Kisah Mahsun Alatas, Remaja 14 Tahun Berjualan Keripik demi Beli Baju Baru untuk Lebaran
Mahsun berjualan keripik demi baju Lebaran saat pemda menghabiskan ratusan miliar anggaran untuk bangunan baru.
Di tengah beragam pembuatan gedung dan infrastruktur baru di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, mimpi Mahsun Alatas (14) punya baju baru tak kesampaian.
Senin (8/4/2024), matahari telah jatuh berganti bulan. Sinarnya tidak terang karena tersembunyi di balik awan mendung.
Akan tetapi, hal itu tidak membuat semangat Mahsun luntur. Meski baju kokonya kusam menutupi tubuh mungilnya, dia percaya diri duduk bersila di depan sebuah kafe di pusat perbelanjaan megah di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Di depannya, berjejer dua kotak putih. Isinya berbagai macam keripik, mulai dari yang manis hingga pedas nyelekit.
Saat menjajakan keripik, matanya melirik banyak orang. Mulutnya menawarkan barang jualannya kepada siapa pun yang melintas. Namun, 30 menit menawarkan dagangan, belum satu pun keripik laku terjual.
Siswa salah satu madrasah tsanawiyah (MTs) di Kota Palangkaraya itu tidak setiap hari jualan. Dia berdagang hanya selama bulan puasa. Layaknya anak sekolah lain, biasanya Mahsun menghabiskan waktu di rumahnya, bermain bersama rekan sebaya, atau mengerjakan pekerjaan rumah.
Dia bukan anak bebal. Mahsun rajin ke sekolah. Dia kerjakan pekerjaan rumah yang diberi guru.
Mahsun juga kakak yang baik. Dia menjaga adik-adiknya di rumah selama orangtuanya bekerja. Mahsun bahkan mencuci baju hingga masak nasi.
Hanya, hidup tetap tidak mudah bagi dia. Apalagi pandemi Covid-19 membuat orangtuanya kehilangan pekerjaan. Untuk Lebaran kali ini, hanya demi sehelai baju baru, ia mesti berjualan keripik.
Ya, bagi Mahsun Idul Fitri itu baju baru. ”Enggak apa-apa tidak bisa (beli). Ini juga bantu orangtua,” ungkap Mahsun.
Orangtua Mahsun kini bekerja serabutan. Apa saja yang bisa menghasilkan selama halal akan dikerjakan.
Biasanya, orangtua Mahsun bekerja di ladang para tuan tanah, menjaga kebun, membersihkan kebun sawit, atau pekerjaan apa pun yang hanya bermodal tenaga.
”Kata ibu, sekarang zamannya lagi susah,” ujarnya.
Meski ikhlas bila tak ada baju baru saat Lebaran, Mahsun tak bisa menyembunyikan keinginan itu dari raut wajah penuh harap. Sambil melamun, tiba-tiba pembeli datang memilih keripik, lalu pulang.
Baca juga: Lanting, Kemiskinan dan Rapuhnya Ketangguhan Hidup di Kalimantan Tengah
Mahsun pun tersenyum. Ia lalu memasukkan uang ke bawah sobekan kardus yang jadi alas keripik jualannya.
Tak jauh dari tempatnya duduk di pusat perbelanjaan, nyala lampu dari Menara Talawang berhamburan memukau mata. Mahsun terpukau melihat kemegahan bangunan itu.
Menara yang baru selesai dibangun tahun ini itu merupakan ikon baru Kota Palangkaraya dan Kalteng. Tingginya mencapai 45 meter. Bila di puncaknya, hampir semua sudut Kota Palangkaraya bisa terlihat.
Mahsun sempat bertanya, mengapa lampunya bisa berubah warna bahkan membentuk kata-kata ”Kalteng Berkah”. Hurufnya juga besar-besar. Mahsun tak paham dengan teknologi light emitting diode (LED).
Menara Talawang
Menara Talawang itu belum diresmikan. Namun, di sekitarnya sudah digunakan untuk shalat Idul Fitri pada Rabu (10/4/2024) lalu.
Ribuan orang datang. Mahsun tidak ketinggalan. Tanpa baju baru, ia dan keluarganya ingin merasakan sensasi di bangunan tertinggi di Kalteng itu.
Gubernur Kalteng Sugianto Sabran, menjelaskan, renovasi dan pembangunan di Bundaran Besar itu bertujuan membangun daerah mendukung Kalteng sebagai penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN). Ia berharap bisa berdampak pada banyak sektor lainnya, terutama wisata.
Coba bandingkan jika dana itu untuk rehabilitasi permukiman di Jalan Mendawai, misalnya, yang rawan banjir atau daerah Flamboyan bawah yang rawan kebakaran.
Menara itu bentuknya seperti talawang atau perisai khas suku Dayak. Selain setinggi lebih kurang 45 meter, ada bundaran besar mencapai hampir satu hektar.
Selain itu, ada terowongan yang menghubungkan menara dengan tempat parkir dan ruang terbuka hijau yang ada di sekitarnya. Salah satunya di bekas Gedung KONI Provinsi Kalteng.
Dari data Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kalteng, pemerintah menggunakan dana APBD Rp 96,8 miliar. Karena proyek tahun jamak (multiyear), anggaran yang digunakan bersumber dari APBD 2022-2024.
Proyek ini dikerjakan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kalteng melalui kontraktor pelaksana PT Surya Sarana Sentosa, kontraktor asal Surabaya, Jawa Timur.
”Membangun ikon di Kota Palangkaraya penting. Palangkaraya gerbang dan wajah dari provinsi Kalteng,” ungkap Sugianto Sabran.
Selain Menara Talawang, Sugianto juga sedang membangun dan merenovasi beberapa bangunan monumental di Palangkaraya.
Beberapa di antaranya Bundaran Mahir Mahar, renovasi Jembatan Kahayan dan sekitarnya, lengkap dengan konsep water front city.
Semua rencana itu akan rampung tahun ini. Saat itu, Sugianto Sabran dan Edy Pratowo menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kalteng.
Paulus Alfons, pemerhati sosial budaya dari Universitas Palangkaraya, mengungkapkan, infrastruktur yang dibangun begitu megah di Kota Palangkaraya ini menghabiskan ratusan miliar anggaran. Anggaran itu seharusnya bisa digunakan untuk kebutuhan mendesak lainnya.
”Coba bandingkan jika dana itu untuk rehabilitasi permukiman di Jalan Mendawai, misalnya, yang rawan banjir, atau daerah Flamboyan bawah yang rawan kebakaran,” ujarnya.
Tuti (35), warga kampung Puntun yang terletak di Kelurahan Flamboyan, merayakan Idul Fitri di tempat pengungsian. Rumahnya ludes terbakar dua hari sebelum Idul Fitri. Namun, ia tetap bersyukur.
”Selamat saja sudah bersyukur, masih bisa merayakan Idul Fitri,” kata Tuti.
Idul Fitri memang menyimpan makna masing-masing bagi umat Islam, khususnya di Palangkaraya, Kalteng. Ada yang ingin baju baru, ada yang membangun bangunan megah, ada juga yang terus bersyukur masih bisa menjalani kehidupan.
Baca juga: Pekerjaan Rumah Di Balik Penurunan Angka Kemiskinan Nasional