Dari Sopir Ugal-ugalan hingga Rem Aus, Ratusan Nyawa Melayang di Atas Roda Bus
Dalam satu dekade, ratusan orang tewas di jalan akibat kecelakaan bus. Siapa bertanggung jawab?
Dalam satu dekade terakhir, ratusan nyawa melayang akibat kecelakaan bus di jalan raya. Sedikitnya ada 172 kecelakaan melibatkan bus yang dicatat Kompas. Dari kecelakaan itu, 629 orang tewas, dan ratusan lainnya luka-luka. Terbaru, tragedi bus yang mengalami kecelakaan di Jalan Raya Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, menewaskan 11 orang. Peristiwa ini menambah panjang daftar kecelakaan yang menelan korban jiwa.
Sebanyak 172 kecelakaan bus itu terjadi pada rentang 2014-2023. Kecelakaan itu merupakan kecelakaan tunggal dan melibatkan kendaraan lain. Peristiwa terbaru, yakni di Jalan Raya Ciater, tepatnya sekitar 7 kilometer sebelah utara pintu masuk destinasi wisata Gunung Tangkubanparahu, Minggu (12/5/2024), menambah panjang duka di atas roda bus.
Unsur kelalaian manusia mendominasi pemicu kecelakaan. Namun, di sisi lain kelalaian perusahaan otobus (PO) juga patut digugat karena sebagai pengelola armada, mereka harus menjamin kelaikan sarana transportasinya.
Dari data yang dihimpun Kompas, sejak 2014-2023, penyebab kecelakaan bus didominasi oleh kelalaian sopir mulai dari mengantuk, ugal-ugalan, hingga sopir yang terserang penyakit tiba-tiba. Namun, beberapa kasus juga menunjukkan dugaan moda transportasi yang tidak laik jalan.
Tahun 2014, salah satu peristiwa naas itu menimpa bus kelas ekonomi milik PO Harapan Jaya yang terguling di Jalan Raya Waru, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (13/10/2014). Akibat kecelakaan tunggal itu, tujuh penumpang bus tewas dan puluhan lainnya luka-luka.
Dari tujuh korban tewas, lima orang tewas di lokasi kejadian, sedangkan dua lainnya meninggal di rumah sakit. Bus terguling hanya 10 menit setelah keluar dari terminal. Saat itu, polisi menyelidiki bahwa sopir bus tancap gas dengan kecepatan tinggi sehingga hilang kendali.
Selama 2014, Kompas mencatat setidaknya 105 orang tewas dari 45 kasus kecelakaan yang melibatkan bus.
Setahun setelah itu, pada 2015, catatan yang sama mengungkapkan setidaknya terdapat 118 orang yang tewas dalam kecelakaan bus dan minibus dari total 33 kasus atau peristiwa kecelakaan.
Salah satu peristiwa yang merenggut nyawa paling banyak adalah kecelakaan di DKI Jakarta. Saat itu Desember 2015, terjadi dua kecelakaan yang menelan 19 korban jiwa. Kedua peristiwa itu melibatkan bus angkutan umum (bus) yang diduga berpangkal dari perilaku ugal-ugalan sopir di jalan raya.
Baca juga: Kecelakaan Maut di Subang
Kecelakaan pertama terjadi di pelintasan kereta api Angke, Jakarta Barat. Bus metromini bernomor polisi B 7760 FD menabrak kereta rel listrik (KRL) 1528 jurusan Jatinegara-Bogor. Setidaknya 18 jiwa melayang akibat kejadian ini, termasuk awak bus. Enam penumpang lainnya harus dirawat di rumah sakit. Kecelakaan lain terjadi di Jalan MH Thamrin, Jakarta. Bus Kopaja berpelat nomor B 7120 DG terbalik dan menabrak Kornen (18), seseorang yang tengah berdiri di trotoar. Selain korban meninggal, tiga orang dibawa ke rumah sakit karena cedera.
