Aktivasi Warisan Dunia UNESCO, ”Galanggang Arang” Membangun Memori Kolektif
Aktivasi melalui Galanggang Arang diharapkan membangun memori kolektif dan kesadaran merawat WTBOS di Sumbar.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Kegiatan bertajuk ”Galanggang Arang” kembali diadakan di delapan daerah di Sumatera Barat yang menjadi tempat sebaran peninggalan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto atau WTBOS. Aktivasi terhadap warisan budaya dunia UNESCO ini diharapkan membangun memori kolektif dan kesadaran untuk merawat warisan tersebut.
Galanggang Arang edisi kedua ini mengambil tema ”Anak Nagari Merawat Warisan Dunia”. Kegiatan akan diadakan di Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Tanah Datar, Kota Padang Panjang, Kota Solok, Kabupaten Solok, Kabupaten Sijunjung, dan Kota Sawahlunto. Puncak acara, menurut rencana, digelar di Sawahlunto dengan memanfaatkan momentum peringatan 5 tahun WTBOS ditetapkan sebagai warisan budaya dunia UNESCO pada 6 Juli.
Rangkaian kegiatannya terdiri atas penguatan kapasitas, perancangan model tata kelola, distribusi pengetahuan, penciptaan karya baru, pameran, pagelaran, pengembangan ruang publik, dan perluasan jaringan.
Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kemendikbudristek Irini Dewi Wanti di Padang, Selasa (6/2/2024), mengatakan, Galanggang Arang merupakan platform kegiatan pelestarian WTBOS. Kegiatan ini bekerja sama dengan Pemprov Sumbar, delapan kabupaten/kota tersebut, dan tiga BUMN, yaitu PT KAI, PT Pelindo, dan PT Bukit Asam.
”Berbagai kegiatan diadakan. Semua atribut atau peninggalan WTBOS, seperti peninggalan tambang, stasiun, kereta api, gerbong, hingga pelabuhan, dan lainnya, diaktivasi sebagai ruang ekspresi,” kata Irini di sela-sela Rapat Konsolidasi Penguatan Ekosistem WTBOS Tahun 2024.
Irini menjelaskan, ruang ekspresi di dalam Galanggang Arang, misalnya, digunakan untuk kegiatan pameran terkait sejarah WTBOS, berkesenian dengan mengangkat budaya masyarakat, kegiatan yang berkaitan dengan adat dan ritual masyarakat, diskusi atau dialog, dan aspek kehidupan lain yang berkembang di sekitarnya.
Menurut Irini, upaya aktivasi ini bertujuan untuk membangun memori kolektif terhadap WTBOS. Generasi baru menjadi paham dan sadar bagaimana sejarah cagar budaya peninggalan warisan budaya tersebut sehingga kemudian tergerak untuk menjaga dan melestarikannya.
”Kalau ini dirawat, dampaknya bagi masyarakat, paling sederhana, misalnya, bisa menjadi destinasi pariwisata. Ada multplier effect bagi masyarakat atau UMKM ketika semua potensinya diangkat. Dalam konteks pendidikan, aktivasi juga memberikan pemahaman terkait warisan budaya dunia kepada generasi berikutnya,” ujarnya.
Aktivasi terhadap warisan budaya dunia UNESCO ini diharapkan membangun memori kolektif dan kesadaran untuk merawat warisan tersebut.
Salah seorang kurator Galanggang Arang, Edy Utama, menjelaskan, pelaksana kegiatan ini pada tahun lalu mulai menampakkan dampak positif. Sebelum kegiatan tahun lalu, isu yang dihadapi adalah tidak munculnya rasa kepemilikan WTBOS oleh daerah lain yang menjadi sebaran warisan budaya dunia ini. Warisan ini seolah hanya menjadi urusan Sawahlunto yang lebih aktif melakukan aktivasi.
”Ketika Galanggang Arang 2023 usai digelar dengan berbagai kegiatan berbasis perayaan anak nagari, kami melihat distribusi rasa kepemilikan mulai merata. Hampir semua daerah yang dilalui oleh WTBOS mulai memberikan semacam perhatian dan kepedulian yang cukup penting sebagai modal budaya untuk meneruskan program ini,” katanya.
Edy melanjutkan, tahun ini, tema Galanggang Arang diubah dari ”Anak Nagari Merayakan Warisan Dunia” menjadi ”Anak Nagari Merawat Warisan Dunia”. Perubahan itu sebagai bentuk peningkatan. Kegiatan diharapkan tidak lagi sebatas ”merayakan”, tetapi juga bergerak menjadi upaya ”merawat” berbagai cagar budaya peninggalan WTBOS.
”Kita tidak sekadar merayakan, tetapi sekaligus merawat berbagai peninggalan artefak, cagar budaya, dan segala bentuk ingatan, pengetahuan, serta nilai-nilai yang memang muncul di dalam warisan budaya dunia ini,” kata Edy.
Berdasarkan rancangan para kurator, kata Edy, Galanggang Arang 2024 akan dibuka sekitar akhir April atau awal Mei. Pembukaan diadakan di Kota Padang, tepatnya di kawasan Silo Gunung, bangunan tempat penyimpanan batubara hasil Tambang Batubara Ombilin di kawasan Pelabuhan Teluk Bayur.
Kegiatan di Silo Gunung, lanjut Edy, juga akan menjadi upaya menghidupkan kembali Teluk Bayur atau Kota Padang sebagai pintu gerbang Indonesia di pantai barat Sumatera. Pelabuhan tersebut merupakan bentuk dan hasil karya dari perjalanan batubara dari Ombilin yang diekspor ke berbagai penjuru dunia di masa lampau.
”Memang, di situ ada sesuatu yang penting sebagai positioning dari Kota Padang atau Sumbar yang saya kira akan memberikan nilai tambah dan penguatan jaringan dari WTBOS terhadap berbagai jalur yang ada di pantai barat, termasuk ke Australia dan Afrika,” ujarnya.
Dari Padang, kata Edy, kegiatan berlanjut ke daerah lainnya yang dilewati jalur rel kereta api yang menjadi bagian WTBOS. Puncak acara digelar di Sawahlunto dengan memanfaatkan momentum peringatan 5 tahun WTBOS ditetapkan sebagai warisan budaya dunia UNESCO pada 6 Juli.