Sopir Jadi Tersangka Kecelakaan di Subang, PO Justru Tidak Dimintai Tanggung Jawab
Polisi menetapkan sopir menjadi tersangka dalam peristiwa kecelakaan bus di Subang yang menewaskan 11 orang.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Polisi menetapkan sopir bernama Sadira sebagai tersangka dalam kecelakaan bus Trans Putera Fajar di Jalan Raya Ciater, Subang, Jawa Barat, Sabtu (11/5/2024). Dalam kasus ini, pengusaha otobus seolah lepas dari ancaman pidana. Padahal armada bus yang dikelola PO bus tersebut terbukti tidak laik jalan karena rem tidak berfungsi.
Direktur Lalu Lintas Polda Jabar Komisaris Besar Wibowo di Subang pada Selasa (14/5/2024) mengatakan, penetapan Sadira (51) sebagai tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 13 saksi dan kondisi fisik bus Trans Putera Fajar. Sadira dijerat dengan Pasal 311 Ayat 5 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Penyelidikan kecelakaan bus di jalan raya Ciater menggunakan metode traffic accident analysis (TAA). Penanganan kasus ini kolaborasi tim penyidik Ditlantas Polda Jabar, Satlantas Polres Subang, dan Korlantas Polri.
Sebanyak 13 saksi yang diperiksa itu, antara lain, Sadira, kernet bus, penumpang, masyarakat yang melihat peristiwa ini, dua saksi ahli, petugas Dinas Perhubungan Kabupaten Subang, dan perwakilan agen pemegang merek.
Dari hasil pemeriksaan, Sadira terbukti mengetahui ada masalah pada sistem rem saat bus berhenti di area wisata Gunung Tangkubanparahu dan Rumah Makan Budi Ajun di Ciater. Sayangnya sopir asal Bekasi ini tetap nekat mengemudikan bus hingga terjadi kecelakaan.
Bus bernomor polisi AD 7524 OG yang mengangkut 61 penumpang ini hilang kendali dan terbalik saat melewati jalan menurun, Sabtu pukul 18.45 WIB. Bus menabrak sebuah mobil dan tiga sepeda motor.
Sebanyak 11 orang tewas di lokasi kejadian dan 53 orang terluka. Adapun 10 korban adalah penumpang bus, sedangkan 1 korban adalah pengemudi motor yang tertabrak bus yang tergelincir di jalan itu.
”Dari hasil olah tempat kejadian perkara, tidak ditemukan bekas rem, tetapi gesekan antara bus dan aspal. Sadira ditetapkan sebagai tersangka dan terancam pidana 12 tahun penjara dan denda Rp 24 juta,” kata Wibowo.
Ia pun mengungkapkan, dari pemeriksaan fisik bus oleh dua saksi ahli, ditemukan sejumlah fakta bus tidak laik jalan. Fakta pertama, ditemukan campuran oli dan air di ruang udara kompresor. Seharusnya hanya angin di ruang udara kompresor.
Fakta lainnya, oli berwarna keruh, pada minyak rem terdapat kandungan air yang melebihi ambang batas 4 persen, dan jarak antarkampas rem yang tidak sesuai standar 0,45 milimeter.
Fakta terakhir yang paling krusial adanya masalah kerusakan pada alat booster rem. Kondisi ini mengakibatkan sistem rem pada bus tidak berfungsi.
”Dari sejumlah temuan ini menunjukkan bus tidak menjalani perawatan secara rutin. Selain itu, oli kendaraan juga tidak diganti dalam waktu yang lama,” ungkap Wibowo.
Pihak kepolisian baik Ditlantas Polda Jabar maupun Polres Subang pun belum memberikan keterangan lebih lanjut terkait penanganan kasus ini. Hanya Sadira yang berstatus tersangka.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno menyayangkan hanya Sadira sebagai tersangka dalam kecelakaan bus di Subang. Menurut dia, sopir selalu menjadi tumbal dalam setiap kecelakaan bus dan truk di Indonesia.
Djoko berpendapat, seharusnya penyelenggara kegiatan dan pemilik bus juga bertanggung jawab dalam kecelakaan di Subang. Bus yang mengalami kecelakaan itu tidak memiliki izin angkutan bus pariwisata dan izin KIR atau uji kendaraan bermotor telah habis masa berlaku sejak tahun lalu.
”Pengurusan izin KIR itu tanggung jawab pemilik bus, bukan sopir. Kendaraan yang tidak melalui uji KIR berarti rentan kondisinya tidak laik jalan,” kata Djoko.
Djoko pun menilai, sangat jarang sekali pemilik perusahaan bus yang tidak laik jalan saat kecelakaan diperkarakan hingga di pengadilan. Alhasil, kejadian serupa dengan penyebab yang sama selalu terulang kembali.
Bus yang mengalami kecelakaan itu tidak memiliki izin angkutan bus pariwisata dan izin KIR atau uji kendaraan bermotor telah habis masa berlaku sejak tahun lalu.
”Seharusnya kecelakaan bus di Subang menjadi momentun agar penegakan hukum dapat komprehensif dan adil. Semua pihak yang terlibat harus bertanggung jawab,” katanya.