Tangkapan Melimpah, Nelayan Aceh Buang Ikan yang Tak Terjual
Melimpahnya tangkapan membuat sebagian ikan di Banda Aceh tak laku terjual. Sebagian ikan itu akhirnya dibuang.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Selama beberapa waktu terakhir, jumlah tangkapan ikan yang masuk ke PelabuhanPerikanan Samudera Kutaraja, Lampulo, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, meningkat pesat. Akibatnya, harga ikan anjlok dan sebagian tak laku terjual sehingga akhirnya dibuang.
Berdasarkan pantauan Kompas, Jumat (3/4/2024), beberapa jenis ikan, seperti dencis dan tongkol, dibuang dengan cara dikuburkan ke dalam lubang di tanah. Sebagian lainnya dibuang di dermaga tidak jauh dari posisi kapal ditambatkan.
Salah seorang nelayan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Lampulo, Masran, mengatakan, dalam sepekan terakhir, harga ikan anjlok dari biasanya Rp 15.000 per kilogram menjadi Rp 1.000 per kilogram. Sementara itu, daya beli konsumen tidak menguat. Akibatnya, tangkapan tidak terserap sepenuhnya oleh pasar.
”Tangkapan melimpah, tetapi ikan kami tidak laku. Ikan-ikan mulai busuk dan terpaksa kami buang,” kata Masran.
Masran menambahkan, jumlah tangkapan ikan sangat banyak sehingga harga ikan jatuh ke titik yang sangat rendah. Pada hari biasa, harga ikan per keranjang ukuran 28 kilogram Rp 700.000. Namun, saat ini, harga ikan per keranjang ukuran sama hanya Rp 50.000.
Menurut Masran, Aceh butuh tempat penyimpanan ikan yang memadai. Hal ini agar tangkapan ikan yang melimpah bisa disimpan dan dijual kembali kala kondisi mulai stabil. ”Sudah seharusnya Aceh punya pabrik pengolahan ikan. Paling tidak ikan yang tidak terjual bisa diolah jadi pakan,” katanya.
Masran mengoperasikan kapal ukuran 30 gros ton (GT). Biasanya, dalam sekali berlayar, dia memperoleh 15 ton ikan jenis campuran. Namun, saat ini, tangkapannya mencapai 30 ton. Tangkapan yang melimpah juga dialami oleh para nelayan lain di PPS Lampulo.
Adapun biaya operasional sekali berlayar untuk kapal 30 GT sekitar Rp 100 juta. Akibat harga murah, uang yang didapatkan dari penjualan ikan membuat nelayan nyaris tidak bisa balik modal.
Salah seorang pedagang ikan grosir di Lampulo, Teungku Wen, menuturkan, harga ikan yang anjlok itu membuat nelayan rugi. Dia menilai, pemerintah belum optimal mengelola PPS Lampulo sehingga kondisi tersebut kerap terjadi saat musim panen.
”Aceh harus memiliki pabrik pengolahan agar ikan tidak terbuang. Sangat disayangkan nelayan selalu mengalami kerugian,” ujar Wen.
Tangkapan melimpah, tetapi ikan kami tidak laku. Ikan-ikan mulai busuk dan terpaksa kami buang.
Wen mengatakan, PPS Lampulo merupakan salah satu pusat aktivitas ekonomi warga. Dia memperkirakan, perputaran uang di pelabuhan itu mencapai miliaran rupiah per hari. ”Sayangnya, pemerintah sepertinya tidak terlibat sehingga tangkapan ini terbuang,” katanya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Aliman Selian menuturkan, ikan-ikan yang dibuang itu merupakan ikan dengan kualitas di bawah standar. ”Ini sedang banyak tangkapan sehingga tidak tertampung,” ujarnya.
Di sisi lain, Aliman mengatakan, pola penanganan ikan di atas kapal belum sepenuhnya baik sehingga sebagian ikan mengalami penurunan kualitas saat tiba di daratan. Ikan-ikan berkualitas rendah itu pun akhirnya terpaksa dibuang.
Selama ini. para nelayan menyimpan ikan menggunakan es balok di kapal. Daya tahan es balok tidak mencapai sebulan. Sebelum es habis, kapal harus kembali ke daratan.
Oleh karena itu, dibutuhkan kapal untuk mengangkut ikan tangkapan di tengah laut. Kapal itu harus memiliki palka dan secara khusus digunakan untuk mengangkut, memuat, menampung, mengumpulkan, menyimpan, mendinginkan, dan mengawetkan ikan.
Aliman memaparkan, saat ini gudang penyimpanan atau cold storage di PPS Lampulo telah penuh sehingga sebagian ikan tidak dapat ditampung lagi. Namun, saat musim panen berlalu, kondisi ini akan berangsur normal.
Sebelumnya, peneliti Pusat Riset Ilmu Kelautan dan Perikanan (PRKP) Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Haekal Azief Haridhi, menuturkan, perikanan tangkap Aceh perlu ditingkatkan dari hulu hingga hilir.
”Pemerintah Aceh harus memberikan kemudahan bagi investor di sektor perikanan karena sektor ini sangat menjanjikan,” kata Haekal.
Haekal mendorong pemerintah fokus mengembangkan perikanan suatu kawasan pada periode tertentu. Setelah itu, upaya pengembangan bisa dilanjutkan ke kawasan lain.