Buku ”Gotong Royong Bangun Sekolah Inklusi” diluncurkan di Cilacap. Buku ini diharapkan kian menggaungkan inklusivitas.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
CILACAP, KOMPAS — Yayasan Sosial Bina Sejahtera Cilacap meluncurkan buku berjudul Gotong Royong Bangun Sekolah Inklusi: Kisah Inspiratif Tumbuh Bersama Anak Berkebutuhan Khusus di Cilacap, Jawa Tengah, Selasa (27/2/2024). Buku yang ditulis oleh Sutriyono Robert dan diterbitkan oleh Penerbit Obor ini mengangkat kisah para murid, guru, dan orangtua di Sekolah Maria Immaculata dan diharapkan bisa jadi sarana menggaungkan inklusivitas di dunia pendidikan.
”Buku ini lebih banyak memuat cerita bagaimana pengalaman anak berkebutuhan khusus (ABK), sahabat dari ABK yang bercerita bagaimana temannya, lalu juga bagaimana guru berjuang pada awalnya memang kesulitan, tapi akhirnya mereka belajar bahwa, oke, ini jadi pelayanan dan tanggung jawab mereka,” kata Sutriyono di Cilacap, Selasa.
Sutriyono menyampaikan, buku yang sudah disusun sejak 2021 ini juga mengisahkan bagaimana orangtua dari siswa yang normal juga belajar menerima teman anaknya yang berkebutuhan khusus. Dari sana justru mereka belajar saling berempati dan menghargai.
”Ada anak kelas IV yang sudah punya kesadaran bahwa dirinya menghargai dan menerima mereka meskipun mereka berbeda dengan saya. Mereka menyebut temannya berbeda bukan menyebut temannya cacat atau aneh,” kata Sutriyono.
Sutriyono menyebutkan, gagasan tentang sekolah inklusi harapannya bisa semakin kuat didorong ke tengah masyarakat. ”Buku ini diharapkan mendorong semakin banyak pihak menerima keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus sebagaimana anak-anak yang lain,” ujarnya.
Ketua Yayasan Sosial Bina Sejahtera (YSBS) Cilacap Pastor Charles Patrick Burrows, OMI yang biasa dipanggil Rm Carolus, menekankan, sekolah yang berada di naungannya harus menerima murid sebagaimana adanya karena setiap anak adalah berkat, dan bagi Carolus, pendidikan adalah jalan yang memerdekakan.
”Bagi saya, anak berkebutuhan khusus itu berkat. Allah hanya menciptakan berkat. Hanya sering kali kita belum mengetahuinya,” tuturnya.
Buku yang sudah disusun sejak 2021 ini juga mengisahkan bagaimana orangtua dari siswa yang normal juga belajar menerima teman anaknya yang berkebutuhan khusus. Dari sana justru mereka belajar saling berempati dan menghargai.
Anggota Komisi Nasional Disabilitas, Kikin P Tarigan, mengatakan, negara punya tanggung jawab memenuhi hak-hak penyandang disabilitas, tetapi tetap dibutuhkan kolaborasi banyak pihak untuk mencapainya.
Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cilacap Kamto menyampaikan, Kabupaten Cilacap telah membuat Perda Nomor 1 Tahun 2020 tentang Perlindungan Disabilitas. Pihaknya juga telah memberikan bimbingan teknis bagi para guru untuk melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah.
Berdasarkan data, di Cilacap ada 1.486 anak berkebutuhan khusus. Dari jumlah itu, sebanyak 830 anak ada di jenjang SD, sedangkan 125 anak di jenjang SMP. ”Jadi. total ada 955 anak berkebutuhan khusus yang sudah terlayani,” kata Kamto.
Saunah (43), salah satu orangtua murid yang anaknya menjadi penyandang tunarungu, mengapresiasi Sekolah Maria Immaculata yang mendidik dan mendampingi putranya dari SD hingga SMP.
”Dulu saat mau masuk SD ada beberapa kali penolakan. Di Immaculata diterima dan di-support oleh gurunya. Saya sebagai orangtua mendukungnya supaya dia tidak minder dan kini aktif ikut taekwondo,” kata Saunah.