Konflik Lahan hingga Penjarahan Sawit di Kalteng Terus Bawa Derita
Penjarahan dan klaim lahan sawit menyebabkan konflik di Kalteng memuncak dalam aksi penjarahan buah sawit perusahaan.
Penjarahan sawit di kebun-kebun perusahaan yang dipicu saling klaim lahan marak di Kalimantan Tengah sebulan terakhir ini. Sebagian terduga pelaku ditangkap. Namun, masih ada warga yang bersembunyi di hutan. Bukan bahagia, semua hanya memanen derita.
Hati dan pikiran Margaretha Maria (49) masih belum tenang. Kedatangan orang-orang baru yang hilir mudik di kediamannya, Desa Penyang, Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotawaringin Timur, jadi salah satu penyebabnya.
Rabu (8/5/2024), dia memilih duduk di sudut rumah berdinding kayu dan berlantai semen milik kerabatnya, Aur (49). Jaraknya sekitar 300 kilometer dari Palangka Raya, ibu kota Kalteng.
Di rumah itu, mulutnya lebih banyak terkatup. Justru matanya yang lebih aktif mengawasi keadaan sekitarnya. Semua orang yang melintas di depannya ia pandang dari kepala hingga ujung kaki.
Setelah beberapa lama duduk bersama Kompas, ia mulai mau bicara sembari mengumpulkan ingatan akan kejadian pada Jumat (26/4/2024) malam.
”Kejadiannya bermula saat Aur pulang dari Sampit. Dia minta semua pintu dikunci,” kata Margaretha memulai kisahnya.
Tidak tahu kenapa semua pintu harus dikunci, Margaretha mendapat jawaban beberapa jam kemudian. Saat hampir terlelap karena sudah lewat tengah malam, dia mendengar decitan ban mobil di depan rumah.
Penasaran, ia menyingkap gorden. Ada satu mobil. Di dalamnya, ada ada delapan orang. Tidak ada satu pun yang ia kenal. Cemas mulai menghantuinya.
”Jangan lari ...”
Kekhawatirannya kian memuncak saat beberapa orang turun dari mobil, mendatangi rumah, dan menggendor pintu depan. Margaretha panik. Dia mengambil tas. Dia hendak pergi lewat pintu belakang.
Akan tetapi, upayanya gagal. Saat membuka pintu, sudah ada dua lelaki bertubuh besar menunggunya. Saking kagetnya, Margaretha hampir terjungkal.
”Jangan lari. Di dalam saja,” ujar salah satu lelaki itu.
Tanpa banyak bicara, Margaretha kembali menutup pintu dan menguncinya. Pintu kayu itu tidak menggunakan gagang pintu. Kunci pintu itu hanya sebilah kayu yang menyanggahnya dengan kusen.
Saat Margaretha hendak menjauh dari pintu, dua pria tadi menggedor dan mendorongnya. Akibatnya, kunci kayu itu patah.
Tanpa diundang, lelaki tidak dikenal itu masuk. Mereka menyasar dan menangkap Aur. Mobil bak milik Aur juga dibawa pergi meninggalkan istri dan anak yang ketakutan setengah mati. Belakangan istri dan anak Aur juga pergi entah ke mana membawa kengerian itu.
Sejak malam jahanam itu, tidak hanya keluarga Aur yang meninggalkan Margaretha. Warga Sebabi, sekitar 40 km dari Penyang, juga meninggalkan kediamannya. Banyak rumah kosong. Warga yang masih bertahan mengunci rapat rumah dan menambal jendela dengan palang kayu.
Memanas
Mulyono (40), warga Sebabi yang ditemui di jalan desa, mengatakan, puluhan mungkin ratusan orang tunggang langgang. Mereka ketakutan dan pergi masuk hutan setelah penangkapan beberapa warga.
”Ada yang ditangkap sedang tidur, ada yang sedang makan di warung makan,” katanya.
