Masih Banyak Ruang Pembenahan dalam Menjaga Lebaran
Pembenahan berkelanjutan harus dilakukan, terutama berkaitan keselamatan nyawa pemudik.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·5 menit baca
Hari Raya Idul Fitri telah berlalu. Di tahun 2024, bulan suci Ramadhan hingga Idul Fitri terasa istimewa. Puasa Ramadhan bertepatan dengan puasa umat Hindu dalam peringatan Nyepi dan umat Kristiani dalam perayaan Paskah. Tiga peristiwa spritual ini terjadi di tengah keriuhan politik pasca Pemilihan Presiden, yang masih berakumulasi dalam sidang gugatan dugaan kecurangan di Mahkamah Konstitusi.
Panggilan berpuasa ini menyerukan agar masyarakat Indonesia mendinginkan hati agar tidak terpengaruh seretan emosi. Di dalam pelaksanaannya, Ramadhan memang selalu membutuhkan perencanaan yang saksama dan matang. Ramadhan dan Idul Fitri terjadi setiap tahun, dan setiap tahun pula kita melihat perubahan serta perkembangan yang ada walaupun sedikit.
Secara umum, bulan puasa hingga Lebaran berjalan baik. Arus mudik dan arus balik juga tergolong lancar. Setiap pihak yang terlibat, mulai dari pemerintah, swasta, dan masyarakat menjaga agar Ramadhan dan Lebaran berlangsung dengan khidmat serta ajek. Para personel Polri, TNI, penyedia layanan transportasi, dan lain-lain berupaya keras memastikan kelancaran proses eksodus tahunan menjelang Lebaran.
Berbagai berita, ficer, dan analisis yang terbit di Kompas menunjukkan hal tersebut. Kementerian Perhubungan, kepolisian, dan Jasa Marga berusaha memastikan arus lalu lintas tidak mengalami hambatan. Apalagi, perkiraan Kemenhub menyebut, ada 193 juta orang yang mudik pada Lebaran 2024. Jumlah ini naik 56 persen dibandingkan tahun 2023.
Di jalur utama mudik seperti Tol Trans Jawa, Trans Sumatera, penyeberangan Merak-Bakauheni, arus mudik berjalan lancar. Arus mudik penyeberangan Merak-Bakauheni sempat mengalami antrean panjang, hingga akhirnya bisa diurai dengan berbagai cara.
Petugas Pertamina, PT ASDP Ferry Indonesia, Jasa Marga, dan Astra Infra, bekerja keras memastikan layanan kepada pemudik terpenuhi. Tempat-tempat istirahat dan sarana pengisian bahan bakar diupayakan berfungsi maksimal. Sumbangsih para pekerja ini tidak bisa dilewatkan signifikansinya.
Perlu pembenahan
Meskipun begitu, yang namanya pergerakan orang dalam jumlah besar tetap menyisakan sejumlah masalah yang perlu pembenahan. Jenis angkutan yang dipakai untuk mudik, kondisi jalan, sistem pengangkutan pemudik, dan perilaku mudik itu sendiri masih menunjukkan sejumlah persoalan yang harus diperbaiki agar arus mudik dan arus balik di tahun berikutnya jauh lebih baik.
Kecelakaan lalu lintas tetap menjadi momok tahunan. Secara statistik, memang ada penurunan jumlah korban tewas. Hal ini terlihat dari data Korps Lalu Lintas Polri yang menyebut ada 1.457 kasus kecelakaan dengan 310 korban tewas pada angkutan Lebaran 2022.
Tahun 2023, ada 1.789 kasus kecelakaan dan 189 orang tewas. Adapun di tahun 2024, per Senin (16/4/2024), Korlantas Polri mencatat jumlah kasus kecelakaan berkurang 15 persen dibandingkan tahun lalu dan jumlah korban tewas berukurang 3 persen.
Di Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) yang merupakan bagian dari Tol Trans-Jawa, tercatat ada dua kasus kecelakaan dengan korban tewas. Kasus pertama terjadi pada 8 April dengan total korban tewas 12 orang, termasuk anak-anak berumur 10 tahun dan 14 tahun. Bahkan, seorang ibu dari Ciamis, Jawa Barat, kehilangan dua putrinya akibat musibah itu. Kecelakaan kedua terjadi pada 15 April dan menewaskan satu korban.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa statistik harus dimaknai dengan penjaminan keselamatan nyawa semua pengguna sarana dan prasarana transportasi. Hal ini tidak bisa dibebankan pada pihak-pihak tertentu saja, melainkan pembenahan yang terstruktur, luas, dan berkelanjutan di masyarakat.
