Produksi Padi di Aceh Turun Jauh, Ketahanan Pangan Limbung
Aceh masuk dalam 10 provinsi penghasil padi, tetapi produktivitasnya terus menurun.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Produksi padi di Provinsi Aceh sejak 2015 hingga 2022 turun signifikan. Selain luas sawah yang ditanami berkurang, pengaruh perubahan iklim, bencana alam, alih fungsi lahan, dan minimnya infrastruktur pertanian menjadi pemicu. Tanpa penanganan serius, suatu saat ketahanan pangan Aceh bakal limbung.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, tahun 2015 produksi padi di provinsi itu sebanyak 2.331.046 ton dengan luas panen 461.060 hektar. Namun, pada 2022, produksi anjlok sangat dalam menjadi 1.509.456 ton. Luas tanam juga mengalami penurunan menjadi 271.750 hektar.
Dosen Pertanian Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Selvi Handayani, dihubungi Kamis (8/2/2024) mengatakan saat ini petani dihadapkan pada banyak persoalan yang membuat produktivitas padi terus merosot. Ironisnya persoalan tersebut tidak kunjung diselesaikan sehingga membuat kehidupan petani dan aktivitas pertanian semakin buruk.
Selvi menambahkan, persoalan klasik yang tidak kunjung selesai misalnya ketersediaan pupuk subsidi yang langka, harga obat-obatan mahal, dan sulitnya petani mendapatkan benih bersertifikat.
Di sisi lain, bencana alam seperti banjir dan kekeringan menghantam petani bertubi-tubi sehingga mereka tidak mampu berproduksi dengan optimal.
”Kondisi ini semakin membuat produksi padi kita menurun dan kehidupan petani semakin susah. Harga beras mahal, tetapi yang merasa untung bukan petani,” kata Selvi.
Kabupaten Aceh Utara menjadi daerah paling sering dilanda bencana alam banjir dan kekeringan. Setiap kali terjadi banjir, petani mengalami gagal panen atau penurunan kualitas panen. Gagal panen membuat petani merugi dan produksi padi di Aceh merosot.
Sebagai contoh, pada 2022 banjir menyebabkan 3.611 hektar sawah di kabupaten itu mengalami gagal panen. Jika dirata-ratakan produksi 7 ton per hektar, maka sekitar 25.277 ton potensi produksi padi yang hilang. Jika dihitung dengan nilai uang, dengan harga jual Rp 5.000 per kilogram, potensi pendapatan yang hilang sebesar Rp 162 juta.
Seorang petani di Desa Baktiya Barat, Baktiar, dihubungi Kamis mengatakan sawahnya kini dilanda kekeringan ekstrem. Padi yang berusia satu pekan kini terancam mati karena tidak ada pasokan air.
”Tidak ada hujan dan bendung rusak. Sawah sudah kering, hidup petani susah. Sekarang kami harus beli beras,” kata Baktiar.
Penjabat Gubernur Aceh Achmad Marzuki kepada Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam acara pertemuan dengan penyuluh pertanian di Kabupaten Aceh Besar, Selasa (6/2/2024), mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir panen padi di Aceh terus menurun. Menurut Marzuki, Aceh masih menjadi lumbung pangan nasional. Namun, jika produksi terus menurun, Aceh akan terlempar dari 10 provinsi terbesar penghasil padi.
”Pada 2023 produksi (padi) yang dicapai provinsi ini adalah 1,4 juta ton gabah. Produksi tahun ini menurun karena pengaruh cuaca dan infrastruktur,” kata Marzuki.
Marzuki menyebutkan belum semua kawasan pertanian memiliki irigasi yang representatif. Pada saat yang sama, perubahan iklim memicu kekeringan dan bencana alam banjir membuat sawah warga mengalami gagal panen.
”Ada banyak lokasi yang memungkinkan untuk dibangun bendungan dan irigasi, tetapi baru sedikit lokasi yang dibangun, ditambah lagi dengan kerusakan lingkungan dan pengaruh perubahan iklim,” kata Marzuki.
Marzuki menjelaskan, infrastruktur yang minim menjadi hambatan menggenjot produksi pertanian. Karena itu pula dia meminta Menteri Pertanian membantu pembangunan infrastruktur yang memadai.
Kondisi ini semakin membuat produksi padi kita menurun dan kehidupan petani semakin susah. Harga beras mahal, tetapi yang merasa untung bukan petani,
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, peningkatan produksi padi dan jagung menjadi prioritas pemerintah untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.
Amran mengatakan, untuk menggenjot produksi, pemerintah menambah anggaran subsidi pupuk hingga infrastruktur untuk petani Indonesia. Pemerintah, ujar Amran, tanggap terhadap keluhan kesulitan petani memperoleh pupuk.
Amran menambahkan, seusai dilantik kembali menjadi Menteri Pertanian, ia melakukan penyesuaian anggaran untuk kegiatan yang manfaatnya dirasakan langsung oleh petani, seperti menyalurkan benih gratis, menyediakan alat produksi, dan membangun irigasi tersier.