Bersuara Lantang soal Tambang Timah Ilegal, Yudi Amsoni Didatangi Polisi
Karena suara lantang mengenai tambang timah ilegal, Yudi Amsoni didatangi polisi dan diintimidasi keluarga petambang.
Penambangan timah ilegal telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan parah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Hal itu menimbulkan keresahan di kalangan pejuang lingkungan provinsi bermoto ”Serumpun Sebalai” tersebut.
Salah satu yang lantang bicara soal kerusakan lingkungan itu adalah Yudi ”Senga” Amsoni (46), nelayan sekaligus pegiat lingkungan asal Desa Sukamandi, Kecamatan Damar, Kabupaten Belitung Timur, Kepulauan Bangka Belitung.
Bahkan, suara lantang Yudi dalam program 60’ Special Report berjudul ”Jejak Tamak Korupsi Tambang Timah Rp 271 T” yang disiarkan Kompas TV, Minggu (12/5/2024), membuatnya didatangi polisi.
Yudi didatangi tim gabungan Polres Belitung Timur dan Polsek Manggar, lalu Yudi dibawa ke hadapan para petambang liar yang tak jauh dari kediamannya. Setelah itu, rumah Yudi digeruduk warga keluarga petambang yang sebagian mengeluarkan perkataan intimidasi.
Baca juga: Hasil Timah Hanya Nikmat Sesaat bagi Warga
”Ga punya nyali penegak hukum. Pak Kapolri ga punya nyali, nih petambang ilegal di desa saya, hancur bakau saya. Apakah ada aktor intelektual di belakang illegal mining (penambangan ilegal) di Belitung Timur ini? Apakah dia seorang tokoh besar sehingga illegal mining ini terus berjalan? Hancur Pak. Ini desa wisata. Ini bakau semua, mangrove yang katanya dilindungi di dunia,” ujar Yudi dalam salah satu segmen ”Jejak Tamak Korupsi Tambang Timah Rp 271 T”.
Ternyata, pernyataan itu berefek panjang. Yudi saat dihubungi dari Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (15/5/2024) malam, mengatakan, pada Senin (13/5/2024) atau sehari setelah program televisi itu ditayangkan, tim gabungan Polres Belitung Timur dan Polsek Manggar yang dipimpin Kabag Ops Polres Belitung Timur Ajun Komisaris Yandri C Akip mendatangi rumahnya.
Rombongan itu datang menggunakan enam mobil. Jumlah personelnya diperkirakan 25-30 orang.
Mereka mendatangi rumah Yudi di Desa Sukamandi sekitar pukul 14.00. Saat itu, Yudi sedang beristirahat karena tubuhnya kurang fit. Sesampai di rumah Yudi, tim gabungan itu mengajak Yudi ke lokasi tambang ilegal yang dikeluhkannya.
Di lokasi yang berjarak sekitar 8 kilometer dari rumahnya tersebut, Yudi dihadapkan pada 26 petambang liar. Lalu, Yandri menyampaikan bahwa Yudi adalah sosok yang melaporkan penambangan di sana.
”Di hadapan para petambang liar, Kabag Ops bilang, ini pelapornya, aktivis lingkungan Yudi Senga. Secara kode etik, kepolisian harusnya melindungi saya, terlepas saya tidak melapor secara langsung (resmi). Dalam situasi itu, saya sudah tidak ada perlindungan sama sekali. Saya seolah diobral bahwa saya yang menyebabkan para petambang liar itu ditangkap. Padahal, sejak dua-tiga tahun lalu, saya sudah aktif melaporkan penambangan ilegal itu, tetapi tidak ada langkah tegas. Sekarang, setelah berita kemarin viral, mereka (aparat) justru seolah mengobral saya,” kata Yudi.
Saya seolah diobral bahwa saya yang menyebabkan para petambang liar itu ditangkap. Padahal, sejak dua-tiga tahun lalu, saya sudah aktif melaporkan penambangan ilegal itu, tetapi tidak ada langkah tegas. Sekarang, setelah berita kemarin viral, mereka (aparat) justru seolah mengobral saya.
Kemudian, Yandri seolah menantang Yudi apakah berniat berjaga di sana 24 jam sehari. ”Apa Pak Yudi mau di sini 24 jam? Saya pasang anggota di sini sekalian temani Pak Yudi supaya tidak ada lagi illegal mining. Satu kali 24 jam, atau setiap hari, satu hari satu malam ditungguin di sini, biar aman, biar polisi kerja,” tutur Yudi mengulangi perkataan Yandri.