Kasus kecelakaan KM 58, misalnya, terjadi akibat penggunaan travel (angkutan) gelap. Mobil penumpang Daihatsu Gran Max ini menurut laman resmi produsennya berkapasitas tujuh penumpang. Kenyataannya, diisi 12 orang, belum termasuk barang-barang bawaan. Kendaraan yang kelebihan beban dan pengemudi yang mengantuk mengantar semua orang di dalamnya menuju maut.
Pakar transportasi dari Universitas Indonesia Ellen Tangkudung menjelaskan, kecelakaan ini karena buruknya integrasi sistem angkutan umum di berbagai wilayah Indonesia. Minimnya ketersediaan moda transportasi membuat pemudik yang kampungnya jauh dari perkotaan mengambil risiko menggunakan angkutan yang tidak menjamin keselamatan mereka. Penelusuran Kompas menunjukkan, sukar untuk melacak travel gelap di lapangan karena mereka adalah mobil-mobil berpelat nomor hitam, sehingga tidak bisa dibedakan dengan mobil pemudik reguler.
Pembenahan juga diperlukan dari pengelolaan program mudik gratis, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Program ini sangat membantu masyarakat kelas pekerja di perantauan untuk bisa pulang merayakan Lebaran dengan keluarga di kampung. Akan tetapi, beragamnya penyelenggara program mudik gratis membuat pelaksanaannya tidak terstandar.
Sejumlah program tidak menyediakan layanan balik gratis ke perantauan. Selain itu, euforia memperoleh kesempatan mudik gratis membuat sejumlah pemudik lupa bahwa arus balik adalah hal yang harus dipikirkan matang-matang. Memang mudah menyalahkan mereka abai sehingga tidak memerhatikan cara kembali ke perantauan. Akan tetapi, kembali ke argumen betapa pentingnya program mudik gratis membantu rakyat kecil Indonesia, sewajarnya dilengkapi dengan program balik gratis.
Dari aspek jalan tol, secara umum berfungsi cukup baik. Ada catatan khusus di Tol Trans-Sumatera yang dipantau Kompas yang kondisinya masih bolong-bolong. Di Sumatera maupun Jawa, persoalan kemacetan umumnya terjadi di ruas jalan arteri yang menerima limpahan kendaraan keluar dari tol maupun imbas dari pemberlakuan sistem satu arah.
Adapun di tol, tercatat memang tidak ada macet, melainkan padat merayap yang mengakibatkan kendaraan melaju dengan kecepatan 10 kilometer per jam. Ini juga menghabiskan waktu di perjalanan.
Para pemudik juga tidak lepas dari keharusan membenahi perilaku. Dimulai dengan memastikan keselamatan diri. Imbauan agar tidak memaksakan diri menyetir ketika mengantuk teramat penting dalam menjaga nyawa sendiri dan orang lain. Sayangnya, di penyedia moda transportasi, masih ada yang memaksa sopirnya bekerja tanpa henti.
Kedisiplinan pemudik juga menjadi sorotan. Ini tampak di Pelabuhan Merak ketika 19.700 kendaraan atau 32 persen dari kendaraan datang tanpa membeli Karcis saat mudik. Mereka mengharapkan bisa otomatis diseberangkan ke Bakauheni. Akibatnya, 19.700 kendaraan ini mengakibatkan kemacetan dan kerepotan bagi para pemudik lain yang telah bersikap bertanggung jawab dengan membeli karcis penyeberangan jauh-jauh hari dari aplikasi maupun laman Ferizy.
Masukan dari Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia Pusat Djoko Setijowarno ada benarnya. ”Jadi preseden buruk jika diberikan jalan keluar memberangkatkan mobil tak sesuai jadwal. Harus tega supaya di tahun berikutnya tidak terulang kembali,” tuturnya.
Ketegaan serupa juga diterapkan kepada para pelanggar sistem ganjil genap di tol. Kepala Korlantas Polri Inspektur Jenderal Aan Suhanan menjanjikan surat tilang elektronik menyambut para pelanggar pascalebaran. Berharap penegakan kedisiplinan itu, masyarakat Indonesia semestinya bisa antusias saat libur Natal dan Tahun Baru nanti atau Lebaran tahun depan keamanan dan kenyamanan lalu lintas mereka terjamin.