Pengungkapan Korupsi Timah Tidak Hentikan Penambangan Ilegal di Babel
Pengungkapan kasus korupsi timah harus dilakukan seluas-luasnya dan setuntas-tuntasnya untuk mencegah kasus berulang.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·3 menit baca
PANGKAL PINANG, KOMPAS — Pengungkapan kasus dugaan korupsi pengelolaan timah pada wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah 2015-2022 yang merugikan negara Rp 271 triliun tidak betul-betul memberikan efek jera. Aktivitas penambangan timah ilegal masih terjadi, salah satunya di Kota Pangkal Pinang, Pulau Bangka.
Berdasarkan pantauan Kompas, Rabu (24/4/2024) siang, terdengar deru berisik suara mesin diesel dari ponton kayu di tepian sungai. Letaknya tidak jauh dari perkampungan nelayan di kawasan Pangkal Arang, Kecamatan Pangkal Balam, Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung.
Ada lima hingga tujuh lelaki dewasa yang terlihat bekerja di sana. Aktivitas itu hanya berjarak 4 kilometer atau sekitar 10 menit perjalanan darat ke arah timur laut dari pusat Kota Pangkal Pinang, ibu kota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Menurut warga sekaligus nelayan setempat, Jufri, mesin itu adalah alat untuk menyedot timah dari kedalaman air. Aktivitas itu dilakukan sejumlah pekerja yang berasal dari luar kampung tersebut.
”Aktivitas itu baru mulai lagi beberapa hari terakhir setelah sempat berhenti karena ada razia,” ujar Jufri.
Jufri mengatakan, seusai kasus korupsi timah mengemuka, terlebih saat pengusaha timah Bangka Tengah Tamron alias Aon ditahan Kejaksaan Agung, Selasa (6/2/2024), sejumlah aparat keamanan berdatangan ke kampungnya. Para aparat itu merazia pertambangan ilegal.
Razia sempat membuat para pekerja tambang kabur beberapa hari. Namun, saat tidak ada aparat berjaga, pekerja tambang datang lagi dan beraktivitas seperti sebelumnya.
”Kalau ada razia, mereka hilang satu-dua minggu. Saat dirasa aman, nanti mereka datang lagi,” kata Jufri.
Berdasarkan sejumlah aturan, aktivitas penambangan itu tergolong ilegal. Pangkal Pinang sudah ditetapkan sebagai kawasan zero pertambangan.
Aturan itu terkandung dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Pangkal Pinang Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Hal itu juga diperkuat Perda Kota Pangkal Pinang Nomor 7 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat.
Kalau ada razia, mereka bisa hilang satu-dua minggu. Saat kondisi dirasa aman, nanti mereka datang lagi.
Bagian Keempat dari Bab VI tentang Tertib Lingkungan dalam Perda 7/2019 disebutkan, setiap orang atau badan dilarang melakukan penggalian dan/atau pengerukan terhadap tanah, sungai/aliran sungai atau tempat lainnya untuk mendapatkan suatu manfaat atau keuntungan yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan tanpa izin dari wali kota atau pejabat yang ditunjuk.
Sulit diberantas
Sebelumnya, Penjabat Gubernur Bangka Belitung Safrizal ZA seusai menghadiri Konsultasi Publik mengenai ”Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Rencana Pembangunan Jangkah Menengah Daerah (KLHS RPJMD) Bangka-Belitung 2025-2029” di Pangkal Pinang, Rabu pagi, menuturkan, pengungkapan kasus korupsi timah membuat beban lingkungan di Bangka Belitung turun drastis.
Safrizal mengklaim, pengungkapan itu membuat hampir 100 persen aktivitas pertambangan ilegal berhenti. Namun, dia mengakui masih ada oknum nakal yang menambang ilegal. Lokasinya jauh dari pengawasan aparat ataupun pemerintah.
”Kami tidak mampu menjangkaunya. Mungkin itu karena masyarakat yang tidak bisa lepas dari tambang. Bagi sebagian masyarakat, penambangan sudah menjadi pekerjaan sehari-hari untuk memperoleh pendapatan. Kalau tidak dilakukan, mereka tidak bisa makan,” tuturnya.
Safrizal memastikan, hasil pertambangan timah ilegal itu akan sulit dijual. Itu karena tidak ada lagi yang mau menampung atau membelinya. Calon pembeli ketakutan seusai terungkapnya kasus korupsi timah.
”Distribusi barang ilegal itu sudah sulit sekarang, tidak ada yang mau membelinya. Jadi, kalau ada kelompok (masyarakat) yang tetap nekat menambang (secara ilegal), hasil mereka akan sia-sia, tidak tahu mau diapakan (disalurkan),” ujarnya.
Direktur Bangka-Belitung Resources Institute Teddy Marbinanda mengatakan, fenomena belum kapoknya masyarakat menambang ilegal menunjukkan Kejagung tidak boleh puas dengan pengungkapan kasus yang sudah berjalan.
Kejagung harus segera memberikan kepastian, apakah akan ada tersangka lain atau proses hukum yang berlangsung akan berlanjut ke tahap selanjutnya.
”Proses hukum yang sedang berjalan sudah on the track. Banyak tersangka dan barang bukti yang didapat serta banyak saksi yang diperiksa. Hanya saja, Kejagung tidak boleh berhenti di sini. Mereka harus segera memastikan apakah mungkin ada tersangka berikutnya atau membawa proses hukum ini ke tingkat berikutnya,” kata Teddy.
Sejak Oktober 2023, Kejagung sudah menjerat 16 tersangka. Selain Tamron, nama ternama lainnya ada crazy rich Pantai Indah Kapuk Helena Lim dan suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis.
Di sisi lain, Kejagung telah menyita sejumlah aset dari lima smelter atau fasilitas pengolahan hasil tambang timah. Ada 148 saksi yang diperiksa.
Menurut Teddy, proses hukum itu sudah berlangsung cukup lama, setidaknya sejak awal tahun atau sejak ada tersangka yang ditahan. Saat ini, belum ada kepastian bagaimana ke depannya kasus tersebut.
Dia khawatir, kalau berlarut-larut, hal itu akan menimbulkan banyak opini ataupun spekulasi, terutama di kalangan masyarakat.
Sejauh ini, masyarakat Bangka Belitung masih sangat bergantung pada penambangan timah. Jadi, tidak heran kalau ada warga yang nekat tetap menambang.
”Kalau tidak segera dituntaskan, pengungkapan kasus ini akan kehilangan momentumnya untuk perbaikan tata kelola pertambangan dan bisnis timah,” tutur Teddy.