Herbal lokal menarik karena selain melimpah, perajin pun bisa membantu petani.
Oleh
SIWI YUNITA CAHYANINGRUM, , DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
PAMEKASAN, KOMPAS — Para perajin jamu Madura di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, lebih memilih rempah dan empon-empon lokal untuk memenuhi kebutuhan bahan baku mereka. Pilihan ini memberdayakan petani lokal di kabupaten tersebut.
Kelompok industri jamu tradisional Putre Madura Pamekasan, misalnya, mengambil berbagai bahan utama dari daerah Pakong, Waru, dan Pegangtenan di perbukitan di Kabupaten Pamekasan. Kawasan itu menjadi kawasan penghasil tanaman obat tradisional di kabupaten itu.
Beberapa yang dihasilkan adalah jahe, kapulaga, temulawak, sirih, laos, kunyit, dan sambiloto. Beberapa bahan lain juga diambil di kabupaten sekitarnya, seperti Sumenep, Sampang, dan Bangkalan. Bahan-bahan ini didapatkan di pasar tradisional daerah setempat.
Imam Suhairi, Ketua Paguyuban Industri Jamu Tradisional Putre Madura Pamekasan, Sabtu (23/3/2024) sore, mengatakan, ia mengambil bahan baku jamu dari para petani di daerah itu didasari rasa kebersamaan.
”Warga di sana rata-rata ’jamal’, janda Malaysia, atau para istri yang ditinggal suaminya bekerja di Malaysia. Mereka dulu tak bekerja, namun kami ajak untuk menanam empon-empon sebagai tambahan penghasilan sekaligus berkegiatan,” kata Imam.
Imam mengambil setidaknya 10 kilogram tiap bahan untuk diolah menjadi jamu. Awalnya ia membeli dalam bentuk basah, namun kemudian petani mengirim dalam bentuk kering karena dianggap lebih praktis dan punya nilai jual lebih. Dengan cara itu, ia dan kelompoknya bisa berbagi rezeki dari industri jamu.
Warga di sana rata-rata ’jamal’, janda Malaysia, atau para istri yang ditinggal suaminya bekerja di Malaysia.
Pengusaha jamu lainnya, Mustofa Hasan, juga memanfaatkan tanaman lokal sebagai bahan baku jamu. Hasan mengatakan, kualitas empon-empon di Pamekasan cocok untuk industri jamu rumahan miliknya. Selain segar, ia bisa langsung beli tanpa ongkos kirim.
Ia bahkan berburu sendiri bahan jamu di desa-desa untuk mendapatkan bahan terbaik.
”Saya datang ke Pakong mencari langsung cabai jawa. Soal harga, warga sudah bisa menetapkan harga sendiri. Terkadang tinggi dan terkadang bisa murah, tergantung hasil panen saat itu. Selama kualitas bagus, ya, saya ambil,” kata Hasan.
Hasan mengutamakan bahan herbal dari Pamekasan karena selain harga lebih murah, kualitas pun baik. Ia mencontohkan, cabai jawa Pamekasan bisa ia dapatkan dalam kondisi segar.
Bahan lain yang tak bisa didapatkan Madura tetap ia beli di Surabaya yang merupakan pusat perdagangan herbal di wilayah timur. ”Beberapa jamu memang membutuhkan bahan lain yang tak banyak ada di Madura, seperti jintan hitam. Itu saya datangkan dari Surabaya,” ujarnya.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Jawa Timur pada 2022, Pamekasan menghasilkan 162,288 ton jahe dan Sampang menghasilkan 2,48 ton kapulaga. Bahan-bahan ini banyak dipakai oleh para perajin jamu tradisional yang yang keberadaannya tersebar di pulau ini.
Berdasarkan buku berjudul Kearifan Lokal Warga Madura yang ditulis oleh Mudjijono, Kabupaten Bangkalan disebut telah mengembangkan tanaman yang menjadi bahan baku obat tradisional atau jamu. Jenis tanaman yang dikembangkan di antaranya sambiloto, temu kunci, pace, jahe, keji beling, temu lawak, temu ireng, dan kunyit.
Bahan jamu tersebut kebanyakan ditanam di daerah pegunungan di wilayah Pamekasan, seperti di daerah Pegantenan, Palengan, Kadur, Larangan, dan Waru. Lahan yang digunakan adalah lahan yang tidak mendapat pengairan atau tadah hujan.
Seperti tertulis di buku itu, tanaman jamu banyak ditanam di daerah gunung dan kebanyakan sudah ada sejak zaman dahulu atau sudah turun-temurun. Pada umumnya tanaman jamu itu hanya dibiarkan tumbuh begitu saja dan tidak ada perawatan sama sekali.
Namun, kini sudah banyak petani yang serius bercocok tanam karena dibutuhkan untuk bahan baku jamu. Keberadaan petani herbal ini, tambah para perajin jamu seperti Hasan dan Imam, membantu mereka untuk mendapatkan bahan baku yang lebih segar dan murah.