akan membuat keluarganya terbebani.
”Jadi, tidak boleh lagi ada yang dipasung. Keluarga tidak boleh malu, ini bukan aib. Siapa pun dari keluarga apa pun bisa kena karena tidak semua orang kuat secara psikis atau mental,” katanya.
Barkani (49), paman dari seorang pemuda dengan gangguan jiwa di Desa Bagagap, menuturkan, keponakannya yang kini berusia 23 tahun sudah sekitar 10 tahun dipasung di dalam kamarnya. Keluarga terpaksa memasungnya karena dia sering berkeliaran ke mana-mana dan tidak pulang ke rumah.
”Keluarga sempat dua kali membawanya berobat ke RSJ Sambang Lihum. Waktu itu, cuma rawat jalan. Tidak ada yang bisa rutin mengantarnya ke sana karena jauh,” katanya. Jarak dari Desa Bagagap ke RSJ Sambang Lihum di Gambut, Kabupaten Banjar, sekitar 80 kilometer.
Sekarang ini, masyarakat sudah mulai mengerti bahwa gangguan jiwa itu sebetulnya sama seperti penyakit ginjal, diabetes, atau jantung yang perlu ditangani dengan rutin mengonsumsi obat.
Menurut Barkani, pihak keluarga setuju untuk melepas keponakannya dari pasung karena ada jaminan penanganan dan pengobatan lebih lanjut dari pemerintah. Ia pun berharap keponakannya bisa sembuh seperti sediakala. ”Sebelum seperti ini kondisinya, dia sempat sekolah sampai kelas 5 SD dan sering juara kelas,” ujarnya.
Penjabat Bupati Barito Kuala Mujiyat mengatakan, dukungan Kementerian Sosial sangat berarti untuk menyelesaikan persoalan ODGJ di daerahnya. Diakuinya, kasus ODGJ dengan pemasungan masih ditemukan meskipun tidak banyak.
”Kami berterima kasih karena Ibu Mensos sudah datang untuk menyelesaikan persoalan ODGJ, kusta, dan memberikan bantuan kemanusiaan di Barito Kuala. Apa yang sudah dilakukan ini akan kami tindaklanjuti, terutama dari dinas kesehatan dan dinas sosial untuk penanganan ODGJ dan kusta,” katanya.