Diintimidasi keluarga petambang
Sekitar pukul 17.00, tim gabungan itu mengantar Yudi kembali ke rumahnya. Tak lama sesampai di rumah, tepatnya sekitar pukul 18.00, satu per satu warga dari keluarga para petambang yang sempat ditemui Yudi mendatangi rumahnya. Sebagian besar warga itu berstatus istri dari petambang liar yang datang sendiri ataupun bersama anak mereka. Sebagian lagi orangtua dari petambang tersebut.
Ada belasan orang yang berdatangan dari Senin magrib hingga malam dan Selasa (14/5/2024) pagi. Mereka menuntut Yudi bertanggung jawab atas laporannya yang membuat aktivitas penambangan bersangkutan ditertibkan aparat. Tak sedikit yang menggunakan perkataan yang mengintimidasi.
”Mereka minta tuntutan saya dicabut. Kalau tidak, saya diminta bertanggung jawab untuk membiayai makan mereka sehari-hari dan membiayai sekolah anak-anak mereka. Situasi ini seolah ada yang menggiring opini kepada mereka (warga) bahwa saya biang keladi masalah yang mereka alami. Padahal, saya tidak pernah membuat laporan apa pun. Penertiban tambang ilegal itu terjadi karena berita kemarin viral. Penertiban itu masuknya ranah pidana yang jadi wewenang aparat, bukan saya,” ujar Yudi.
Baca juga: Tambang Timah Ilegal Masih Beraktivitas karena ”Kolektor” Berkeliaran
Pada Selasa, sekitar pukul 14.00, giliran tim dari Polda Bangka Belitung yang mendatangi rumah Yudi. Kendati demikian, tim yang beranggotakan 10 personel itu bersikap jauh lebih baik. Mereka datang dan berbicara dengan sikap serta perkataan yang sopan santun.
Sama seperti tim gabungan Polres Belitung Timur dan Polsek Manggar sebelumnya, tim Polda Bangka Belitung mengajak Yudi ke lokasi tambang ilegal yang dikeluhkannya.
Sesampai di lokasi, sudah tidak ada sama sekali aktivitas penambangan. Akhirnya, tim Polda Bangka Belitung hanya meminta Yudi berkoordinasi kalau kembali menemukan kegiatan penambangan ilegal.
”Dalam kesempatan itu, melalui Kabid Humas (Komisaris Besar Jojo Sutarjo), Polda Babel menegur Kapolres Belitung Timur dan Kabag Ops Polres Belitung Timur. Keduanya meminta maaf kepada saya, tetapi dampak yang mereka buat kemarin sudah terjadi. Di mata masyarakat petambang, saya sudah dicap sebagai penyebab masalah mereka,” kata Yudi.
Yudi aktif sebagai pejuang lingkungan sejak 2016 saat penambangan timah ilegal merambah dan merusak daerah aliran air (DAS) di kawasan Desa Sukamandi.
Aktivitas penambangan itu membuat sumber air bersih tercemar, ikan semakin langka, tutupan hutan menghilang, dan masih banyak lainnya. Intinya, bertahun-tahun timah dikeruk, tetapi lebih banyak menimbulkan kerugian untuk Belitung secara khusus dan Bangka Belitung secara umum.
Saya sadar apa yang saya perjuangkan risikonya besar, hilang atau dihilangkan. Tetapi, saya tidak akan mundur. Harapan saya, apa yang saya perbuat dapat memotivasi generasi penerus agar bisa bermanfaat untuk orang banyak.
Untuk mencegah dampak kerusakan semakin masif, Yudi aktif melakukan upaya konservasi lewat penanaman bakau dan bersuara mengenai isu lingkungan.
”Saya sadar apa yang saya perjuangan risikonya besar, hilang atau dihilangkan. Tetapi, saya tidak akan mundur. Harapan saya, apa yang saya perbuat dapat memotivasi generasi penerus agar bisa bermanfaat untuk orang banyak,” ujar Yudi.
Mengecam keras
Sejumlah aktivis lingkungan mengecam keras perbuatan kurang menyenangkan oknum aparat kepada Yudi tersebut. Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (ForDAS) Bangka Belitung Fadillah Sabri saat dihubungi dari Palembang, Kamis (16/5/2024), menuturkan, dirinya sangat menyesalkan tindakan oknum aparat tersebut.
”Saya sudah minta kepada Pak Ismail, Ketua I ForDAS, untuk menangani (insiden itu) karena beliau yang membidangi hukum dan advokasi,” ujar Fadillah yang juga menjabat Rektor Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung.
Kepedulian yang hampir sama ditunjukkan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bangka Belitung. ”Kami belum ada pernyataan sikap mengenai insiden yang dialami Bang Yudi. Tetapi, kami sudah menelepon kawan-kawan Walhi di Belitung untuk mengawal Bang Yudi,” kata Ketua Walhi Bangka Belitung Ahmad Subhan Hafiz.
