Desa Wisata Cibuntu: Indah Alamnya, Ramah Warganya
Desa Cibuntu di Kuningan, Jawa Barat, menjelma menjadi desa wisata dan salah satu penginapan terbaik di Asia Tenggara.
Di Desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, pengunjung tidak hanya merasakan keindahan alam, tetapi juga keramahan warganya. Tidak mengherankan, daerah bekas galian C ini menjelma sebagai desa wisata dan menjadi salah satu penginapan terbaik di Asia Tenggara.
Wajah Kumairah (70) berseri menyambut tamu di rumahnya, Rabu (1/5/2025) sekitar pukul 17.00 WIB. Ia langsung mempersilakan mereka duduk di kursi yang bersih dan empuk. Di atas meja, tersaji biskuit dan air mineral.
Kumairah pun telah menyiapkan dua tempat tidur untuk tamunya yang akan menginap. Setiap kamar bisa ditempati dua orang dewasa. Selimut dan bantal tertata rapi di ruangan berukuran 3 meter x 4 meter. Meski tak ada pendingin ruangan, kamar itu terasa sejuk.
Tidak hanya karena lokasinya di kaki Ciremai, gunung tertinggi di Jabar dengan ketinggian 3.078 meter di atas permukaan laut. Kesejukan juga datang dari keramahan pemilik rumah terhadap tamunya. Kumairah, misalnya, tidak segan mengajak tamunya ngobrol santai.
Lihat juga:
Sejam kemudian, ia mulai memasak untuk makan malam. Kumairah menyiapkan ayam yang telah diungkep kunyit selama 30 menit dan menggoreng tahu serta tempe. Aroma harum pun tercium hingga ke ruang tamu. Ada juga sayur asem bening dan sambal terasi tersaji di meja.
Para tamu pun menikmati masakan itu dengan lahap. Setelah perut kenyang, Kumairah bersama anak dan cucunya mengobrol dengan para tamu sambil menonton televisi di ruang keluarga. Sebuah pemandangan yang jarang tampak pada rumah di perkotaan.
Pelayanan hangat dari Kumairah dan keluarganya itu tidak datang begitu saja. Warga Cibuntu mulai menjadikan rumahnya sebagai penginapan atau homestay pada 2012, seiring penetapan desa wisata oleh pemerintah kabupaten. Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, Jakarta, turut melatih warga menyambut tamu.
”Kami mendapatkan pelatihan sikap menyambut tamu hingga menyiapkan fasilitas yang dibutuhkan tamu dengan memadai dan bersih. Sekarang, kalau ada tamu (saya) sudah biasa, enggak grogi lagi,” ucap nenek dua cucu ini.
Baca juga: Wisata Memecah Kebuntuan di Cibuntu
Een Ratnasih (48), warga yang mengoordinasi pembagian homestay, mengatakan, awalnya hanya ada 15 penginapan di Cibuntu. Namun, warga terus mengajukan rumahnya jadi homestay. Kini, dari sekitar 200 rumah di desa, sekitar 70 rumah dijadikan penginapan. Di dindingnya tertulis ”homestay”.
Syaratnya tidak muluk-muluk, yang penting rumahnya bersih dan penghuninya ramah. Fasilitas lain, ada kamar khusus tamu.
”Dulu, kalau ada tamu di rumah, warga biasa saja, enggak bersih banget. Sekarang, semut satu pun diambil. Semua dilap bersih, ha-ha-ha,” katanya.
Bahkan, Homestay Teratai 3 milik Bu Narjo masuk dalam ASEAN Homestay Standard 2017-2019. Rumah singgah ini membawa Cibuntu meraih peringkat kelima terbaik di tingkat Asia Tenggara pada 2016 di bidang homestay. Penginapannya punya lahan parkir, pintu dan ruang tamu khusus, dan satu lantai ada lima kamar.
Menariknya, warga sepakat menerapkan sistem pemerataan. Jika Bu Narjo mendapatkan tamu hari ini, maka pada pemesanan berikutnya, giliran homestay warga yang lain. Itu sebabnya, semua pengunjung yang ingin menginap harus melalui BUMDes. Harganya pun standar, Rp 250.000 per malam per kamar dengan sarapan.
Berkemah
Selain menikmati penginapan di rumah warga, pengunjung juga bisa merasakan tidur di tenda dengan suasana alam terbuka Cibuntu. Harga paket kemah ini beragam, mulai dari Rp 200.000 hingga Rp 350.000 per orang. Di tenda terdapat bantal, selimut, tempat tidur, listrik, dan penerangan.
Wisatawan bisa mengakses kolam renang di area perkemahan. Saat malam tiba, beberapa bola lampu bercahaya. Namun, bintang lebih tampak bersinar. Irama jangkrik dan tonggeret terdengar dari balik pepohonan. Tidak ada ribut klakson, apalagi polusi cahaya gedung.
