Hanya 18,5 Persen Anak Dapatkan Vaksin Polio di Papua, Puskesmas Belum Maksimal
Vaksinasi polio di Papua baru diberikan kepada 35.846 anak dari target 188.659 anak di delapan kabupaten/kota.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Cakupan Pekan Imunisasi Nasional atau PIN polio di Papua baru 18,5 persen. Padahal, tahap pertama PIN polio yang telah berjalan sejak 27 Mei 2024 ini menargetkan cakupan minimal 95 persen. Hal ini disebabkan sejumlah kendala, termasuk banyak puskesmas yang belum melaksanakan imunisasi.
Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Papua Elia Tabuni mengungkapkan, per 2 Juni 2024, PIN polio baru diberikan kepada 35.846 anak dari 188.659 anak yang ditargetkan di delapan kabupaten/kota. Adapun tahap pertama imunisasi yang berikan kepada anak 0-7 tahun ini akan berlangsung hingga akhir pekan ini.
”Dengan angka saat ini, cakupan kita masih sangat rendah. Banyak puskesmas yang belum jalan memberikan imunisasi kepada anak-anak,” kata Elia saat ditemui di Kota Jayapura, Papua, Senin (3/6/2024).
Kementerian Kesehatan kembali menggencarkan imunisasi setelah adanya temuan tiga kasus baru di Papua Tengah dan Papua Pegunungan. Selain itu, enam provinsi di Papua juga dinyatakan berisiko tinggi penularan virus polio.
Elia mengungkapkan, pelaksanaan imunisasi ini dibagi dalam dua tahap dengan dua jenis vaksin tetes, masing-masing novel oral polio vaccine type 2 (nOPV2) dan bivalen oral polio vaccine (bOPV). Puskesmas di tiap daerah akan melakukan imunisasi melalui sekolah, posyandu, hingga rumah ibadah.
”Padahal, dengan vaksin tetes, kami berharap cakupannya lebih luas karena anak-anak dan orangtua tidak takut dibandingkan dengan suntik. Tetapi, dengan situasi sekarang, di lapangan hasilnya masih jauh,” tuturnya.
Elia menunjukkan, capaian harian hanya berkisar 4.000-6.000 anak, jauh dari target yang ditetapkan, yakni sekitar 25.000 anak per hari. Sejauh ini, baru Kabupaten Sarmi yang memiliki cakupan di atas 50 persen, yakni 50,2 persen.
Sementara cakupan di kabupaten lain tergolong masih rendah, yakni Supiori (37,1 persen), Keerom (31,3 persen), Biak Numfor (29,9 persen), dan Kabupaten Jayapura (20,9 persen). Bahkan, ada daerah dengan cakupan masih di bawah 20 persen, di antaranya Kota Jayapura (11,7 persen), Kepulauan Yapen (7,4 persen), Waropen (6,9 persen), dan Mamberamo Raya (3,5 persen).
Elia turut menyayangkan, cakupan daerah seperti Kota Jayapura masih rendah. Padahal, dengan aksesibilitas dan fasilitas yang memadai sebagai ibu kota provinsi, seharusnya capaiannya bisa tinggi.
”Setelah kami audiensi, alasan utamanya puskesmas yang belum jalan karena proses reakreditasi hingga pergantian pejabat di birokrasi. Daerah lain juga masalahnya sama. Tetapi, seharusnya ini tidak bisa jadi alasan, imunisasi harus tetap berjalan,” ucap Elia.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kota Jayapura Ni Nyoman Sri Antari mengungkapkan, memang ada sejumlah kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan PIN polio ini. Ia menyebut, ada puskesmas yang belum berjalan karena proses reakreditasi yang membuat tenaga kesehatan berkurang.
”Namun, puskesmas yang belum jalan itu mulai minggu ini sudah berjalan. Sementara itu, untuk mengejar cakupan memasuki musim libur sekolah, maka akan kami maksimalkan pemberian vaksin di rumah ibadah,” ujarnya.
Capaian harian hanya berkisar 4.000-6.000 anak, jauh dari target yang ditetapkan, yakni sekitar 25.000 anak per hari.
Sri Antari menyebut, pihaknya melalui puskesmas terus mengejar capaian imunisasi ke sekolah-sekolah sebelum memasuki musim libur. Puskesmas Yoku, misalnya, pada Senin pagi melakukan imunisasi ke SDN Inpres Yoka Pantai serta PAUD di Kampung Yoka, Distrik Heram, Kota Jayapura.
Dalam pelaksanaannya, bidan Puskesmas Yoku, Marliaji, menuturkan, para tenaga imunisasi berpacu dengan waktu sebelum memasuki musim libur sekolah. Hal ini untuk mengantisipasi anak-anak akan bergeser ke daerah lain sehingga kemungkinan melewatkan pelaksanaan imunisasi ini.
”Selain kendala musim liburan sekolah, ada kendala juga dalam meng-input data karena banyak anak yang tidak mempunyai kartu identitas. Ini menghambat saat akan masukkan hasil imunisasi ke pusat data,” katanya.