Kapasitas Produksi Sandal Upanat Borobudur Melebihi Kebutuhan Harian
Produksi upanat bisa mencapai lebih dari 4.000 sandal per hari. Jumlah ini melebihi jumlah wisatawan yang naik candi.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·2 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Kapasitas produksi upanat, sandal khusus untuk wisatawan di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, melebihi rata-rata kebutuhan harian. Untuk itu, produsen sandal berencana melakukan diversifikasi produk guna memaksimalkan sumber daya yang ada.
Upanat adalah sandal dengan sol lunak yang wajib digunakan pengunjung untuk menapaki Candi Borobudur. Digagas Balai Konservasi Borobudur, yang kini menjadi Museum dan Cagar Budaya (MCB) Warisan Dunia Borobudur, upanat dipakai untuk melindungi batuan candi dari efek injakan pengunjung.
Sebagai produsen upanat adalah badan usaha milik desa bersama (BUMDesma) Borobudur Manunggaling Roso. BUMDesma ini menjadi koordinator pengelola produksi dan pemasaran sandal upanat yang melibatkan 45 perajin dari BUMDes di 20 desa di Kecamatan Borobudur. Setiap perajin dibantu 5-10 pekerja.
Kini, produksi upanat bisa mencapai lebih dari 4.000 sandal per hari. Jumlahnya melampaui kebutuhan. Alasannya, jumlah wisatawan yang bisa naik ke candi dibatasi hanya 1.200 orang per hari. Apalagi, dalam sebulan, upanat hanya bisa dipakai selama 26 hari. Setiap Senin, bangunan candi ditutup untuk kunjungan.
”Permintaan 1.200 sandal per hari untuk pengunjung biasanya hanya kami terima untuk akhir pekan, Sabtu dan Minggu. Pada hari biasa, berkisar 300-500 sandal,” ujar Direktur BUMDesma Borobudur Manunggaling Roso, Noeryanto, Selasa (2/4/2024).
Noeryanto mengatakan, pembuatan sandal bisa memberikan tambahan penghasilan bagi pekerja. Sebagian besar dari mereka, kata dia, sebelumnya pedagang asongan di kawasan Taman Wisata Candi Borobudur. Noeryanto mengklaim, penghasilan pekerja pembuat sandal lebih baik ketimbang masih menjadi pedagang asongan.
”Jika memproduksi 1.200 sandal per hari, satu perajin bisa membuat 27 sandal per hari dengan keuntungan Rp 15.000 per sandal. Mereka dapat meraup lebih dari Rp 10 juta per bulan,” ujar Noeryanto. Namun, hitungan tidak ideal karena terkendala kebutuhan yang lebih kecil.
Sekalipun jam kunjungan pada musim libur Lebaran diperpanjang, wisatawan yang boleh naik ke bangunan candi tidak lebih dari 1.200 orang per hari.
Ke depan, Noeryanto berencana melakukan diversifikasi produk. Tidak hanya membuat sandal, upanat akan menjadi ide desain untuk kaos, gantungan kunci, hingga hiasan meja. Saat ini, pihaknya juga sedang menjajaki kemungkinan upanat digunakan sebagai sandal hotel di kawasan Borobudur.
”Desainnya bisa sama. Namun, upanat untuk sandal hotel bisa dibuat dengan bahan baku anyaman dan sol berbeda dengan yang akan digunakan wisatawan candi,” ujarnya.
General Manager Taman Wisata Candi Borobudur Jamaludin Mawardi menuturkan, pihaknya hanya sebatas memesan upanat sesuai jumlah pengunjung. ”Kami memang tidak bisa menyerap produksi upanat secara optimal. Harus diingat, kami bukan pengepul upanat,” ujarnya.
Subkoordinator MCB Warisan Dunia Borobudur Wiwit Kasiyati menuturkan, sesuai kebijakan yang telah diputuskan sebelumnya, jumlah wisatawan yang naik ke struktur Candi Borobudur, bahkan saat libur Lebaran, tetap dibatasi 1.200 per hari.
”Sekalipun jam kunjungan pada musim libur Lebaran diperpanjang, wisatawan yang boleh naik ke bangunan candi tidak lebih dari 1.200 orang per hari,” ujarnya.