Seruan bersama mengemuka dari Kamboja untuk melawan hoaks. Jurnalisme bisa menjadi garda terdepan.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
PHNOM PENH, KOMPAS — Sebaran hoaks atau kabar bohong di jagat media sosial menjadi keresahan bersama sejumlah negara di Asia Tenggara. Seruan bersama mengemuka dari Phnom Penh, Kamboja, guna melawan hoaks. Jurnalisme mesti dijadikan alat penangkal paparan kabar bohong yang bertebaran.
Seruan bersama itu merupakan hasil dari lokakarya bertajuk ”3rd Mekong Journalism Training Workhsop on The Role of Media in Combating Disinformation and Fake News in AI Context for Regional Peace, Stability, and Prosperity” di Phnom Penh, Kamboja, pada 5-6 Juni 2024. Lokakarya diadakan oleh International Relations Institute of Cambodia (IRIC), Royal Academy of Cambodia, dan Club of Cambodian Journalists.
Ajang itu diikuti lebih dari 70 peserta dari sejumlah negara di Asia Tenggara seperti Kamboja, Filipina, Malaysia, dan Indonesia. Latar belakang peserta cukup beragam, mulai dari jurnalis, akademisi, praktisi media, hingga perwakilan pemerintahan.
Direktur Jenderal IRIC Kin Phea menyampaikan, diskusi yang terjalin selama lokakarya itu cukup konstruktif. Apalagi para peserta terdiri dari berbagai latar belakang. Usulan dari setiap pihak menghasilkan rumusan yang komprehensif terkait isu sebaran hoaks yang banyak terjadi.
”Berbasis dari seruan bersama ini, sejumlah aksi nyata mesti dilakukan karena berita bohong dan disinformasi berdampak negatif buat masyarakat. Itu terjadi di banyak wilayah,” kata Kin saat diwawancara, Jumat (7/6/2024).
Terdapat 20 pokok poin dalam seruan bersama itu. Poin-poin itu ditujukan kepada empat pihak, yaitu media, pemerintah, ASEAN, dan pemangku kepentingan lainnya. Isinya terkait langkah-langkah yang mesti dilakukan untuk melawan sebaran hoaks dan disinformasi.
Standar etik tinggi
Selaku produsen informasi, media didorong memiliki standar etik yang tinggi dalam pembuatan konten. Pengecekan fakta harus selalu diutamakan. Dengan demikian, informasi yang dihasilkan akan akurat dan bisa dipertanggungjawabkan. Keadaan itu juga akan memosisikan media sebagai sumber berita yang tepercaya.
Sementara itu, pemerintah bertanggung jawab melakukan literasi media untuk warganya supaya tak mudah terjebak berita bohong. Mereka juga diminta menguatkan dan membaharui regulasi sehubungan kecerdasan buatan yang berpotensi memunculkan terjadinya berita manipulatif.
ASEAN turut disoroti mengingat permasalahan terkait hoaks hampir terjadi di sesama negara Asia Tenggara. Untuk itu, lembaga tersebut didorong agar menyediakan platform bersama guna melawan hoaks dan disinformasi.
”Memang belum bisa diketahui apakah seruan bersama ini akan langsung berdampak atau tidak. Namun, ini menunjukkan komitmen dan usaha bersama untuk memerangi masalah tersebut,” jelas Kin.
Direktur ASEAN Studies Center dan Center for Journalism Matthew Denver M Trinidad menyebutkan, dampak dari seruan itu hanya bisa dirasakan apabila para pemangku kepentingan mendengar dan menjadikannya sebagai referensi. Setiap peserta lokakarya juga bisa menjadi agen penyebar isi seruan tersebut.
”Kita bisa berbagi dengan komunitas, teman-teman, tetangga, sampai kolega dari industri media. Kita bisa bagikan segala yang kita dapatkan di sini,” kata Matthew, yang merupakan perwakilan peserta asal Filipina.
Memang belum bisa diketahui apakah seruan bersama ini akan langsung berdampak atau tidak. Namun, ini menunjukkan komitmen dan usaha bersama untuk memerangi masalah tersebut.
Menurut Matthew, jurnalisme seharusnya dimanfaatkan semaksimal untuk membentengi masyarakat dari paparan hoaks. Itu bisa dilakukan dengan menyuguhkan informasi yang berimbang dan terverifikasi. Jurnalis harus mengedepankan fungsinya untuk memvalidasi kabar bohong yang bertebaran.
Ia mengungkapkan, media sosial seakan menjadi ranah paling subur dalam menyebarkan hoaks. Berkaca dari praktik yang dilakukan di negaranya, media arus utama mengimbangi masifnya hoaks dengan memasuki pula area yang sama guna memeranginya.
”Kami sangat aktif untuk melawan fenomena ini. Maka, masuk ke media sosial bisa jadi salah satu cara untuk mengimbangi kondisi banyaknya berita bohong di ranah tersebut,” sebut Matthew.