Pemerintah Janji Tampung Aspirasi Koalisi Rakyat Soal Air
Forum Air Dunia dinilai belum menjawab persoalan akses air bersih yang tidak merata serta sanitasi yang masih buruk.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J, COKORDA YUDISTIRA
·3 menit baca
NUSA DUA, KOMPAS — Akibat pembubaran Forum Air Rakyat atau The People’s Water Forum, aspirasi sejumlah koalisi masyarakat terkait pengelolaan sumber daya air beserta akses terhadap air bersih dan sanitasi belum menjadi sorotan. Pemerintah berencana mengundang koalisi tersebut untuk menanyakan aspirasi mereka.
Sebelumnya, Forum Air Rakyat (PWF) yang diadakan di Denpasar, Bali, dibubarkan secara paksa oleh anggota organisasi masyarakat, Senin (20/5/2024). PWF mestinya berlangsung sepanjang 21-23 Mei 2024, beririsan dengan World Water Forum (WWF) atau Forum Air Dunia Ke-10 yang diadakan pada 18-25 Mei 2024 di Nusa Dua, Bali. Berdasarkan informasi laman resmi PWF, forum bertujuan untuk menyatukan jaringan dan gerakan keadilan air di dunia demi mencegah adanya agenda yang memasifkan privatisasi air dalam WWF.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menilai, kehadiran PWF itu hal yang biasa selama tidak mengganggu jalannya WWF. ”Kalau ada aspirasi, saya akan tanya, datangi, dan undang juga. Semua pihak sama. Semua boleh beribacara selama tidak anarkis. Saya juga diskusi dengan Pak Luhut (Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi), secara umum tidak dilarang berkegiatan asal tidak mengganggu,” tuturnya saat ditemui setelah menutup Forum Air Dunia Ke-10 di Nusa Dua, Jumat (24/5/2024).
Basuki melanjutkan, dia telah mendapatkan informasi mengenai PWF dan mendiskusikannya dengan Presiden Dewan Air Dunia (World Water Council) Loic Fauchon. Menurut Loic, PWF merupakan organisasi masyarakat yang tergolong garis keras. Namun, keduanya memutuskan untuk mengizinkan PWF masuk ke Indonesia dengan pengawasan supaya tidak ada provokasi ke masyarakat.
Di sisi lain, Direktur Yayasan Bintang Gana Bali I Nyoman Mardika yang menjadi panitia penyelenggara mengatakan, pelaksanaan PWF mengalami intimidasi dan tekanan sejak masa persiapan. Dia mengaku berulang kali didatangi aparat intelijen, baik dari Polri maupun TNI, yang menginginkan pelaksanaan PWF di Bali dibatalkan. ”Kalau toh diselenggarakan, kegiatan (PWF) diperkenankan setelah WWF berakhir,” kata Mardika dalam jumpa pers di Denpasar, Kamis (23/5/2024).
Dia menambahkan, dirinya sudah menyampaikan tidak ada unjuk rasa dalam kegiatan PWF kepada aparat yang mendatanginya. PWF juga bukan aksi yang merusak citra Bali. Hal positif dari WWF pun akan diapresiasi. Sebaliknya, jika ada hal yang perlu dikritik, PWF akan mengkritik.
Sementara itu, Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air M Reza Sahib berpendapat, WWF tidak menjawab persoalan akses air bersih yang tidak merata, sanitasi yang masih buruk, serta penyedotan air tanah yang makin masif. ”Krisis air di Indonesia adalah krisis manajemen dan krisis kebijakan karena negara tidak melayani hak warga negaranya,” ujarnya melalui siaran pers yang diterima, Kamis (23/5/2024).
Solidaritas masyarakat sipil dan akademisi di Bali menilai, permasalahan air dan sumber daya lainnya serta hak asasi manusia (HAM) di Indonesia sedang tidak baik-baik. Dalam pernyataan sikap yang diterima, Selasa (21/5/2024), aliansi masyarakat sipil dan akademisi muda di Bali mengecam tindakan intimidasi, kekerasan, dan pembubaran terhadap PWF. Pernyataan sikap itu dikonfirmasi I Nyoman Sukma Arida, yang turut dalam solidaritas masyarakat sipil dan akademisi Bali tersebut.
Ketidaksetaraan
Saat menutup WWF Ke-10, Wakil Presiden Dewan Air Dunia Eric Tardieu menggarisbawahi adanya ketidaksetaraan di dunia yang perlu menjadi perhatian. Ketidaksetaraan itu tecermin dari masyarakat yang tidak memiliki akses air minum yang aman dan sanitasi serta penduduk yang kesehatannya dipertaruhkan karena hanya bisa mendapatkan air dengan kualitas buruk.
Pernyataan itu sejalan dengan dokumen ”The United Nations World Water Development Report 2024: Water for prosperity and peace” yang menyatakan, per 2022 terdapat 2,2 miliar penduduk dunia yang tidak memiliki akses terhadap layanan air minum yang aman. Jumlah penduduk dunia yang tak memiliki akses sanitasi mencapai 3,5 miliar jiwa. Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs nomor 6 tentang air bersih dan sanitasi pun dinyatakan tersendat (off-track).
Oleh sebab itu, Eric menilai, WWF Ke-10 perlu menjamin keterjangkauan akses air bersih dan sanitasi kepada setiap orang. ”Kami ingin mendorong keterjangkauan itu melalui tata kelola lestari, menggandeng lebih banyak komunitas, dan membangun daya tahan terhadap perubahan lingkungan tanpa meninggalkan siapa pun,” ujarnya.
Deklarasi tingkat menteri
Di tengah penyelenggaraan, WWF Ke-10 mengesahkan deklarasi tingkat menteri yang menyatakan akan menerjemahkan komitmen di bidang pengelolaan sumber daya air serta mempercepat pencapaian SDGs nomor 6 ke kebijakan serta rencana aksi. Deklarasi itu turut melampirkan 113 proyek dan inisiatif di bidang itu dari beragam negara dan organisasi internasional dengan total nilai 9,4 miliar dollar AS.
Di sela WWF Ke-10, Basuki juga menyepakati pendanaan sistem penyediaan air minum wilayah Karian-Serpong dengan kapasitas 4.600 liter per detik. Targetnya, proyek ini dapat memberikan akses air minum kepada 1,84 juta penduduk di Tangerang dan Tangerang Selatan, Banten, serta Jakarta. Nilai proyek ini sekitar Rp 2,4 triliun.
Loic berencana mengadakan pertemuan dengan Basuki, Sabtu (25/5/2024), untuk mendiskusikan tindak lanjut WWF Ke-10. Menurut dia, solusi dan komitmen yang mengemuka dalam WWF Ke-10 tak boleh berhenti di acara penutupan.
Kementerian PUPR mencatat, terdapat 64.000 pengunjung dan peserta forum yang hadir sepanjang 20-24 Mei 2025 di WWF Ke-10. Dalam penutupan WWF Ke-10, Basuki dan Loic mengumumkan Arab Saudi akan menjadi tuan rumah WWF ke-11 pada 2027.