Tahun 2016, Kompas mencatat setidaknya terjadi 20 kecelakaan yang melibatkan bus dengan total 48 orang meninggal atau tewas di tempat dan dalam penanganan medis.
Catatan pada 2017 lebih buruk lagi. Dari total 23 kasus kecelakaan yang melibatkan bus, sebanyak 84 orang tewas. Salah satu peristiwa dengan korban paling banyak terjadi pada Juni 2017. Saat itu, kecelakaan maut akibat sopir kelelahan terjadi di jalan raya pantura di Desa Tamansari, Kecamatan Dringu, Probolinggo, Jawa Timur. Kecelakaan itu melibatkan Toyota Avanza dan bus pariwisata PO Angkasa.
Sopir kedua kendaraan itu tewas di tempat. Seluruh penumpang mobil, sedangkan penumpang bus mengalami luka-luka, dari sedang hingga berat.
Tahun 2018, sebanyak 44 orang tewas dalam kecelakaan bus dari total 14 kasus yang dicatat Kompas. Salah satu yang paling menghebohkan terjadi pada September 2018. Saat itu, kecelakaan terjadi di jalur maut Sukabumi, Jabar, dan menewaskan 21 orang.
Peristiwa kelam itu terjadi di Jalan Raya Cikidang di Kampung Bantarselang, Kabupaten Sukabumi, pada Sabtu 9 September 2018. Sebanyak 21 orang tewas saat bus pariwisata yang mereka tumpangi terperosok ke jurang sedalam sekitar 30 meter.
”Diduga kuat, pengemudi bus nekat melintasi jalan itu meski belum terbiasa melewatinya. Jalan selebar 8 meter itu penuh tikungan tajam dan tanjakan curam yang berbahaya,” kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jawa Barat Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko di Bandung, saat itu. (Kompas, Minggu 9 September 2018).
Setahun kemudian, Kompas mencatat kecelakaan bus yang lagi-lagi memakan korban. Dari total 14 kasus kecelakaan yang melibatkan bus, sebanyak 106 orang meninggal. Korban paling banyak terjadi pada Desember 2019.
Saat itu, Bus Sriwijaya jurusan Bengkulu-Palembang yang mengangkut 48 penumpang terjun ke jurang sedalam lebih dari 75 meter di Sungai Lematang, Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan, Senin (23/12/2019) sekitar pukul 23.15. Sebanyak 35 penumpang tewas dan 13 orang lainnya selamat.
Semua penumpang bus bernomor BD 7031 AU itu selesai dievakuasi tim SAR gabungan. Sebanyak 13 korban selamat dan 28 korban tewas dievakuasi pada Selasa (24/12/2019), sedangkan 7 korban tewas lainnya dievakuasi sehari setelahnya. Semua korban dibawa ke RS Basemah Pagar Alam.
Penyebab kecelakaan saat itu adalah bus melaju dalam kecepatan tinggi sebelum jatuh ke jurang. Fatal. Pasalnya, bus berkecepatan tinggi di jalan yang penuh tikungan dan curam ditambah lagi kejadian itu terjadi di malam hari.
Pada 2020, Kompas mencatat terjadi setidaknya 5 kasus kecelakaan bus yang menewaskan 27 orang. Sebagian besar kejadian itu terjadi di Tol Cipali, Jabar.
Pertanggungjawaban atas kecelakaan di jalan raya itu pun tidak bisa hanya dibebankan kepada sopir. Sebab, ada pengusaha transportasi yang juga harus bertanggung jawab.
Angka korban meninggal meningkat di tahun berikutnya, yakni 2021, dengan total 61 orang meninggal dari total 8 peristiwa kecelakaan bus.
Salah satunya, petaka menghampiri di tanjakan Cae, Jabar. Saat bus berada di medan curam, tercium bau seperti kabel terbakar di dalam bus. Kampas rem bus itu habis. Perjalanan ziarah rombongan warga asal Cisalak, Kabupaten Subang, berakhir musibah. Hari itu, 29 orang pergi untuk selamanya, sedangkan 37 lainnya luka-luka.