Baca juga: Apakah Mungkin Bangka-Belitung Lepas dari Ketergantungan Timah?
Sebagaimana berita Kompas.id, 30 April 2024, pejuang lingkungan seperti Yudi sangat rentan mengalami kriminalisasi dan persekusi yang bisa berujung kepada kekerasan serta dampak terburuk menyebabkan kematian. Berdasarkan data Auriga Nusantara, sepanjang 2014-2023, tercatat 133 kasus kekerasan dan kriminalisasi yang menimpa pejuang lingkungan.
Dari ratusan kasus yang tercatat, 62 persen adalah kasus kriminalisasi. Jenis ancaman lainnya adalah kekerasan fisik, intimidasi, pembunuhan, perusakan properti, dan imigrasi atau deportasi. Kasus kriminalisasi dilakukan menggunakan berbagai instrumen hukum, mulai dari KUHP, UU Minerba, hingga UU ITE.
Padahal, pejuang lingkungan adalah bagian tak terpisahkan dalam upaya menciptakan pelestarian lingkungan secara berkelanjutan. Mereka merupakan individu dan kelompok yang sadar dan berdedikasi tinggi terhadap perlindungan lingkungan.
Kerusakan lingkungan adalah kerugian besar bagi umat manusia karena hilangnya ruang hidup dan penghidupannya. Hal itu seperti dampak yang ditimbulkan dari kasus korupsi tata kelola pertambangan timah pada wilayah izin usaha pertambangan PT Timah 2015-2022 yang merugikan negara Rp 271 triliun. Kasus itu sedang ditangani Kejaksaan Agung sejak Oktober 2023.
Baca juga: Korupsi Timah dan Momentum Menyelamatkan Keberlanjutan Hidup di Bangka-Belitung
Klarifikasi kepolisian
Kabid Humas Polda Bangka Belitung Komisaris Besar Jojo Sutarjo saat dihubungi pada Kamis menjelaskan, tujuan kepolisian mendatangi rumah Yudi kemarin untuk mengantisipasi dampak pemberitaan penambangan ilegal tersebut. Apalagi lokasi rumah Yudi dan penambangan ilegal serta rumah para petambang itu berdekatan.
”Kapolres Belitung Timur dan Kapolsek Manggar kemarin justru diminta melakukan penertiban di lokasi penambangan ilegal tersebut. Akhirnya, kami bisa mengamankan 10 petambang liar. Setelah itu, polres dan polsek di sana diminta melindungi Yudi dari ekses penertiban tersebut,” tuturnya.
Pada intinya, Jojo mengatakan, kepolisian menanggapi positif kegiatan aktivis lingkungan seperti Yudi karena mereka menyuarakan kebenaran. Hanya saja, kepolisian meminta para aktivis lingkungan memikirkan pula keselamatan mereka masing-masing. Caranya, mereka diimbau tidak mengambil tindakan sendiri karena akan berisiko langsung terhadap keselamatan mereka yang diakibatkan oleh petambang liar.
Para aktivis lingkungan diminta membuat laporan resmi ke kepolisian kalau menemukan kegiatan penambangan ilegal. ”Selama ini, Yudi melaporkan kegiatannya ke media sosial, tidak pernah membuat laporan resmi ke kepolisian. Hal itu justru berisiko untuk keselamatannya karena di luar kontrol kepolisian kalau ada respons dari para petambang,” ujar Jojo.
Selama ini, Yudi melaporkan kegiatannya ke media sosial, tidak pernah membuat laporan resmi ke kepolisian. Hal itu justru berisiko untuk keselamatannya karena di luar kontrol kepolisian kalau ada respons dari para petambang.
Jojo memastikan, kepolisian tidak tinggal diam terhadap aktivitas penambangan ilegal. Hanya saja, selama ini, para petambang itu seperti bermain kucing-kucingan. Saat ada upaya penertiban, para petambang bisa kabur dan menghilang dengan cepat, terutama yang menggunakan perahu mesin robin di perairan.
Di sisi lain, jumlah petambang liar sangat banyak. Di sekitar rumah Yudi, misalnya, diperkirakan ada 100 petambang liar. Mereka beraktivitas sendiri-sendiri sehingga semakin menyulitkan pengawasan dan penertibannya.
”Sudah beberapa kali petambang-petambang itu ditertibkan, tetapi mereka cepat kabur. Nanti, setelah ada penertiban, mereka muncul lagi. Mungkin, Yudi juga kesal melihat situasi tersebut sehingga terucap kata-kata seperti di Kompas TV kemarin,” kata Jojo.
Baca juga: Mahalnya Harga yang Harus Dibayar Para Pejuang Lingkungan