Luka di Kepala Jadi Penyebab Tewasnya Iko, Pelajar di Bandung yang Dianiaya Dua Temannya
Hasil pemeriksaan terhadap jenazah Iko menunjukkan ada keretakan di kepala akibat pukulan benda tumpul.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Seorang pelajar SMP di Kota Bandung, Jawa Barat, bernama Iko meninggal karena mengalami luka berat setelah dianiaya dua teman sekolahnya pada 6 April 2024. Dari hasil otopsi oleh tim dokter forensik, terungkap terjadi keretakan di bagian kepala korban karena terkena benda tumpul.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Bandung Ajun Komisaris Besar Abdul Rahman, Selasa (21/5/2024), mengatakan, kedua pelaku yang diduga menganiaya Iko berinisal G (17) dan AJ (15). Saat ini keduanya ditahan di lembaga pemasyarakatan khusus anak sejak ditangkap polisi pada 15 Mei 2024.
Abdul mengungkapkan, pihaknya melakukan ekshumasi atau penggalian kubur Iko di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Cigirinsing, Bandung, 16 Mei 2024. Upaya ini dilakukan agar tim dokter forensik dapat memeriksa dugaan penganiayaan terhadap korban.
Iko dianiaya oleh kedua pelaku pada 2 April 2024 di Jalan Pesantren, Arcamanik, Kota Bandung. Penganiayaan terjadi dua kali. Pertama G dan AJ memukul korban di perut, dada, dan sejumlah bagian tubuh lain.
Korban pun sempat diselamatkan temannya yang melerai aksi kedua pelaku. Korban diantar pulang ke rumah oleh temannya dengan sepeda motor.
Dalam perjalanan pulang, ternyata pelaku G juga mengikuti korban dengan sepeda motor dan memukul cukup keras kepala korban menggunakan tongkat yang biasa disebut bottom stick.
Korban pun mengerang kesakitan akibat pukulan bottom stick yang diayunkan pelaku G ke kepalanya. Saat tiba di rumah, korban mengeluh sakit di kepalanya dan tak sadarkan diri.
Dugaan sementara motif aksi penganiayaan adalah pelaku G diduga sakit hati karena korban merupakan anak yang pandai dan berpenampilan menarik sehingga disukai banyak siswi.
”Orangtua korban membawa Iko ke rumah sakit setempat. Kemudian korban dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Beberapa hari kemudian, tepatnya tanggal 6 April, korban meninggal dunia,” ujar Abdul.
Abdul menuturkan, dari hasil pemeriksaan tim dokter forensik yang melakukan otopsi, ditemukan bagian kepala yang bengkak. Pembengkakan terjadi pada bagian atas dan belakang kepala.
Ia pun mengungkapkan, dugaan sementara motif aksi penganiayaan adalah pelaku G diduga sakit hati karena korban merupakan anak yang pandai dan berpenampilan menarik sehingga disukai banyak siswi.
Kedua pelaku dijerat dengan Pasal 170 Kitab Hukum Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang tindakan kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama. ”Keduanya juga dijerat dengan Pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002,” ujarnya.
Ribuan kasus
Pelaksana Tugas Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana Jabar Anjar Yusdinar memaparkan, rentan terjadi kasus kekerasan terhadap anak di Jabar. Seperti pada 2023, terjadi 1.696 kasus kekerasan anak.
Anak yang menjadi korban kekerasan tahun 2023 terdiri dari 1.379 korban perempuan dan 602 korban laki-laki. Tiga daerah di Jawa Barat dengan kasus kekerasan terhadap anak paling banyak sepanjang tahun 2023 adalah Kota Depok (221 kasus), Kota Bandung (208 kasus), dan Kabupaten Bekasi (169 kasus).
Sementara dari data pada Januari hingga April 2024, terdapat 338 kasus kekerasan terhadap anak di Jabar. Jumlah korban sebanyak 404 anak, terdiri dari 251 korban perempuan dan 153 korban laki-laki.
Jenis kekerasan yang dialami anak di Jabar meliputi kekerasan seksual, perundungan, kekerasan psikis, penelantaran, kekerasan fisik, eksploitasi, dan perdagangan anak. Dari beragam jenis kekerasan, kasus tertinggi pada tahun 2023 adalah kekerasan seksual, sebanyak 1.120 kasus. Jenis kekerasan yang sama mendominasi dari Januari hingga April tahun ini, yakni mencapai 245 kasus.
”Jumlah anak yang menjadi korban kekerasan di bawah 1 persen dari sekitar 15 juta anak di Jawa Barat. Namun, kita tak menyepelekan jumlah ini karena setiap anak sangat berharga dan tak boleh menjadi korban kekerasan,” kata Anjar.