Berbahaya bagi Nelayan, Gelombang di Perairan Lampung Bisa Mencapai 2,5 Meter
Kemunculan bibit siklon tropis 91S dan siklon tropis Megan memicu gelombang tinggi di perairan Lampung.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Kemunculan bibit siklon tropis 91S di Samudra Hindia bagian tenggara dan siklon tropis Megan di Teluk Carpentaria, Australia, memicu gelombang tinggi di perairan Lampung. Tinggi gelombang yang berpotensi hingga 2,5 meter itu sangat berbahaya bagi nelayan setempat.
Prakirawan cuaca dari Stasiun Maritim Kelas IV Panjang, Rifki Arif, memaparkan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan dini gelombang tinggi di perairan Lampung. Peringatan itu dikeluarkan karena tinggi gelombang di perairan Lampung bisa mencapai 2,5 meter dalam 2-3 hari ke depan.
Berdasarkan data BMKG Lampung, gelombang setinggi 1,25-2,5 meter berpotensi terjadi di Selat Sunda bagian barat, perairan barat Lampung, dan Samudra Hindia barat Lampung. Selain itu, gelombang tinggi serupa juga diprediksi terjadi di Teluk Lampung bagian selatan, Selat Bangka bagian utara, dan perairan timur Lampung bagian selatan.
”Ada dua faktor yang menambah peningkatan gelombang di perairan Lampung, yaitu bibit siklon tropis 91S di wilayah Samudra Hindia dan siklon tropis Megan di Teluk Carpentaria,” kata Rifki di Bandar Lampung, Senin (18/3/2024).
Ia menjelaskan, bibit siklon tropis memberikan dampak tidak langsung pada ketinggian gelombang dan pembentukan awan di perairan Lampung. Secara umum, angin di wilayah Indonesia bagian selatan bergerak dari arah barat menuju barat laut dengan kecepatan angin 6-30 knot.
Adapun kecepatan angin di perairan barat Lampung, Selat Sunda bagian barat, dan Samudra Hindia barat Lampung bisa mencapai 20 knot. Kondisi itu dinilai berpotensi membahayakan keselamatan pelayaran.
Meski begitu, ketinggian gelombang di jalur pelayaran di Pelabuhan Panjang, Bandar Lampung, dan Pelabuhan Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan, relatif aman. Hingga kini, tidak ada laporan gangguan pelayaran kapal akibat gelombang tinggi.
Sementara itu, Badan SAR Nasional Lampung menyelamatkan Suherman (56) dan Januri (35), nelayan Lampung Selatan, di sekitar Perairan Sangiang, Banten, Minggu (17/3/2024). Sehari sebelumnya, mereka hilang kontak di sekitar perairan Tanjung Tua dan Pulau Sebesi, Kabupaten Lampung Selatan.
Koordinator Pos SAR Bakauheni Basarnas Lampung Rezie Kuswara mengatakan, kedua nelayan itu melaut sejak Sabtu pagi. Namun, kapal mereka mati mesin di tengah laut. Gelombang tinggi di perairan Lampung membuat mereka terombang-ambing di atas kapal.
Saat pencarian, tim SAR Gabungan yang terdiri dari Basarnas Lampung, Polairud Polres Lampung Selatan, Polairud Polda Lampung, dan nelayan setempat memulai pencarian pada radius 14 kilometer dari lokasi kejadian ke arah utara.
Tim lain mencari menggunakan perahu nelayan hingga radius 10 km arah selatan dari lokasi kejadian. Tim lalu mendapatkan kabar korban ditemukan di sekitar perairan Sangiang, Banten.
Saat tiba di lokasi pada Minggu siang, tim SAR Gabungan langsung mengevakuasi kedua nelayan itu menuju Dermaga Muara Piluk, Lampung Selatan. Kedua nelayan itu lalu dibawa ke puskesmas.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Lampung Kusaeri telah menyampaikan informasi peringatan dini gelombang tinggi kepada nelayan. Nelayan diminta tidak nekat mencari ikan, khususnya di perairan yang gelombangnya tinggi, untuk menghindari kecelakaan laut.
Nelayan juga diminta mencari ikan di daerah aman. Wilayah tersebut antara lain di sekitar perairan Bandar Lampung yang dekat dengan pulau-pulau kecil atau di perairan timur Lampung.
Ia mengatakan, sebagian besar perahu nelayan di Lampung merupakan kapal motor berukuran di bawah 20 gros ton. Jika dihantam ombak besar, kapal rentan terbalik, bahkan pecah.
Untuk itu, para nelayan diminta menunggu kondisi perairan membaik atau mencari daerah tangkapan yang lebih aman, misalnya di wilayah Teluk Lampung. Nelayan harus tetap melapor kepada kantor syahbandar untuk mendapatkan izin melaut dan tetap membawa alat keselamatan, terutama pelampung dan alat komunikasi radio maritim.