Unnes Tak Berlakukan Kenaikan UKT dan Iuran Pengembangan Institusi
Unnes mengumumkan pembatalan kenaikan UKT dan IPI. Sebelumnya, Mendikbudristek mengumumkan hal serupa.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Universitas Negeri Semarang di Jawa Tengah memutuskan untuk tidak memberlakukan kenaikan uang kuliah tunggal dan iuran pembangunan institusi atau IPI tahun 2024. Sebelumnya, wacana kenaikan UKT dan IPI itu ditolak oleh para mahasiwa di perguruan tinggi tersebut karena besaran kenaikannya dinilai tidak wajar dan memberatkan.
Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) S Martono mengumumkan bahwa pihaknya tidak memberlakukan kenaikan UKT dan IPI tahun 2024 melalui keterangan tertulisnya, Selasa (28/5/2024). Martono menyebut, keputusan itu dibuat setelah Unnes mencermati aspirasi dari berbagai pihak dan berdasarkan koordinasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
”Sebagai perguruan tinggi negeri yang taat asas, Unnes berkomitmen mewujudkan pendidikan berkualitas dan terjangkau sebagai ikhtiar mencerdaskan kehidupan bangsa,” kata Martono.
Menurut Martono, keputusan tersebut akan menimbulkan konsekuensi teknis terkait pembayaran UKT ataupun IPI. Aturan-aturan teknis yang berkaitan dengan hal tersebut akan segera diumumkan melalui media resmi Unnes.
Beberapa waktu terakhir, sejumlah mahasiswa Unnes gencar menyuarakan penolakan kenaikan UKT dan IPI. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unnes Sajiwo mengatakan, pembatalan kenaikan biaya pendidikan itu menandakan keputusan menaikkan UKT dan IPI yang semula diwacanakan tidak dikaji secara mendalam.
”Ini membuktikan bahwa apa yang kami kaji, yang kami resahkan terkait dengan biaya pendidikan betul terbukti bahwa ada semacam ketidaksiapan dari Kemendikbudristek untuk bisa menjelaskan alasan kenaikan biaya pendidikan. Kebijakan itu bisa dipatahkan gara-gara viral, artinya tidak ada kajian mendalam,” ucap Sajiwo.
Menurut Sajiwo, Unnes sempat mewacanakan kenaikan UKT untuk fakultas kedokteran. Besaran UKT yang awalnya maksimal Rp 22 juta hendak dinaikkan menjadi maksimal Rp 32 juta. Setelah BEM Unnes melakukan advokasi, wacana itu tidak dibatalkan. Namun, pihak kampus disebut Sajiwo telah berjanji untuk menerapkan besaran UKT maksimal Rp 22 juta.
Kenaikan juga diwacanakan untuk diterapkan pada IPI. Pada tahun 2023, IPI untuk semua fakultas selain fakultas kedokteran maksimal Rp 25 juta. Sementara untuk fakultas kedokteran maksimal Rp 150 juta.
”Di tahun 2024, semua IPI ditetapkan di angka Rp 70 juta sampai dengan Rp 100 juta untuk fakultas selain kedokteran. Sementara yang di fakultas kedokteran, seperti farmasi, gizi, kesehatan masyarakat, itu langsung naik berkali-kali lipat. Farmasi, misalnya, menjadi Rp 200 juta dan kedokteran menjadi Rp 250 juta,” tutur Sajiwo.
Kenaikan IPI itu dinilai Sajiwo memberatkan dan tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi wilayah. Jika disandingkan dengan besaran upah minimum Provinsi Jateng sebesar Rp 2.036.947 dan upah minimal Kota Semarang sebesar Rp 3.243.969, nilai IPI yang ditentukan, disebut Sajiwo, sangat tidak wajar.
Menurut Nadiem, kebijakan penentuan besaran harga UKT harus berdasarkan asas keadilan dan kewajaran. Dia memastikan hal itu akan betul-betul dilaksanakan setelah evaluasi tersebut.
Wacana kenaikan IPI dan UKT itu, menurut Sajiwo, merupakan dampak dari adanya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri serta penetapan perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN BH). Dua kebijakan itu diharapkan Sajiwo bisa dievaluasi total atau dihapuskan.
”PTN BH ini sebagai salah satu upaya kampus untuk bisa melepaskan sektor pendidikan tinggi dari tanggung jawabnya. Artinya, kampus ini dibuat menjadi semacam korporasi. Kami khawatir, kampus tidak bisa mandiri secara keuangan sehingga mau tak mau ambil dari kantong mahasiswa,” tutur Sajiwo.
Sebelumnya, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengumumkan pembatalan kenaikan UKT untuk tahun ini setelah dipanggil Presiden Joko Widodo ke Istana Merdeka, Jakarta, Senin (27/5/2024). Dia mengaku keputusan ini juga telah disepakati oleh para rektor PTN (Kompas.id, 27/5/2024).
Selanjutnya, Kemendikbudristek akan mengkaji sejumlah aturan yang dikeluhkan mahasiswa tersebut. Menurut Nadiem, kebijakan penentuan besaran harga UKT harus berdasarkan asas keadilan dan kewajaran. Dia memastikan hal itu akan betul-betul dilaksanakan setelah evaluasi tersebut.
”Jadi, untuk tahun ini, tidak ada mahasiswa yang akan terdampak dengan kenaikan UKT tersebut. Kami akan mengevaluasi satu per satu permintaan atau permohonan perguruan tinggi untuk peningkatan UKT, tetapi itu pun untuk tahun berikutnya,” ujar Nadiem.