Di Kalimantan Tengah, Kuliah Mahal dan Gaji Guru Rendah
Di Hari Pendidikan Nasional, guru dan mahasiswa di Kalteng punya segudang asa soal pendidikan di daerah.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·2 menit baca
PALANGKA RAYA, KOMPAS — Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional kali ini, harapan klasik kembali diutarakan guru-guru dan mahasiswa di Kalimantan Tengah. Selain soal kesejahteraan guru, para siswa yang kurang mampu juga ingin bisa mendapatkan beasiswa ke kampus.
Di Hari Pendidikan Nasional, sejumlah sekolah di Kalimantan Tengah merayakannya dengan menggelar upacara di sekolah masing-masing, ada juga yang menggelarnya di halaman Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Kalteng dan halaman kantor gubernur, Kamis (2/5/2024).
Salah satu guru honorer di PAUD Bhakti, Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Sumarni (28), berharap jika kesejahteraan guru bisa lebih diperhatikan negara. Di desanya, ia diupah oleh aparat desa ditambah upah dari perusahaan perkebunan sawit yang ada di wilayah desanya sebagai bentuk dana tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR).
Dari dua sumber itu, Sumarni diupah Rp 1.550.000 per bulan selama bekerja lebih kurang lima tahun belakangan di sekolah swasta tersebut. Jumlah itu masih jauh dari Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Kotawaringin Timur yang mencapai Rp 3,3 juta.
”Kalau bisa semua guru lebih diperhatikan, enggak hanya sekolah negeri saja dan tidak hanya guru di SD, SMP, atau SMA saja,” kata Sumarni saat dihubungi dari Palangka Raya.
Hal serupa diungkapkan Andri J (26), guru honorer di salah satu sekolah luar biasa di Kota Palangka Raya. Menurut dia, perlu ada kebijakan baru dari pemerintah yang bisa meningkatkan pendapatan para guru baik swasta maupun negeri.
”Tuntutan untuk menggelar pendidikan yang baik itu kan tidak hanya sekolah negeri, tapi swasta juga sama,” kata Andri.
Upah Andri berubah-ubah sesuai berapa banyak murid yang diajar. Karena mengajar anak berkebutuhan khusus, maka setiap pengajar di sekolahnya membimbing dan mengajar anak tidak dengan rombongan belajar sehingga bisa lebih intensif. Satu pengajar di sekolah itu hanya bisa mengajar empat peserta didik saja.
”Kalau upah bisa di atas UMR. Intinya, kami guru ini bersyukur dengan apa yang kami dapat dan tidak mengendurkan semangat kami mengajar,” kata Andri.
Lain lagi harapan Sandi Kurniawan (23), mahasiswa semester 10 Jurusan Teknik Mesin, Universitas Antakusuma, Kabupaten Kotawaringin Barat. Menurut dia, saat ini biaya kuliah masih begitu mahal. Sepupu dan teman-teman sekolahnya dulu memutuskan menikah dengan cepat karena tak mampu menjangkau bangku kuliah.
”Saya bisa kuliah karena terbantu beasiswa Bidikmisi. Kalau enggak ada itu pasti kesulitan juga bayar uang kuliah yang mahal ini,” kata Sandi.
Kalau bisa semua guru lebih diperhatikan, enggak hanya sekolah negeri saja dan tidak hanya guru di SD, SMP, atau SMA saja,
Bidikmisi itu, kata Sandi, diberikan setelah menjadi mahasiswa, bukan saat awal masuk. ”Temanku itu sudah aku semangati untuk kuliah karena ada Bidikmisi, tapi justru biaya awal itu yang membuatnya sulit,” ujarnya.
Terkait biaya kuliah, Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran pada Kamis pagi memberikan beasiswa baru dalam program pendidikan yang diberi nama Tabungan Beasiswa Berkah (TABE) sebesar Rp 98 miliar untuk mahasiswa tidak mampu dan mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas akhir dengan jumlah 13.113 orang. Sedangkan untuk guru-guru, pemerintah membantu pembangunan 1.000 rumah dengan uang muka (DP) 0 di Kalteng.
”Untuk mewujudkan sumber daya manusia yang mumpuni, maka pendidikan menjadi bagian penting dalam pembangunan. Untuk itu, kami menyediakan berbagai bantuan baik untuk peserta didik maupun pengajarnya,” kata Sugianto.