Ada yang berbeda dengan shalat Idul Fitri di Palangkaraya. Untuk pertama kali, jemaah shalat di ikon baru Kalteng.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·2 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Shalat Idul Fitri di Kota Palangkaraya kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Untuk pertama kalinya, shalat Idul Fitri dilaksanakan di Bundaran Besar yang menjadi ikon baru Kalimantan Tengah. Meski belum diresmikan, ribuan warga memadati ”magnet” baru wisata Kalteng tersebut.
Setiap tahun, shalat Idul Fitri berjemaah di Kota Palangkaraya biasanya dilaksanakan di Masjid Raya Darussalam. Tahun ini berbeda, Pemerintah Provinsi Kalteng mengadakan shalat Idul Fitri berjemaah di Bundaran Besar Palangkaraya yang merupakan ruang terbuka hijau (RTH).
Bundaran Besar pun punya penampilan yang jauh berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya karena saat ini bangunan berbentuk Talawang atau perisai khas Dayak sudah selesai dibangun. Bangunan itu akan diisi oleh museum budaya dan berbagai tempat kegiatan di dalamnya.
Walakin, sampai saat ini gedung dengan tinggi 45 meter menjulang ke langit itu belum bisa digunakan karena memang belum diresmikan. Namanya pun masih disebut Bundaran Besar meski sudah direnovasi total.
Pada Rabu (10/4/2024) pagi, umat Muslim Kalimantan Tengah di Kota Palangkaraya berkumpul di halaman Bundaran Besar itu untuk melaksanakan shalat Idul Fitri. Shalat dipimpin oleh Noor Fahmi sebagai khatib. Shalat itu juga dihadiri Gubernur Kalteng Sugianto Sabran dan pejabat daerah lainnya.
Seusai shalat, jemaah tidak langsung meninggalkan Bundaran Besar. Mereka menyempatkan berfoto di depan gedung Talawang karena di hari biasa pengunjung hanya boleh melihatnya dari pinggir Bundaran Besar. Warga dilarang masuk karena menunggu peresmian yang direncanakan baru akan digelar akhir tahun nanti.
Ribuan orang yang ikut shalat juga diundang Sugianto ke rumah jabatan gubernur Kalimantan Tengah untuk silaturahmi sambil menyantap makanan yang disajikan. Makanan itu dibeli dari pedagang kaki lima di sekitar bundaran dan dibagikan gratis.
Listyowati (41), salah satu warga asal Pahandut, Kota Palangkaraya, yang ikut shalat berjemaah, mengungkapkan, meski shalat di tengah kota, khidmat tetap didapat. Tidak ada suara berisik yang mengganggu dan cuaca pun mendukung khidmat tersebut.
”Iya, ini pertama kalau shalat Idul Fitri, ya. Kalau shalat yang lainnya, sudah pernah di sini. Ini, kan, ikon baru. Jadi, ada pengalaman yang berbeda shalat di sini,” ujar Lis, panggilan akrabnya.
Sugianto Sabran, di sela-sela buka pintu atau gelar griya, mengungkapkan bahwa Idul Fitri harus dimaknai untuk kebaikan bagi semua, tak hanya umat Muslim, tetapi juga seluruh umat beragama lainnya. Dalam Islam, lanjutnya, momen ini merupakan saat yang tepat untuk menyatukan hati dengan semangat kebaikan dalam merajut ukhuwah Islamiah atau persaudaraan sesama Muslim.
Iya, ini pertama kalau shalat Idul Fitri, ya. Kalau shalat yang lainnya, sudah pernah di sini. Ini, kan, ikon baru.
”Demi terwujudnya Kalteng Makin Berkah, yakni bermartabat, elok, religius, kuat, amanah, dan harmonis, hilangkan segala rasa benci, rasa dengki, rasa iri, rasa dendam, rasa sombong, dan rasa bangga dengan apa yang kita miliki hari ini,” kata Sugianto.
Sugianto mengingatkan masyarakat untuk semangat dalam menyambut lembaran hidup yang baru seusai saling memaafkan. Ia juga mengatakan kepada umat yang datang ke rumah jabatan itu untuk menghadirkan sikap dan perilaku sebagai hamba Allah yang bertakwa.