Pertama di Indonesia, Terumbu Karang Raja Ampat Dilindungi Sistem ”Mooring”
Raja Ampat menjadi daerah pertama di Indonesia yang menggunakan sistem tambat kapal demi lindungi terumbu karang.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
WAISAI, KOMPAS — Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, resmi menggunakan sistem mooring, yakni fasilitas tambatan kapal untuk melindungi terumbu karang pada Jumat (7/6/2024). Upaya ini yang pertama kali di Indonesia, khususnya di kawasan konservasi perairan.
Dari pantauan Kompas, pemasangan sistem mooring atau alat tambatan kapal untuk berlabuh berlangsung di dua titik perairan, yakni Friwen dan Mioskun di Distrik Waigeo Selatan. Setiap alat mooring memiliki berat mencapai 430 kilogram.
Pemasangan alat mooring ini merupakan kolaborasi antara Konservasi Indonesia bersama Pemprov Papua Barat Daya serta Pemkab Raja Ampat. Pendanaan kegiatan pemasangan mooring oleh lembaga Global Fund for Coral Reefs.
Masyarakat di Pulau Friwen terlebih dahulu menggelar prosesi adat sebelum pemasangan mooring di dua titik ini. Mooring yang dilepaskan di Mioskun pada kedalaman 44 meter dan Friwen pada kedalaman 48 meter.
Proses pemasangan dua alat mooring menggunakan kapal landing craft transport (LCT). Proses pemasangan dua mooring tuntas sekitar pukul 13.00 WIT.
Papua Program Director Konservasi Indonesia (KI), Roberth Mandosir, saat ditemui seusai kegiatan ini, mengatakan, penggunaan mooring atau alat untuk tambatan kapal berlabuh sangat penting untuk melindungi kawasan konservasi Raja Ampat. Metode ini untuk pengamanan dan perlindungan 1.700 spesies terumbu karang di kawasan konservasi Raja Ampat yang mencapai 1,9 juta hektar.
Ia menyatakan, penggunaan mooring di kawasan konservasi Raja Ampat pertama kali di Indonesia. Hal ini menandai pendekatan baru dalam upaya untuk melindungi terumbu karang.
Pemasangan mooring di Raja Ampat menjadi proyek percontohan yang dapat diduplikasi di kawasan konservasi perairan lainnya. Proyek ini akan dievaluasi setelah enam bulan penggunaan mooring.
”Latar belakang penggunaan mooring karena banyak peristiwa kapal kandas dan nakhoda kapal yang melepaskan jangkar secara sembarangan. Aktivitas ini berdampak pada kondisi terumbu karang di Raja Ampat,” kata Robert.
Ia menuturkan, penggunaan fasilitas mooring di dua lokasi tersebut untuk kapal dengan ukuran tidak lebih dari 700 gros ton (GT). Penggunaan alat ini secara langsung membatasi kapal dengan ukuran di atas 700 GT untuk berlabuh di kawasan konservasi Raja Ampat.
Sebelumnya, kapal pesiar Caledonian Sky dengan ukuran 4.280 GT yang kandas menabrak terumbu karang di sekitar Pulau Manswar, di area konservasi Taman Wisata Perairan Raja Ampat, Papua Barat, pada 4 Maret 2017.
Kapal itu membawa 102 penumpang dan 79 kru. Tabrakan kapal itu mengakibatkan kerusakan terumbu karang di area seluas 1.600 meter persegi.
”Dengan penggunaan mooring, juga akan memberikan pendapatan tarif layanan bagi pemda setempat dan Badan Layanan Umum Daerah Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Raja Ampat,” kata Robert.
Ia menambahkan, idealnya diperlukan 107 alat mooring di kawasan konservasi perairan Raja Ampat. Konservasi Indonesia akan menginisiasi pemasangan lebih dari 30 unit alat mooring.
Cara efektif
Penjabat Sekretaris Daerah Pemprov Papua Barat Daya Johny Way mengungkapkan, 75 persen dari terumbu karang di dunia berada di Raja Ampat. Karena itu, katanya, penggunaan mooring sebagai salah satu cara yang efektif dalam pengelolaan serta perlindungan terumbu karang di Raja Ampat.
Ia memaparkan, Pemprov Papua Barat Daya juga telah memiliki sejumlah program perlindungan terumbu karang selain penggunaan mooring. Program lainnya adalah Jaga Laut, monitoring ekologis dan sosialisasi larangan penggunaan bom untuk menangkap ikan di tengah masyarakat.
”Kami berharap dengan penggunaan mooring dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi di Raja Ampat. Dengan menerapkan retribusi dari layanan mooring, akan menjadi pendapatan asli daerah bagi Pemprov Papua Barat Daya,” kata Johny.
Derek Wawiyai, salah satu tokoh masyarakat adat di Kampung Friwen, mengapresiasi penggunaan sistem mooring di kawasan konservasi perairan Raja Ampat. ”Dengan kegiatan ini, akan melindungi kekayaan laut kami, khususnya terumbu karang,” ujar Derek.