Gelombang Tinggi, Nelayan di Lombok Tidak Berani Melaut
Gelombang tinggi membuat sebagian besar nelayan di Lombok, NTB, masih tidak berani melaut.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·2 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Gelombang tinggi masih melanda perairan Lombok, Nusa Tenggara Barat. Kondisi ini membuat sebagian besar nelayan seperti di Kota Mataram dan Lombok Barat tidak berani melaut.
Rafii (50), salah seorang nelayan di kawasan Kuranji Bangsal, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat, mengatakan, lebih dari seminggu terakhir tidak melaut. ”Angin kencang dan gelombang juga tinggi. Jadi, kapal kami tidak bisa turun,” kata Rafii, Minggu (17/3/2024).
Pantauan Kompas pada Minggu siang, angin kencang dan gelombang tinggi di kawasan itu membuat tidak ada kapal nelayan berada di area pantai. Seluruh kapal terpaksa dinaikkan dan menutupi jalan raya di pesisir tersebut.
Menurut Rafii, mereka memang sudah terbiasa dengan kondisi seperti itu setiap tahun. Namun, berbeda dengan sebelumnya, tahun ini angin kencang dan gelombang tinggi berlangsung lebih lama.
”Biasanya tiga hari sudah reda. Tetapi, sekarang, sudah sembilan hari masih tetap angin kencang dan gelombang tinggi. Jadi, kami tidak akan bisa berangkat sampai kondisi normal. Kalau dipaksakan, saat dibawa turun ke pantai, kapal bisa rusak,” kata Rafii.
Kondisi serupa juga dialami para nelayan di Kota Mataram. Di kawasan Pantai Pondok Perasi, Ampenan, kapal-kapal juga dinaikkan hingga menutupi badan jalan. Tidak terlihat aktivitas nelayan di kawasan tersebut.
”Tumben angin dan gelombangnya besar sekali. Di sini, sudah ada yang tidak melaut sekitar seminggu,” kata Herman (50), salah satu nelayan di Pondok Prasi.
Menurut Herman, memang masih ada nelayan yang nekat melaut karena kebutuhan sehari-hari, terutama nelayan yang menangkap tongkol.
”Tetapi, selain tidak berani terlalu jauh, mereka cuma sebentar. Berangkat lepas subuh, lalu sekitar 06.30 sudah balik,” kata Herman.
Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Zainuddin Abdul Madjid, Anggi Dewita, mengatakan, masyarakat diminta mewaspadai potensi peningkatan kecepatan angin di wilayah NTB serta terjadinya hujan sedang hingga lebat yang dapat disertai petir dan angin kencang.
Selain itu, menurut Anggi, risiko tinggi keselamatan pelayaran juga harus menjadi perhatian, terutama karena potensi tinggi gelombang yang mencapai dua meter atau lebih di Selat Lombok bagian utara dan selatan, Selat Alas bagian utara dan selatan, perairan utara Sumbawa, Selat Sape bagian selatan, dan Samudra Hindia selatan NTB.
Masyarakat diminta mewaspadai potensi peningkatan kecepatan angin di wilayah NTB. Juga terjadinya hujan sedang hingga lebat yang dapat disertai petir dan angin kencang.
Sumardi (50), nelayan di kawasan pesisir Bintaro, Ampenan, menambahkan, sampai kondisi benar-benar normal, baru mereka bisa berani melaut. ”Sekarang, cuaca sulit diprediksi. Kadang saat berangkat teduh, tetapi pas di tengah angin kencang. Jadi, ya, sebagian besar tidak berani melaut karena berisiko,” kata Sumardi.
Sambil mengisi waktu menunggu kondisi normal, para nelayan memilih memperbaiki perahu dan jaring mereka yang rusak. Beberapa di antaranya bahkan mengambil upah untuk itu agar tetap ada pemasukan.
”Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saat tidak melaut, ada juga yang mengandalkan uang simpanan,” kata Herman.