Ikhtiar Bersama Hentikan Perdagangan Daging Anjing di Surakarta
Peredaran daging anjing coba dihentikan dengan gerakan bersama. Tidak hanya pemerintah, tetapi juga para pencinta hewan.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Seluruh elemen pemangku kepentingan sedang bergerak bersama guna menghentikan perdagangan daging anjing di Kota Surakarta, Jawa Tengah. Pemerintah daerah berencana mendekatkan akses permodalan kepada pedagang kuliner ekstrem itu untuk membantu mereka beralih usaha. Komunitas pencinta hewan juga berinisiatif menggalang dana untuk keperluan yang sama.
Upaya menghentikan perdagangan daging anjing itu berawal dari dikeluarkannya Surat Edaran Wali Kota Surakarta Nomor TN.38/597/2024 tentang Imbauan Konsumsi Produk Pangan Asal Hewan yang Aman dan Sehat di Kota Surakarta pada 19 Februari 2024. Dalam surat edaran itu, daging anjing digolongkan sebagai bahan pangan asal hewan yang tidak aman karena berisiko menularkan penyakit zoonosis kepada konsumennya.
”Kemarin baru kami tanda tangani surat edaran soal peredaran daging anjing. Ini sedang kami follow up dengan kajian akademis,” kata Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, saat ditemui di Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (27/2/2024).
Kajian akademis merupakan upaya lain agar surat edaran itu bisa ditingkatkan kelasnya menjadi peraturan daerah. Dengan demikian, aktivitas konsumsi daging anjing bisa dilarang secara lebih tegas. Pasalnya, sanksi tidak bisa diberikan kepada pelanggar aturan jika regulasinya sebatas surat imbauan.
Gibran juga menyebut sudah berdiskusi dengan komunitas pencinta hewan seperti Dog Meat Free Indonesia (DMFI). Pertemuan itu guna mencari solusi bersama atas persoalan peredaran daging anjing. Salah satu usul yang mengemuka ialah rencana pengumpulan donasi untuk membantu permodalan pedagang kuliner daging anjing beralih usaha.
”Dari komunitas DMFI, mereka inisiatif mengumpulkan CSR (corporate social responsibility) untuk nanti menjadi pemodal bagi para pedagang. Jadi, semuanya bergerak,” kata Gibran.
Manajer Lapangan DMFI Mustika menyatakan sudah mengajukan tawaran kerja sama untuk mengatasi permasalahan itu ke Pemerintah Kota Surakarta. Ia mengklaim, lembaganya memiliki pengalaman menghentikan perdagangan daging anjing di sejumlah wilayah, seperti Tomohon di Manado, Vietnam, hingga Korea Selatan.
Bahkan, di Korea Selatan, DMFI dan Humane Society International telah bekerja sama dengan pedagang daging anjing di Korea Selatan sejak 2015. Para peternak daging anjing dibantu beralih ke bisnis bebas hewan dan merancang undang-undang yang menghapus industri tersebut.
”Ini mungkin dalam rencana kami bergantung keadaan setiap daerah yang berbeda-beda. Sarannya tidak semua melulu sama,” kata Mustika.
Apabila pedagang butuh modal untuk beralih bisnis, ungkap Mustika, organisasinya bersedia membantu penggalangan donasi. Syaratnya, jenis peralihan bisnis mesti jelas. Pedagang juga harus berjanji untuk tidak kembali lagi berjualan daging anjing.
”Karena, misalkan mereka sudah dibantu, tetapi kembali lagi (berjualan daging anjing) itu sama saja bohong. Itu terkesan hanya memanfaatkan kami,” kata Mustika.
Mustika juga menyoroti perkara banyaknya konsumen daging anjing yang seolah melanggengkan bisnis tersebut. Oleh karena itu, organisasinya akan bergerak pula mengedukasi warga agar tidak lagi memakan daging anjing di kemudian hari.
”Tidak semata-mata pedagangnya saja yang jadi perhatian. Pedagang itu akan selalu berusaha selama ada permintaan (konsumen),” kata Mustika.
Sementara itu, Kepala Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Dinas Koperasi dan UKM Kota Surakarta, Rini Indriyani menyampaikan, pemerintah daerah juga menawarkan solusi berupa permodalan. Namun, bentuknya bukan uang segar. Bantuannya sekadar akses permodalan pada lembaga keuangan resmi yang memiliki program kredit usaha ringan (KUR).
Opsi kerja sama dengan kalangan swasta, ujar Rini, juga bisa saja ditempuh. Misalnya, mekanisme bantuan berupa hibah alat kerja. Hanya saja, jenis usaha yang kelak dijalani para pedagang mesti dipastikan terlebih dahulu. Itu dikarenakan belum tentu satu pedagang dengan yang lain akan menggeluti sektor usaha yang sama.
”Semua yang dimungkinkan untuk membantu akan kami jajaki terlebih dahulu. Itu termasuk CSR,” kata Rini.