Saat Nelayan Lombok Terjerat ”Bank Rontok” karena Cuaca Ekstrem
Cuaca ekstrem membuat nelayan di Lombok tak bisa melaut. Mereka terpaksa meminjam ke rentenir dengan bunga tinggi.
Angin kencang dan gelombang tinggi yang melanda perairan Lombok, Nusa Tenggara Barat, membuat para nelayan tidak bisa melaut untuk sementara waktu. Mereka terpaksa mencari alternatif pemasukan lain, termasuk dengan berutang ke ”bank rontok” alias rentenir.
Kawasan pesisir Kuranji Bangsal, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat, tampak lengang, Minggu (17/3/2024) siang. Tidak ada aktivitas yang mencolok. Hanya debur ombak yang terlihat dan angin kencang yang terasa. Kencangnya angin membuat pohon-pohon di sepanjang pesisir yang berada sekitar 6 kilometer dari Mataram, ibu kota Nusa Tenggara Barat (NTB), itu seperti mau tumbang.
Tidak ada kapal nelayan di area pantai. Semuanya dinaikkan dan menutupi jalan aspal satu-satunya di kawasan itu. Kondisi itu membuat warga yang ingin keluar harus memilih melewati area sempit di antara rumah-rumah dan kapal atau lewat pantai. Kapal-kapal di kawasan itu terpaksa dinaikkan ke jalan agar tak terempas oleh angin kencang.
Kondisi serupa juga terlihat di kawasan pesisir Kecamatan Ampenan, Mataram, yang berjarak sekitar 9 kilometer utara Kuranji Bangsal. Kapal-kapal di wilayah itu tampak menutupi jalan perkampungan. Aktivitas yang terlihat hanya ibu-ibu yang sedang membuat pindang dari tongkol.
Di beberapa titik di kawasan itu terlihat nelayan duduk santai di dekat kapal sambil memperbaiki jaring yang rusak. Ada juga yang memperbaiki kapal.
Sahban (45), nelayan di Kelurahan Bintaro, Kecamatan Ampenan, terlihat sibuk memperbaiki lunas atau bagian paling bawah kapal pada Minggu siang. Ia tidak bisa melaut karena adanya gelombang tinggi dan angin kencang. Oleh karena itu, dia memilih bekerja memperbaiki kapal nelayan lain agar mendapat bayaran.
Sabhan tidak mau menyebut berapa bayaran yang ia terima dari memperbaiki kapal itu. Namun, menurut dia, pendapatan itu cukup untuk memenuhi kebutuhan saat tidak bisa melaut. ”Kapal ini, kan, milik sesama nelayan di sini juga, jadi tidak enak patok harga tinggi,” kata nelayan penangkap tongkol itu.
Baca juga: Waspadai Cuaca Ekstrem di NTB dalam Tujuh Hari ke Depan
Namun, tidak semua nelayan bisa mendapat penghasilan seperti Sabhan. Ada juga yang hanya bisa berdiam diri menunggu cuaca membaik. Kondisi itu, antara lain, dialami Rafii (50), nelayan di Kuranji Bangsal.
Siang itu, Rafii terlihat duduk sendiri di gazebo di ujung jalan. Ia menatap ke laut lepas. Gelombang besar bergulung-gulung di pinggir bersama angin kencang yang mengibas-ngibaskan rambutnya. Dalam diam, ia seperti berdoa agar kondisi itu segera membaik.
”Sudah lebih dari seminggu nelayan di sini tidak melaut. Biasanya, tiga hari sudah normal, tetapi ini sudah sembilan hari masih angin kencang dan gelombang tinggi,” ujar Rafii.
”Bank rontok”
Menurut Rafii, rata-rata nelayan di kawasan Kuranji Bangsal menangkap ikan tongkol hingga ke Bali. Namun, sejak perairan laut Lombok dilanda cuaca ekstrem, tidak ada yang berani melaut.
Jika ada yang nekat melaut, hasilnya tidak tentu. Harganya pun murah. Tongkol, misalnya, saat ini dijual Rp 4.000-Rp 6.000 untuk lima ekor. Sering kali hasil melaut tidak sebanding dengan biaya operasional sehingga nelayan memilih tidak melaut.
