Pertama Kali Shalat Idul Fitri Digelar di Alun-alun Rumah Dinas Gubernur NTT
Shalat Idul Fitri di NTT digelar di alun-alun rumah dinas gubernur, dilanjutkan gelar griya.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Untuk pertama kali, shalat Idul Fitri diselenggarakan di rumah dinas Gubernur Nusa Tenggara Timur, Rabu (10/4/2024). Seruan persatuan dan kesatuan bangsa digaungkan dalam khotbah pada shalat tersebut.
Seruan itu mengacu pada pentingnya memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, khususnya setelah pemilu dan pemilihan presiden-wakil presiden. Seruan untuk merawat dan menjaga kelestarian lingkungan juga digaungkan.
Ustaz Achmat Sofyan Abdurachman dalam khotbahnya, antara lain, mengatakan, persatuan dan kesatuan sangat pentin untuk, membangun Indonesia ke depan. Indonesia terbentang sangat luas dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai ke Rote. Itu berarti Indonesia terdiri dari berbagi suku, agama, pulau, dan penduduk dengan beragam warna kulit.
”Kita dipersatukan dalam jiwa dan pandangan hidup bangsa, yakni Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Persatuan dan kesatuan itu bagian kecil dari kesempurnaan Tuhan, sekaligus anugerah Tuhan bagi bangsa dan negara ini. Persatuan dan kesatuan itu sangat mahal harganya. Jangan kita merusaknya hanya karena perbedaan pilihan politik, dukungan, dan kepentingan lain,” kata Sofyan.
Pancasila, menurut dia, membedakan bangsa ini dari bangsa-bangsa lain. Pancasila mampu membuat bangsa Indonesia berdiri kokoh dan utuh saat ajaran dan budaya luar ingin memecah belah eksistensi.
Persatuan dan kesatuan bangsa ini, menurut dia, telah diuji dan dikaji oleh para pendiri bangsa. Pemikiran mereka menjadi warisan yang sangat berharga bagi keberlangsungan bangsa. Oleh sebab itulah, tidak boleh ada kelompok atau perseorangan dari warga bangsa ini yang sengaja merusak rasa kebangsaan dengan dalil apa pun.
”Negeri ini kaya dengan rahmat dan nikmat Allah. Semua itu dipercayakan kepada kita untuk dibangun dan disempurnakan demi kesejahteraan umat-Nya. Jangan dirusak dengan keserakahan duniawi atau berupaya mencabik-cabik dengan alasan sempit, yang bukan kehedak Allah,” kata Sofyan.
Sofyan juga menyerukan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. ”Tanah, hutan, air, dan semua makhluk ciptaan harus dijaga dan dirawat bersama,” katanya.
Terpisah, tokoh Muslim NTT, H Ahmat Atang, mengatakan, pemilihan alun-alun rumah dinas gubernur sebagai tempat untuk shalat Idul Fitri dilakukan oleh Panitia Peringatan Hari Besar Islam (PPHBI). Adapun penyelenggara kegiatan itu dari Masjid Nurul Imam. Pemerintah Provinsi memfasilitasi sarana dan prasarana pendukung.
”Kami berharap, ke depan kegiatan–kegiatan keagamaan, seperti Idul Fitri dan Idul Adha, atau kegiatan keagamaan dari mana saja, bisa diselenggarakan di tempat ini. Penyelenggaraan shalat Idul Fitri di alun-alun rumah dinas gubernur ini merupakan pertama kali dalam sejarah NTT. Fasilitas negara bisa dimanfaatkan masyarakat, apalagi untuk kepentingan hari raya keagamaan,” katanya, seusai shalat.
Berjarak sekitar 100 meter dari alun-alun itu juga diselenggarakan shalat Idul Fitri di Lapangan Markas Polda NTT. Shalat juga digelar di Markas Korem Wirasakti Kupang, sekitar 1 kilometer dari alun-alun. Shalat di setiap tempat itu diikuti sekitar 3.000 orang.
Begitu selesai shalat Idul Fitri, panitia langsung mengumumkan agar semua sampah berupa kertas koran dan jenis sampah lain langsung dipungut dan dibawa pulang. Dengan demikian, tidak membebani panitia atau petugas lain untuk membersihkan sampah.
Fasilitas negara bisa dimanfaatkan masyarakat, apalagi untuk kepentingan hari raya keagamaan.
Untuk pertama kali pula, gelar griya (open house) diselenggarakan di rumah dinas Gubernur NTT. Ribuan Muslim dan Kristiani datang dan pergi, bersilahturahmi dengan penjabat gubernur yang merayakan hari raya Idul Fitri.