Polisi mengungkap kasus pembunuhan keji di Boyolali, Jateng. Pelaku berencana membunuh dan merampas harta korban.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
Beberapa hari terakhir, masyarakat dibuat bergidik oleh rentetan peristiwa pembunuhan keji yang terjadi di sejumlah daerah. Di Jawa Tengah, pembunuhan keji menimpa BH (37), warga Kelurahan Pulisen, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali, Jumat (3/5/2024). Tak hanya dibunuh, harta BH pun dirampas oleh pelaku.
Kasus itu pertama kali terungkap pada Jumat sekitar pukul 21.00, saat teman BH mendatangi rumah BH. Kala itu, BH sulit dihubungi sehingga temannya tersebut memutuskan untuk datang. Setibanya di rumah BH, temannya itu heran karena gerbang rumah BH terbuka. Padahal, gerbang itu biasanya ditutup rapat.
Saat melongok ke dalam rumah, temannya itu melihat seseorang tergeletak. Bercak darah juga terlihat di sekitar tubuh orang yang tergeletak tersebut. Dengan bantuan warga setempat, teman BH tersebut mengecek ke dalam rumah dan mendapati bahwa yang tergeletak adalah BH. Ia lantas melapor ke polisi.
Berdasarkan olah tempat kejadian perkara dan hasil autopsi diketahui, BH meninggal dunia akibat kekerasan benda tumpul pada kepala serta luka iris pada leher. Luka-luka itu menimbulkan pendarahan hebat yang kemudian merenggut nyawa BH.
”Pada hari Sabtu (4/5/2024), pukul 19.00 WIB atau sekitar 22 jam setelahnya, pelaku IRW (27) berhasil ditangkap oleh anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Boyolali, dibantu oleh Reserse Mobile Polda Jateng. Penangkapan dilakukan di Terminal Tirtonadi, Kota Surakarta,” kata Kepala Polda Jateng Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi dalam keterangannya, Rabu (8/5/2024).
BH dan IRW merupakan laki-laki. Menurut Luthfi, keduanya berkenalan melalui aplikasi kencan pada Januari 2024. IRW yang merupakan warga Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen, itu menawarkan jasa seks sesama jenis pada BH dengan tarif Rp 200.000 untuk sekali berhubungan.
Sejak Januari hingga Mei, BH tiga kali menggunakan jasa IRW. Keduanya selalu berhubungan badan di rumah BH. Yang terakhir adalah pada Jumat petang atau beberapa jam sebelum BH dibunuh IRW.
”Jika sebelumnya (pelaku) meminta upah Rp 200.000, saat kejadian (ia meminta upah) Rp 500.000. Karena (korban) tidak mau, maka dibunuh,” ujar Luthfi.
Menurut Luthfi, BH dibunuh dengan cara dilukai dengan celurit sebanyak lima kali pada kepala dan lehernya. Celurit itu telah disiapkan oleh IRW. IRW mengaku celurit tersebut dibawa dari tempat kerjanya.
Kendati sudah dilukai dengan celurit, BH masih bertahan hidup. BH pun berupaya merangkak ke arah pintu. Melihat hal tersebut, IRW panik. Ia lantas memikirkan cara lain untuk menghabisi BH.
Di salah satu sudut rumah BH, IRW melihat sebuah palu. Palu itu kemudian diambil dan digunakan untuk memukuli kepala BH sebanyak sepuluh kali. Setelah dipukuli berulang kali, BH tidak lagi bernapas.
Seusai memastikan BH tewas, IRW merampas sejumlah harta benda milik BH kemudian melarikan diri. Harta BH yang diambil adalah satu unit sepeda motor, satu unit ponsel, uang tunai sekitar Rp 2 juta, dan kartu ATM.
Luthfi menyebut, IRW telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana, Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, dan Pasal 365 tentang pencurian dengan kekerasan. IRW terancam hukuman penjara seumur hidup atau pidana mati.
”Ini pembunuhan yang sangat keji sekali. Hal ini sangat menonjol bagi kami untuk kami ungkap. Setiap ada kejadian menonjol, harus segera diungkap sehingga ini menjadi peringatan agar pelaku kejahatan tidak coba-coba melakukan kejahatan di wilayah kami,” tutur Luthfi.
Saat dihadirkan dalam konferensi pers di Kantor Polres Boyolali, Selasa (7/5/2024), IRW mengaku menyesal telah membunuh BH. IRW mengaku, pembunuhan itu dilakukan karena ia ingin menguasai harta BH.
”Saya kapok, menyesal. Saya sayang sama dia karena dia sangat baik sama saya. Saya membunuh karena ingin menguasai hartanya,” ujar IRW.
Kepada polisi, IRW mengatakan, niat membunuh itu timbul pada pertemuan ketiganya dengan BH atau pada Jumat. Saat datang ke rumah BH, ia sengaja tidak membawa kendaraan dan meminta untuk dijemput.
Dorongan kebutuhan ekonomi membuat IRW berani melakukan kekerasan, bahkan sampai membunuh orang yang diklaim dikasihinya.
Sesampainya di rumah BH, IRW menyembunyikan celurit yang ia bawa di sekitar tempat penampungan air di bagian belakang rumah BH. Setelah itu, keduanya melakukan hubungan badan sebanyak dua kali hingga akhirnya IRW melancarkan aksi kejinya membunuh BH.
”Baru kali ini (muncul niat membunuh), sebelumnya tidak pernah,” ucap IRW.
Patologi sosial
Perbuatan yang dilakukan IRW disebut sosiolog Universitas Negeri Semarang, Fulia Aji Gustaman, tergolong sebagai patologi sosial atau perilaku yang bertentangan dengan norma atau nilai-nilai budaya masyarakat. Ada dua motif yang dominan dalam kasus tersebut, yakni persoalan ekonomi dan gangguan kesehatan mental.
Dorongan kebutuhan ekonomi membuat IRW berani melakukan kekerasan bahkan sampai membunuh orang yang diklaim dikasihinya. Sebelum sampai pada perbuatan membunuh, ada sekian banyak waktu bagi IRW untuk mempertimbangkan ulang perbuatannya. Oleh karena keinginan menguasai harta BH, IRW tidak segan melakukan tindakan irasional.
”Kalau rasional, andai dia ada persoalan ekonomi, harusnya bisa mencari alternatif lain atau pekerjaan lain,” kata Aji.
Di samping terdesak kebutuhan ekonomi, IRW juga diduga mengalami gangguan kesehatan mental. Sebab, jika kondisi kesehatan mentalnya baik, IRW akan mampu mengontrol emosinya ketika mendapat penolakan dari korban.
”Patologi sosial ini bisa terjadi karena akumulasi dari hasil interaksi pelaku atau interaksi di lingkungan pelaku. Bisa jadi lingkungannya keras, kurang kontrol sosial, jadi merasa bebas, kurang mematuhi nilai dan normal di masyarakat. Bisa juga karena pengetahuannya terbatas, jadi tidak tahu kalau melakukan apa dampaknya apa. Sehingga, sesuatu yang rasional tidak dipertimbangkan,” imbuh Aji.