Zuledi, Sekretaris Desa Sebabi, saat ditemui mengungkapkan, dirinya tidak tahu persis berapa orang yang ditangkap. Ia menambahkan, saat penangkapan tidak ada pemberitahuan. Pemberitahuan dalam bentuk surat penangkapan diberikan setelah penangkapan ke RT masing-masing wilayah.
Baca juga: Konflik Meruncing di Kalimantan Tengah, Penjarah Sawit Ditangkap dan Aparat Diserang
”Memang ada pemberitahuan, tapi langsung ke RT,” ujarnya.
Zuledi tak mengetahui persis pemicunya. Namun, ia yakin semua dipicu pencurian buah sawit dan klaim lahan antara warga dan perusahaan.
Sebulan terakhir, konflik perusahaan perkebunan sawit dengan masyarakat di Kotawaringin Barat dan Kotawaringin Timur tengah meruncing. Konflik memanas ketika diikuti maraknya aksi penjarahan buah sawit perusahaan.
Respons aparat dengan menangkap warga yang terlibat penjarahan makin memicu situasi tidak kondusif. Salah satunya ialah terjadi serangan di Kepolisian Sektor Kotawaringin Barat oleh warga yang tak terima kerabatnya ditangkap.
Asisten I Sekretariat Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur Rihel menjelaskan, warga yang ditangkap mengklaim lahan yang dulunya merupakan lahan perusahaan (Musim Mas Group). Tanah seluas 400 hektar sudah dijual kepada pihak lain.
”Tanah itu sudah dijual, sudah balik nama lalu sekarang diklaim lagi oleh warga. Itu awalnya dikelola perusahaan (Musim Mas Group). Mereka (perusahaan) yang tanam, tapi karena di luar hak guna usaha (HGU/izin) dijual ke orang lain,” ungkap Rihel.
Rihel bersama pejabat lainnya pada 2023 pernah memediasi warga yang berkonflik dengan perusahaan PT Sukajadi Sawit Mekar (SSM) dan PT Maju Aneka Sawit (MAS) yang merupakan anak perusahaan Musim Mas Group. Saat itu, pihaknya akan melakukan verifikasi lapangan, tetapi belum menemukan solusi yang pas.
Bukan pencuri
Jual beli tanah sepihak itu yang membuat warga murka. Mereka sudah beberapa kali protes, tetapi tidak juga direspons. Masalah itu berlarut-larut sejak perusahaan masuk ke wilayah itu 26 tahun yang lalu.
Dua tahun belakangan, warga pun mulai menuntut haknya. Mereka membuat pondok-pondok di tanah yang mereka, yakini milik leluhur mereka.
Baca juga: Fenomena Penjarahan Sawit di Kalteng Bukan Sekadar Kriminalitas
Kompas menelusuri pondok-pondok itu. Untuk ke pondok yang dibangun warga, hanya ada satu jalan. Jalan itu harus melalui gerbang PT SSM, tepatnya di bagian kanan dari simpang Desa Sebabi KM 56.
Begitu masuk gerbang yang dijaga sekuriti, pada tikungan pertama, pondok langsung terlihat. Namun, Kamis siang itu beberapa orang dengan dua mobil sedan ada di tempat itu. Mereka membongkar pondok tersebut.
Pondok serupa juga tersebar di beberapa kilometer dari gerbang tersebut di atas. Beberapa di antaranya sudah dirobohkan, sebagian masih berdiri, tetapi tanpa terpal.
Masih terlihat ada kayu-kayu pondok yang disusun di sekitar itu, lengkap dengan peralatan memasak, kasur, terpal, hingga termos. Di situlah tempat warga melancarkan aksinya menduduki lahan yang mereka klaim.
Di sana, warga memanen buah sawit yang ditanam perusahaan puluhan tahun lalu. Aksi itu sudah terjadi setidaknya dua tahun belakangan. Namun, baru kali ini hal itu ditindak.
Warga yang tinggal di pondok itu yang ditangkap polisi. Sebagian yang belum ditangkap kini kabur ke sejumlah tempat.
Kompas bertemu dua warga yang kabur. Salah satunya KIL (42).