”Tenda kami bisa menampung 120 orang. Tapi, kalau mau lebih interaksi dengan warga, kami tawarkan ke homestay,” ucap Adang Sukanda, Direktur BUMDes Cibuntu. Homestay juga bisa menampung hingga 300 orang, seperti saat Cibuntu kedatangan sejumlah sekolah dari Bandung.
Di Kuningan banyak obyek wisata bagus yang dikelola pemodal. Tapi, di sini, desa wisata yang memberdayakan warganya.
Selain menginap, pengunjung juga bisa mengikuti tur kampung, seperti ke situs Bujal Dayeuh yang berisi peti kubur batu, kapak genggam, gelang, dan kelenting. Benda itu diperkirakan berasal dari kebudayaan megalitikum, sekitar 3.500 sebelum tarikh Masehi.
Lalu, wisatawan bisa menuju mata air Kahuripan, kampung domba, hingga trekking ke Curug Gongseng, air terjun setinggi 15 meter. Di sana, pengunjung bisa merasakan segarnya kucuran air yang bening.
”Selama tur, peserta juga bisa menanam bambu betung,” ungkapnya.
Dengan berbagai potensi pariwisatanya, Cibuntu kedatangan tamu hingga 1.000 orang. Tidak hanya wisatawan, pelajar, mahasiswa, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno dan artis Cinta Laura juga pernah berkunjung. Dampak ekonomi pun dirasakan warga.
”Awal tahun ini, saat homestay penuh, ratusan juta rupiah diterima warga. Kontribusi wisata ke desa tahun lalu Rp 40 juta,” ujar Adang. Sejak 2021, pihaknya juga kerap menyalurkan sembako kepada sejumlah keluarga di Cibuntu.
Kedatangan ribuan orang ke Cibuntu turut mempromosikan ternak warga, apalagi menjelang Idul Adha. ”Domba-domba ini seperti tabungan bagi kami. Apalagi, kunjungan wisatawan ke Desa Cibuntu itu membuat kami lebih dikenal. Banyak pembeli dari luar tahu desa ini dan akhirnya membeli domba di sini,” kata Amar (43).
Sebelumnya, ia menjadi pengojek daring dan bekerja serabutan di luar Kuningan. Akibat pandemi Covid-19, ia pulang kampung dan menekuni ternak domba. Kini, ia punya 12 domba dan optimistis bisa membawa anaknya yang usia 13 tahun ke jenjang pendidikan tinggi.
Warga lain juga menikmati hasil desa wisata. Apalagi, domba di sana ada 1.200 ekor, sedangkan jumlah warganya hanya 996 jiwa. ”Saya saja di rumah cuma ada lima orang. Di kandang, ada 23 ekor,” kata Suminta (51), peternak, tersenyum.
Bekas tambang
Belasan tahun lalu, tempat kemah hingga kolam renang merupakan area galian pasir dengan luas lebih dari 2 hektar dan tinggi 20 meter. Pada 2011, Awam, Kuwu (Kepala Desa) Cibuntu saat itu, bersama tokoh masyarakat, seperti H Jojo, memastikan tidak ada lagi penggalian pasir.
Perlahan, bekas tambang pun disulap menjadi kawasan hijau yang mendatangkan wisatawan. Namun, bukan hanya keindahan alam desa yang dibangun, melainkan juga kemampuan warganya dengan berbagai pelatihan.
”Di Kuningan banyak obyek wisata bagus yang dikelola pemodal. Tapi, di sini, desa wisata yang memberdayakan warganya,” ucap Kuwu Cibuntu Dadi Kurniadi. Anak-anak saja sudah berpartisipasi dengan memanggungkan tari hingga bermain gamelan.
Sensasi Cibuntu bukan hanya panorama sawah terasering, peternakan, dan seni budaya, melainkan juga interaksi dengan warganya. ”Kami tidak menganggap pengunjung ini sekadar tamu, tetapi saudara yang pulang kampung. Jadi, bisa saling berinteraksi,” ungkap Dadi.
Baca juga: Panen Ubi Manohara dan Padi Inpari 32 di Desa Cibuntu
Tidak mengherankan, Cibuntu meraih sejumlah penghargaan, seperti peringkat kedua Desa Wisata Terbaik di Indonesia dalam ajang Community Based Tourism (CBT) tahun 2017 dan Desa Mandiri Inspiratif dalam ajang Anugerah Desa Wisata 2021.
Akan tetapi, masih ada tantangan ke depan, antara lain jumlah warga Cibuntu yang kurang dari 1.000 orang, sinyal telekomunikasi yang belum optimal, dan akses jalan yang belum memadai untuk banyak bus. Namun, Cibuntu punya peluang besar tetap bersinar sebagai desa wisata.
Apalagi, berbagai infrastruktur, seperti Bandara Internasional Jabar Kertajati di Majalengka, yang hanya 1,5 jam dari Cibuntu, telah berdiri. Paling penting, Cibuntu punya alam yang indah dan warga yang ramah.