Pelajaran Kasus Mutilasi, Penanganan Kesehatan Mental Harus Holistik
Menjaga kesehatan mental butuh kerja sama dari banyak pihak, baik diri sendiri maupun lingkungan.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·2 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Beberapa hari terakhir, kasus pembunuhan dan mutilasi oleh seorang suami yang diduga mengalami gangguan jiwa kepada istrinya di Ciamis, Jawa Barat, mengundang keprihatinan publik. Penanganan terhadap seseorang yang mengalami gangguan kesehatan mental dinilai perlu dilakukan secara holistik untuk mencegah dampak buruk kepada penderita dan orang-orang di sekitarnya.
TBD (51), warga Desa Cisontrol, Kecamatan Rancah, Kabupaten Ciamis, membunuh istrinya, Y (42), pada Jumat (3/5/2024). Polisi menyebut TBD terlebih dulu menganiaya Y hingga tewas sebelum memutilasi tubuh Y menjadi lima bagian (Kompas.id, 6/5/2024).
Kepala Bidang Humas Polda Jabar Komisaris Besar Jules Abast mengatakan, pelaku masih menjalani pemeriksaan kejiwaan oleh tenaga psikolog yang disiapkan Polres Ciamis. Hasil pemeriksaan akan diketahui dalam waktu dekat.
Sebelumnya, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Ciamis Ajun Komisaris Joko Prihatin mengatakan, pelaku sempat menjalani pemeriksaan kondisi mental oleh petugas kesehatan dari puskesmas setempat tiga hari sebelum pembunuhan terjadi. Pelaku pun sempat mendapatkan obat penenang untuk mengatasi kondisi kesehatannya (Kompas.id, 3/5/2024).
”Diduga, pelaku mengalami depresi karena faktor kondisi ekonomi. Usaha ternak kambing miliknya menurun drastis,” kata Joko.
Dokter spesialis kedokteran jiwa Rumah Sakit Umum Pusat dr Soeradji Tirtonegoro, Mega Dhestiana, mengatakan, persoalan ekonomi menjadi salah satu faktor pemicu gangguan mental. Orang-orang dari berbagai kondisi ekonomi, baik bawah, menengah, maupun atas, sama-sama memiliki potensi gangguan mental.
”(Orang-orang) yang pendapatannya minim atau menengah rentan mengalami kecemasan atau depresi karena memikirkan pemenuhan kebutuhannya. Sementara yang berpendapatan tinggi cemas atau depresi karena memikirkan bagaimana mempertahankan pendapatan dan aset-asetnya,” kata Mega dalam sebuah bincang-bincang tentang kesehatan mental yang digelar RSUP Soeradji Tirtonegoro, Selasa (7/5/2024).
Kendati memiliki risiko yang sama, berdasarkan hasil sejumlah penelitian yang dikutip Mega, seseorang dengan pendapatan rendah memiliki risiko tiga kali lipat lebih besar menderita gangguan mental. Jika orang dengan gangguan mental tidak bisa beradaptasi atau menghadapi persoalan ekonominya dengan baik, bukan tidak mungkin mereka akan mengalami gangguan jiwa.
Untuk mencegah seseorang dengan gangguan mental menjadi orang dengan gangguan jiwa, perlu meningkatkan kemampuan sosial dan emosionalnya. Seseorang dengan gangguan mental juga disebut perlu menyiapkan strategi koping atau respons terhadap tekanan yang baik.
”Selain faktor individu, penderita gangguan mental juga memerlukan dukungan keluarga, komunitas, dan struktural. Struktural ini terkait dengan kebijakan pemerintah,” ujar Mega.
Mega menuturkan, berbagai penelitian menyebut sebanyak 71 persen orang dengan gangguan mental tidak diterapi dengan tepat. Penyebabnya adalah ketidaktahuan informasi dan stigma.
Selain faktor individu, penderita gangguan mental juga memerlukan dukungan keluarga, komunitas, dan struktural.
Menurut Mega, keluarga memiliki peran paling krusial untuk mencegah pemburukan terhadap kondisi penderita gangguan mental ataupun gangguan jiwa. Setelah penderita mendapatkan pertolongan medis, keluarga harus mendapatkan pengetahuan mengenai tata laksana pengobatan dan perawatan terhadap penderita gangguan mental dan gangguan jiwa. Jika ditangani dengan tepat, penderita diharapkan bisa pulih.
Di lingkungan masyarakat, penderita gangguan mental ataupun gangguan jiwa juga perlu mendapatkan penerimaan yang baik. Selain itu, pemberdayaan terhadap penderita juga dinilai penting supaya mereka tetap produktif.
Selain itu, Mega menilai, pemerintah perlu menjalin kerja sama dengan pihak-pihak terkait agar pelayanan kesehatan jiwa yang diberikan optimal. Layanan kesehatan disebut perlu dilakukan dengan pendekatan promotif atau peningkatan kesehatan mental ataupun jiwa, preventif atau pencegahan, kuratif atau penyembuhan, hingga rehabilitasi atau pemulihan.
”Beban ekonomi akibat gangguan kesehatan mental ini bisa mencapai triliunan dollar secara global di dunia. Karena itu, kesehatan mental sangat penting bagi suatu negara,” ucap Mega.
Mega menyarankan agar penderita gangguan jiwa ataupun gangguan mental dibawa ke layanan kesehatan jiwa, baik di puskesmas maupun rumah sakit. Dengan perawatan dan pertolongan yang tepat, risiko-risiko buruk yang mungkin muncul, seperti yang terjadi pada kasus mutilasi di Ciamis, bisa dicegah.