Kompolnas: Jangan Hanya Sopir yang Jadi Tersangka Terkait Kecelakaan Subang
Kompolnas meminta kepolisian tak hanya menjadikan sopir sebagai tersangka dalam kecelakaan bus di Subang.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Komisi Kepolisian Nasional meminta proses hukum terkait kecelakaan bus Trans Putera Fajar pada Sabtu (11/5/2024) di Kabupaten Subang, Jawa Barat, dilakukan secara komprehensif. Polisi diminta tak hanya menjadikan sopir bus bernama Sadira sebagai tersangka tunggal dalam peristiwa yang menewaskan 11 orang dan membuat 53 orang lain luka-luka itu.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Albertus Wahyurudhanto mengatakan, dalam penanganan kasus kecelakaan maut di Jalan Raya Ciater, Subang, muncul kesan sopir bus Trans Putera Fajar menjadi satu-satunya orang yang disalahkan.
Padahal, bus itu diduga mengalami masalah terkait rem. Selain itu, bus tersebut juga belum menjalani pengecekan uji kelaikan kendaraan atau KIR sejak tahun lalu. Oleh karena itu, Albertus menilai, pemilik perusahaan bus seharusnya juga bertanggung jawab dalam peristiwa itu.
Hal ini karena pemilik perusahaan bertanggung jawab penuh dalam pembinaan pengemudi, pengurusan uji kelaikan kendaraan, dan penyediaan peralatan atau komponen kendaraan agar laik jalan.
”Selama ini, perusahaan angkutan dalam peristiwa kecelakaan hanya dikenai sanksi administratif, misalnya pencabutan izin. Menurut kami, hal ini tidak tepat. Perusahaan jangan hanya mencari untung dan terkesan menyalahkan sopir,” ujar Albertus saat diwawancarai via telepon dari Bandung, Rabu (15/5/2024)
Sebelumnya diberitakan, bus bernomor polisi AD 7524 OG itu mengangkut 61 penumpang yang merupakan rombongan pelajar dan guru SMK Lingga Kencana, Kota Depok, Jabar. Kendaraan ini dalam perjalanan pulang dari Bandung menuju Depok via Jalan Tol Cipali.
Bus yang dikemudikan Sadira ini hilang kendali dan terbalik saat melewati jalan menurun pada Sabtu pekan lalu pukul 18.45 WIB. Bus menabrak sebuah mobil dan tiga sepeda motor.
Sebanyak 11 orang tewas di lokasi kejadian dan 53 orang terluka. Sebanyak 10 korban tewas adalah penumpang bus, sedangkan satu korban adalah pengemudi motor yang tertabrak bus yang tergelincir di jalan.
Dari hasil olah tempat kejadian perkara, tidak ditemukan bekas rem, tetapi terdapat gesekan antara bus dan aspal. Penyidik dari Polda Jabar dan Polres Subang juga menemukan kegagalan sistem rem pada bus yang telah berusia 18 tahun ini.
Albertus mengungkapkan, masih terdapat kelemahan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), khususnya Pasal 234 Ayat (1). Pasal itu menyatakan, pemilik kendaraan atau angkutan umum hanya bertanggung jawab atas kerugian yang diderita penumpang atau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi.
Adapun Pasal 228 UU LLAJ menyebutkan, tata cara penanganan kecelakaan lalu lintas diatur dengan peraturan Kapolri. Namun, pembuatan peraturan Kapolri sesuai amanat UU LLAJ dalam Pasal 228 belum direalisasikan hingga kini.
”Kompolnas akan mendorong Polri untuk mengubah paradigma dalam penanganan kasus kecelakaan lalu lintas. Harapannya, ada terobosan dalam penegakan hukum dan ada sanksi pidana yang memberikan efek jera bagi pemilik angkutan umum seperti bus,” tutur Albertus yang juga Guru Besar Ilmu Pemerintahan Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian itu.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno menyatakan, Pasal 315 UU LLAJ sebenarnya mencantumkan adanya sanksi pidana bagi perusahaan angkutan umum. Sanksi pidana itu terkait kendaraan yang dikemudikan sopir tanpa melalui pengujian KIR.
Djoko pun menyayangkan tindakan Polda Jabar yang hanya menetapkan Sadira sebagai tersangka dalam kecelakaan bus di Subang. Menurut dia, sopir selalu menjadi tumbal dalam setiap kecelakaan bus dan truk di Indonesia.
”Pengurusan izin KIR itu tanggung jawab pemilik bus, bukan sopir. Kendaraan yang tidak melalui uji KIR berarti rentan kondisinya tidak laik jalan,” kata Djoko.
Selama ini perusahaan angkutan dalam peristiwa kecelakaan hanya dikenai sanksi administratif, misalnya pencabutan izin. Menurut kami, hal ini tidak tepat.
Fokus sopir
Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Subang Ajun Komisaris Undang Hidayat mengatakan, pihaknya saat ini masih berfokus menyelidiki tersangka Sadira. Hal ini sesuai dengan hasil penyelidikan di lapangan serta pemeriksaan saksi dan fisik bus.
”Saat ini kami fokus menyiapkan berkas penyidikan tersangka untuk dilimpahkan ke pihak kejaksaan,” ucap Undang.
Dari hasil pemeriksaan 13 saksi, Sadira terbukti mengetahui ada masalah pada sistem rem saat bus berhenti di area wisata Gunung Tangkubanparahu dan Rumah Makan Budi Ajun di Ciater. Sayangnya, sopir asal Bekasi, Jabar, itu tetap nekat mengemudikan bus hingga terjadi kecelakaan.
Dari pemeriksaan fisik bus oleh dua saksi ahli, ditemukan sejumlah fakta bahwa bus itu tidak laik jalan. Fakta pertama, ditemukan campuran oli dan air di ruang udara kompresor. Padahal, seharusnya hanya ada angin di ruang udara kompresor.
Fakta lain, oli berwarna keruh, pada minyak rem terdapat kandungan air yang melebihi ambang batas 4 persen, dan jarak antarkampas rem yang tidak sesuai standar 0,45 milimeter. Fakta terakhir yang paling krusial adalah adanya masalah kerusakan pada alat booster rem. Kondisi ini mengakibatkan sistem rem pada bus tidak berfungsi.