Otomatis itu membuat pemasukan terhenti. Para nelayan pun harus mengandalkan uang simpanan dari melaut sebelumnya. ”Tetapi jika tidak ada simpanan, pilihan lainnya adalah meminjam ke ’bank rontok’,” kata Rafii.
”Bank rontok” yang dimaksud Rafii adalah semacam rentenir. Mereka memberikan pinjaman uang, tetapi dengan bunga tinggi. ”Tetapi, ya, itu, hari ini dikasih pinjam, lalu besok dan hampir setiap hari ditagih,” tuturnya.
Baca juga: Gelombang Tinggi, Nelayan di Lombok Tidak Berani Melaut
Menurut Rafii, nilai pinjaman itu bervariasi, mulai dari Rp 500.000 hingga jutaan rupiah. Rafii mengaku meminjam senilai Rp 5 juta dari ”bank rontok”, termasuk untuk biaya perbaikan kapal.
”Tidak hanya saya, rata-rata nelayan di sini pinjam. Lalu tukang tagihnya hampir datang setiap hari. Tetapi, kan, tidak bisa nyetor karena tidak melaut,” kata Rafii.
Meminjam uang ke rentenir juga dilakukan warga di pesisir Ampenan. Salah seorang nelayan di wilayah itu, Herman (50), mengatakan, meminjam ke rentenir jadi pilihan terakhir. Apalagi, masa tak bisa melaut ini bersamaan dengan banyaknya kebutuhan di bulan Ramadhan.
Baca juga: Cuaca Ekstrem Masih Berlanjut di Indonesia
”Kalau tidak melaut, ya, andalkan pinjaman ’bank rontok’. Dulu nelayan katakan bisa gadai radio kalau butuh uang, sekarang mana bisa. Akhirnya ke ’bank rontok’ itu,” kata Herman.
Sukma (50), salah satu keluarga nelayan di Kampung Bugis, Kecamatan Ampenan, menambahkan, meski setiap hari harus berhadapan dengan tukang tagih, ”bank rontok” sangat membantu mereka sebagai keluarga nelayan.
”Kadang, kalau lagi tidak ada uang, sehari dua hari, ya, mereka bisa terima. Tetapi hari ketiga kalau tetap enggak ada, kami dimaki-maki,” kata Sukma yang juga punya pinjaman hingga beberapa juta.
Menurut Sukma, selain ditagih setiap hari, bunga pinjaman dari bank rontok juga tinggi, yakni sekitar 20 persen per bulan. ”Jadi, kalau pinjam Rp 3 juta, maka setiap hari harus setor Rp 150.000 selama 24 hari,” kata Sukma.
Meski memberatkan, Sukma menyebut, para nelayan tidak punya pilihan lain. Apalagi, nelayan juga sulit mendapatkan pinjaman dari bank konvensional.
”Hidup di pesisir sekarang sulit. Cuaca ekstrem bikin sulit melaut. Kalau melaut pun dapat sedikit dan harga ikannya rendah. Jadi, ya, ’bank rontok’ jadi penyelamat kami,” kata Sukma.
Kadang, kalau lagi tidak ada uang, sehari dua hari ya mereka bisa terima. Tetapi hari ketiga kalau tetap enggak ada, kami dimaki-maki.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Mataram Irwan Harimansyah mengatakan, ada sekitar 1.200 nelayan dan 400 buruh nelayan di pesisir Kota Mataram. Saat ini sebagian besar dari mereka berhenti melaut karena cuaa ekstrem yang diperkirakan masih berlangsung seminggu ke depan.
”Kami sudah imbau agar nelayan tidak melaut dulu, tetapi bagi yang melaut agar tetap berhati-hati,” kata Irwan.
Irwan menambahkan, karena berhenti melaut, para nelayan kehilangan pemasukan. Oleh karena itu, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Mataram akan berkoordinasi dengan Dinas Sosial Kota Mataram untuk memberikan bantuan kepada para nelayan terdampak. Seperti tahun-tahun sebelumnya, bantuan itu berupa bahan kebutuhan pokok.
Meski begitu, bantuan itu tak akan bisa memenuhi seluruh kebutuhan nelayan dan keluarganya selama berhenti melaut. Oleh karena itu, mereka harus mencari alternatif pemasukan lain agar bisa bertahan, termasuk, meski berat dan menjerat, meminjam ke ”bank rontok”.