Malam itu di sebuah tempat yang cukup jauh dari Desa Sebabi, KIL mengenakan jaket hitam. Ia keluar dalam senyap malam, lalu menceritakan kisahnya. Ia enggan tampak di siang hari agar bisa memantau semuanya dari jauh.
”Kami bukan pencuri, kenapa kami yang ditangkapi. Mereka yang mencuri tanah kami, kok, malah gak ditangkap,” kata KIL.
Kami bukan pencuri, mereka yang rampas tanah kami itu yang pencuri sesungguhnya.
KIL mengatakan, ia hanya tahu berurusan dengan perusahaan. Perusahaan datang langsung membuka lahan tanpa sepengetahuan dirinya. Ketika meminta tanggung jawab perusahaan, KIL hanya mendapatkan jawaban bahwa tanahnya sudah dijual. Ia bahkan melihat nama pembeli tanahnya dengan inisial MS.
”Coba MS itu bawa ke sini saya mau lihat wajahnya, ini orang bukan orang Kalimantan tiba-tiba bisa beli tanah saya,” ungkap KIL.
Dalam dua tahun belakangan, KIL bergabung dengan warga lainnya membangun pondok dan memanen buah sawit di atas tanahnya. ”Kami udah kehabisan cara karena ini masalah enggak selesai-selesai, tanah kami habis kami gak bisa berladang atau mengelolanya. Jadi, apa pun yang tumbuh di atas tanah kami, ya, itu jadi milik kami,” kata KIL.
Hal serupa juga diutarakan LNK (59) di pondoknya yang berjarak puluhan kilometer dari Desa Sebabi. LNK bahkan sudah belasan tahun menjarah sawit milik perusahaan karena sakit hati tanahnya yang hampir seluas 150-an hektar itu diklaim perusahaan.
”Kami bukan pencuri, mereka yang rampas tanah kami itu yang pencuri sesungguhnya,” kata LNK.
Tim penyelesaian konflik
Pada Rabu (8/5/2024), Kompas mendatangi kantor PT MAS dan berjumpa dengan General Manager Musim Mas Group Regional Kalimantan Tengah Rusli Salim. Rusli alias A Tong menjelaskan, tanah yang diklaim oleh warga itu bukan merupakan bagian dari PT MAS maupun PT SSM.
”(Itu milik) pribadi. Yang tanam juga mereka. Asal-usul tanah itu kanAPL (area penggunaan lain) bukan kawasan hutan, kan, enak. Jadi warga jual, ya, mereka beli,” kata A Tong.
A Tong tidak menjelaskan lebih banyak. Pria berumur 70-an tahun itu bergegas pergi. Ia hendak memenuhi undangan dari kejaksaan setempat.
Menanggapi hal itu, Bupati Kotawaringin Timur Halikinnor mengungkapkan, apa yang terjadi di Sebabi dan sekitarnya itu bukan merupakan sengketa. Perusahaan yang sudah bergerak puluhan tahun itu sudah memenuhi legalitas hukumnya.
”Saat ini kami bentuk Tim Penyelesaian Konflik Sosial (TKS). Soal tuntutan terhadap plasma, kami akui ada 40 persen yang belum direalisasikan, tapi sudah ada yang menjalankan itu,” ungkap Halikinnor.
Halikinnor menambahkan, saat ini masih ada beberapa yang sedang ditangani oleh pemerintah kabupaten maupun provinsi soal plasma. ”Plasma memang jadi perbincangan belakangan, dan ini semua (termasuk konflik sosial) akan menjadi prioritas kami,” kata Halikinnor yang hendak maju lagi sebagai Bupati Kotawaringin Timur dalam Pilkada 2024.
Puluhan tahun berlalu, masalah klaim lahan sawit ini tidak kunjung berakhir bahagia. Jika dibiarkan, bakal semakin banyak orang di sekitarnya yang hanya bisa memanen derita.
Baca juga: Konflik Warga dan Perkebunan Sawit di Kotawaringin Timur Jadi ”PR” Halikinnor-Irawati