Dua Tersangka Baru Kecelakaan Maut Subang, Ubah Dimensi Bus hingga Kelebihan Bobot 1 Ton
Modifikasi bus yang lebih besar dari aturan membuat kendaraan ini berbahaya jika dioperasikan.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Polisi kembali menetapkan dua tersangka baru terkait kecelakaan bus pariwisata di Subang, Jawa Barat, yang menewaskan 11 orang dan puluhan lainnya luka-luka, Sabtu (11/5/2024). Kedua tersangka mengubah dimensi bus menjadi lebih besar dari aturan yang ada sehingga berdampak pada kelebihan bobot hingga 1 ton.
Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jabar Komisaris Besar Wibowo menjelaskan, dua tersangka berinisial A sebagai pengelola bus dan AI sebagai pemilik bengkel karoseri dan pengelola bus Putera Fajar. Dari hasil pemeriksaan dan keterangan saksi, bus ini dianggap tidak layak jalan.
Bus tersebut membawa rombongan karya wisata dari SMK Lingga Kencana Depok dan terlibat kecelakaan maut di Jalan Raya Ciater, Sabtu (11/5/2024). Saat kejadian, bus mengalami kegagalan pengereman sehingga meluncur tidak terkendali lalu terguling dan terseret sejauh puluhan meter sehingga menewaskan 11 orang dan puluhan lainnya terluka.
”Dari hasil gelar perkara, kami menetapkan kembali dua tersangka yang patut diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum karena dengan sengaja melakukan kelalaian. Yang bersangkutan juga menyuruh sopir untuk membawa kendaraan dalam kondisi tidak laik jalan,” katanya, Rabu (29/5/2024).
Kelalaian tersebut mulai dari aspek kelayakan dari segi modifikasi kendaraan yang tidak memenuhi aturan dan administrasi. Bahkan, perubahan tersebut berdampak pada bobot bus yang bertambah hingga 1 ton sehingga berbahaya jika dioperasikan.
Wibowo menjelaskan, panjang bus yang terlibat kecelakaan ini seharusnya 11,6 meter. Namun, tersangka AI mengubahnya menjadi 12 meter atau lebih panjang 35 sentimeter. Tinggi bus yang seharusnya 3,6 meter diubah menjadi 3,85 meter atau lebih tinggi 25 sentimeter.
”Perubahan dimensi ini berpengaruh pada bobot kendaraan yang diperbolehkan seberat 10.300 kilogram. Perubahan dimensi ini merubah bobotnya menjadi 11.310 kilogram atau lebih berat 1.010 kilogram,” ujarnya.
Kondisi ini diperparah dengan pengereman yang tidak berfungsi dengan baik karena mengalami kendala. Menurut Wibowo, kompresor yang seharusnya hanya berisi angin ternyata berisi oli dan air. Berdasarkan pemeriksaan, minyak rem yang ada juga tidak layak dipergunakan, akibatnya tekanan angin tidak bisa menggerakkan hidrolik dengan maksimal sehingga rem tidak berfungsi dengan baik.
Bus Putera Fajar juga tidak memenuhi kelayakan administrasi untuk mengaspal. Masa berlaku uji berkala kendaraan atau KIR hanya sampai 6 Desember 2023. Padahal, tujuan KIR bagi kendaraan adalah untuk memberikan jaminan keselamatan secara teknis kepada para pengguna kendaraan bermotor.
Bahkan, bus ini sempat mengalami kebakaran pada 27 April 2024 dalam perjalanan pariwisata dengan nama Trans Maulana Jaya. Setelah kejadian itu, AI mengubah nama bus menjadi Putera Fajar Wisata sesuai usulan A.
Adapun bengkel AI tidak memiliki lisensi, bahkan mengubah dimensi hanya mengandalkan fotokopi surat keputusan rancang bangun yang dimiliki salah satu karoseri. Prosedur standar operasi (SOP) juga tidak dimiliki dan ada pengabaian saat A tidak memerintahkan sopir untuk tidak melanjutkan perjalanan meskipun ada laporan masalah di lapangan.
”PO Trans Putera Fajar Wisata tidak terdaftar di Kementerian Perhubungan. Nama asal tempel ini tidak menjadi bagian perusahaan otobus mana pun, tetapi menggunakan nama tidak terdaftar. PO ini ada di Jakarta, tetapi pada saat operasional ada di Jabar,” ujar Wibowo.
Berdasarkan bukti-bukti tersebut, kedua tersangka melanggar Pasal 311 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas, juncto Pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan atau Pasal 359 KUHP dengan ancaman pidana penjara 12 tahun atau denda 24 juta.
KIR mati
Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Aan Suhanan menyatakan, pihaknya menemukan sejumlah kendaraan dengan masa berlaku uji KIR yang sudah mati. Uji kendaraan berupa ramp check di 262 lokasi yang masuk dalam wilayah 16 kepolisian daerah ini menemukan 834 bus yang tidak laik dari total pemeriksaan 5.283 bus.
”Kejadian beruntun yang melanda bus pariwisata ini membuat kami bersama Kementerian Perhubungan melakukan ramp check, salah satunya di Bandung. Kami menemukan beberapa KIR yang mati serta ada beberapa kendaraan yang secara fisik dan teknis tidak laik jalan,” ujarnya.
Bagi bus yang tidak laik, kata Aan, tidak diperbolehkan untuk beroperasi sebelum diperbaiki. Dia juga mengingatkan masyarakat untuk mementingkan kelaikan bus saat ingin melakukan perjalanan. ”Jangan cari yang murah, tetapi tidak menjamin keselamatan,” ujarnya.