Tahun 2022, dari total 5 kecelakaan, sebanyak 16 orang tewas dalam kecelakaan yang melibatkan bus dan minibus. Petaka dimulai pada awal tahun, tepatnya pada Minggu (6/2/2022) siang. Korban tewas akibat kecelakaan tunggal bus pariwisata di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, tercatat 13 orang. Adapun 34 orang lainnya luka-luka. Hasil evaluasi polisi menunjukkan jalur wisata di DIY sebagian berada di perbukitan dengan akses curam.
Pada 2023-2024, data sementara Kompas menunjukkan terjadi 5 kasus kecelakaan dengan total 20 orang meninggal.
Baca juga: Bus Diduga Tak Laik Jalan Tewaskan 11 Korban Jiwa
Tanggung jawab pengusaha
Terbaru, kecelakaan bus Trans Putera Fajar yang mengangkut rombongan Sekolah Menengah Kejuruan Lingga Kencana Depok. Bus itu hilang kendali dan terbalik saat melewati jalanan menurun di Ciater, Kabupaten Subang, Sabtu, pukul 18.45 WIB. Bus juga menabrak sebuah mobil dan tiga sepeda motor. Sebanyak 11 orang tewas dan 53 lainnya luka-luka. Korban tewas terdiri dari 10 penumpang bus dan seorang pengendara sepeda motor yang berdomisili di Subang.
Dalam kecelakaan bus di Subang itu, hasil pemeriksaan sementara polisi menyebutkan, tidak ada bekas rem pada jalur yang dilintasi oleh bus. Pertanyaan yang mengemuka, apakah sopir tidak mengerem? Apakah bus dalam kondisi tidak laik jalan karena rem tidak berfungsi?
Dua pihak bisa diminta pertanggungjawabannya dalam kasus ini. Jika sopir lalai, boleh jadi ia dimintai pertanggungjawaban atas kecelakaan yang menewaskan 11 orang itu. Namun, pihak lainnya, yakni pemilik atau pengusaha PO yang mengelola armada bus, juga dapat dimintai pertanggungjawaban. Sebab, pengusaha boleh jadi lalai menjamin kelaikan armadanya sehingga komponen keselamatan armadanya tidak berfungsi optimal.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno dalam beberapa kali kesempatan mengingatkan, Indonesia sudah darurat kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan akan terus terjadi jika tidak ada tindakan luar biasa dalam mengatasi hal ini. Pertanggungjawaban atas kecelakaan di jalan raya itu pun tidak bisa hanya dibebankan kepada sopir. Sebab, ada pengusaha transportasi yang juga harus bertanggung jawab.
Sebagai pengelola armada trasnportasi, pengusaha memiliki kewajiban untuk melengkapi armadanya dengan sarana keselamatan. Pengusaha juga wajib melakukan uji KIR secara berkala untuk menjamin kelaikan armadanya. Uji berkala ini penting untuk memastikan armada itu aman dan nyaman untuk ditumpangi oleh publik.
”Kewajiban melengkapi kendaraan dengan kelengkapan penunjang keselamatan telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 74 Tahun 2021. Aturan ini seharusnya bisa dipatuhi oleh para pelaku usaha. Dengan demikian, kalaupun kecelakaan, tidak perlu sampai menyebabkan korbannya meninggal atau terluka parah,” ujar Djoko, sebagaimana dikutip Kompas, 29 September 2022.
Tragedi bus di Ciater sekali lagi membuka mata publik tentang kerentanan dalam berkendara. Nyawa mereka sewaktu-waktu terancam akibat sopir yang tidak cakap, lalai, dan terlebih lagi karena kendaraan yang tidak laik jalan. Sudah saatnya ada upaya nyata dan tindakan tegas kepada semua pihak yang bertanggung jawab atas kelaikan dan kenyamanan berkendara sehingga tidak lagi ada air mata tumpah di jalan raya.