Viral Kasus Kartu Indonesia Pintar Kuliah, Undip Bakal Panggil Penerima
Sejumlah mahasiswa Undip penerima Kartu Indonesia Pintar Kuliah diduga tak layak menerima bantuan pendidikan tersebut.
SEMARANG, KOMPAS — Manajemen Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Jawa Tengah, bakal memanggil dan melakukan survei ke rumah sejumlah mahasiswa penerima bantuan Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK). Hal itu dilakukan setelah adanya beberapa mahasiswa penerima KIPK yang diduga tidak layak menerima bantuan pendidikan tersebut.
Selama beberapa hari terakhir warganet digegerkan oleh sejumlah unggahan di media sosial X dan Instagram yang mempertanyakan gaya hidup mewah sejumlah mahasiswa penerima KIPK di Undip. Dalam unggahan itu, tampak foto-foto penerima KIPK menggunakan gawai, tas, hingga kosmetik yang hargaya mahal.
Unggahan-unggahan itu mendapatkan respons beragam dari warganet. Sebagian mendesak agar para penerima KIPK yang dinilai tidak layak mendapatkan bantuan tersebut untuk mengundurkan diri. Sebab, KIPK merupakan bantuan biaya pendidikan dari pemerintah bagi lulusan SMA atau sederajat yang memiliki potensi akademik baik, tetapi memiliki keterbatasan ekonomi.
Tak lama setelah kasus itu ramai diperbincangkan, sejumlah mahasiswa penerima KIPK yang dinilai tidak layak mendapatkan bantuan mengaku mengajukan surat pengunduran diri dari program tersebut.
Baca juga: Biaya Kuliah Tinggi, Pengajuan Beasiswa bagi Mahasiswa Tidak Mampu Melonjak
Manajer Bagian Kemahasiswaan Undip Muhammad Muntafi membenarkan adanya mahasiswa penerima KIPK yang mengajukan pengunduran diri.
”Setelah kasusnya mencuat, salah satu mahasiswa penerima KIPK datang melapor kepada kami. Yang bersangkutan juga mengungkapkan keinginan untuk mengundurkan diri supaya bantuannya bisa dilimpahkan kepada mahasiswa lain yang lebih membutuhkan,” kata Muntafi saat dihubungi, Kamis (2/5/2024).
Baca juga: Kenaikan UKT Unsoed Dinilai Memberatkan, BEM Minta Evaluasi
Menurut Muntafi, mahasiswa tersebut sebelumnya masuk dalam kategori layak mendapatkan bantuan KIPK. Hal itu berdasarkan hasil verifikasi data yang telah dilakukan Undip pada tahun 2021 atau saat pertama kali mahasiswa tersebut mendaftar untuk mendapat bantuan.
Muntafi menuturkan, pada masa-masa awal kuliah, mahasiswa tersebut tinggal di daerah asalnya karena kala itu Undip menerapkan kebijakan kuliah daring untuk menekan penularan Covid-19. Setelah kuliah kembali digelar secara luring, mahasiswa itu pindah ke Semarang.
Selama tinggal di Semarang, mahasiswa itu merasa uang bantuan dari KIPK tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, dia kemudian bekerja.
”Kebetulan, pekerjaannya itu content creator. Sebagai content creator, dia harus tampil wah, produk-produknya harus bagus, jadi (unggahan) di Instagram-nya terkesan hedon. Dari hasil pekerjaannya tersebut, dia mendapatkan pendapatan yang lebih layak sehingga bisa menabung dan memantaskan diri untuk tidak lagi jadi penerima KIPK,” ungkap Muntafi.
Muntafi menyebut, proses penetapan penerima KIPK yang dilakukan Undip sesuai dengan pedoman dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Menurut dia, penerima Kartu Indonesia Pintar di sekolah menengah dan yang keluarganya masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial diutamakan untuk menerima program KIPK.
Baca juga: Peraturan Rektor Unsoed tentang Penyesuaian UKT Akan Dicabut
Selain itu, mahasiswa yang juga dipertimbangkan untuk menerima KIPK adalah mereka yang berasal dari keluarga tidak mampu. Kondisi itu harus dibuktikan dengan lampiran surat keterangan tidak mampu dari pemerintah desa/kelurahan setempat.
”Setiap tahun ada sekitar 1.500 calon pengusul (KIPK). Waktu verifikasinya hanya dua minggu,” ucap Muntafi. Karena waktu yang terbatas itu, petugas tidak mungkin mengunjungi rumah calon penerima satu per satu.
Muntafi mengakui pihaknya pernah mendapatkan laporan terkait mahasiswa penerima KIPK yang memalsukan foto rumah untuk mendaftar program itu. Setelah melakukan visitasi atau kunjungan, Undip mendapati bahwa foto yang digunakan mahasiswa itu untuk mendaftar merupakan foto rumah neneknya, bukan rumah yang sehari-hari ditinggali sang mahasiswa dan orangtuanya.
Oleh karena rumah yang ditinggali mahasiswa tersebut dan orangtuanya dinilai bagus, penyaluran bantuan dihentikan.
Yang bersangkutan juga mengungkapkan keinginan untuk mengundurkan diri supaya bantuannya bisa dilimpahkan kepada mahasiswa lain yang lebih membutuhkan.
Pada periode semester genap 2023/2024, Undip menghentikan penyaluran bantuan KIPK kepada 28 mahasiswa karena berbagai alasan. Sebanyak 21 mahasiswa memilih tidak melakukan registrasi ulang, dua mahasiswa meninggal dunia, tiga mahasiswa mengundurkan diri, satu mahasiswa mendapat beasiswa dari pihak lain, dan satu mahasiswa yang indeks prestasinya tidak memenuhi syarat.
”Kasus ini diharapkan bisa menjadi pembelajaran ke depan. Apabila (kondisi perekonomian keluarganya) sudah baik, bisa mengundurkan diri,” kata Muntafi.
Manajer Layanan Terpadu dan Humas Undip Utami Setyowati mengatakan, pemantauan dan evaluasi terhadap mahasiswa penerima KIPK dilakukan secara periodik oleh Undip dan Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan. Menurut Utami, setelah viralnya kasus dugaan sejumlah penerima KIPK yang dinilai tidak layak, Undip telah melakukan langkah-langkah lebih lanjut.
”Tindak lanjutnya berupa pemanggilan ataupun survei ke tempat tinggal penerima KIPK. Selanjutnya Undip akan mempertimbangkan kelanjutan pemberian bantuan KIPK (kepada mahasiswa yang dinilai tidak layak menerima bantuan),” ujar Utami.
Doksing
Di sisi lain, pada unggahan-unggahan di media sosial terkait masalah KIPK di Undip, terjadi doksing atau penyebaran identitas sejumlah mahasiswa penerima KIPK. Identitas yang disebar itu seperti nama terang, nomor induk mahasiswa, hingga akun media sosial.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Undip Farid Darmawan menyayangkan adanya penyebaran identitas itu. Farid khawatir, hal tersebut bisa membunuh karakter mahasiswa yang disebarkan identitasnya.
”BEM Undip bekerja sama dengan bagian Kemahasiswaan Undip membuka kanal aduan sehingga teman-teman mahasiswa yang sekiranya mengetahui penyelewengan atau ketidaksesuaian terkait KIPK bisa mengadukan lewat kami dan akan kami proses dengan pihak kemahasiswaan,” ucap Farid.
Farid menuturkan, kanal aduan resmi itu dibuat sekitar dua pekan lalu. Hingga Kamis ini ada beberapa aduan yang masuk. Kendati demikian, aduan itu disebut Farid belum diproses secara administrasi. Proses administrasi bakal dilakukan setelah pihaknya melakukan konfirmasi.
Baca juga: Terminologi ”Doxing” di RUU Perlindungan Data Pribadi Tak Diperlukan
”Sebagai mahasiswa, kita, kan, punya daya intelektual tinggi, tidak bisa serta-merta menghakimi orang. Kita perlu melakukan penelusuran kebenarannya seperti apa, kepastiannya seperti apa,” kata Farid.
Farid berharap, ke depan sistem penerimaan KIPK bisa dievaluasi. BEM Undip pun berencana mengusulkan kepada pihak-pihak berwenang di kampus untuk meningkatkan pengetatan dalam sistem seleksi penerima KIPK.