Incar Peningkatan PAD, Surabaya Mulai Pembayaran Parkir Nontunai
Pemerintah Kota Surabaya mulai menerapkan kebijakan pembayaran parkir nontunai secara bertahap.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, mulai menerapkan kebijakan pembayaran parkir secara nontunai, Kamis (1/2/2024). Namun, penerapan belum menyeluruh. Warga juga masih dibolehkan membayar tunai.
Pembayaran nontunai direncanakan berlaku di 1.370 lokasi parkir tepi jalan umum. Namun, pada hari pertama penerapan kebijakan itu, lokasi yang telah siap ternyata cuma 322 tempat. Lokasi yang telah berlaku parkir nontunai ada di 36 ruas jalan, antara lain Tunjungan, Embong Malang, Blauran, Bubutan, Semarang, Genteng, Tanjunganom, Kedungdoro, dan Tidar.
Di jalan-jalan itu telah terpasang papan pemberitahuan parkir dibayar nontunai. Juru parkir juga telah memegang kode QRIS. Namun, dari 2.300 juru parkir, baru 376 orang yang telah dibekali alat QRIS.
”Penerapan pembayaran nontunai secara bertahap sekaligus evaluasi,” kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Surabaya Tundjung Iswandaru.
Kebijakan diterapkan bertahap karena metode pembayaran nontunai hanya bisa menggunakan QRIS atau m-banking melalui telepon seluler. Padahal, ada cara lain, yakni kupon dan berlangganan. Namun, model pembayaran di luar QRIS ternyata belum bisa diwujudkan.
Kalangan warga yang tidak memiliki metode pembayaran QRIS juga masih diperkenankan membayar secara tunai. Mereka membayar tunai dan amat disarankan meminta karcis pembayaran untuk mencegah potensi pendapatan dari parkir tidak disetorkan kepada pemerintah.
”Pembayaran dengan QRIS bergantung pada keberadaan saldo di aplikasi. Saya, sih, tadi bayar tunai dan minta karcis. Kalau sudah ada voucer atau QRIS diisi, saya akan bayar nontunai,” kata Suhartono, warga Surabaya, setelah parkir di Jalan Tunjungan. Untuk parkir mobil, tarif datar yang dikenakan ialah Rp 5.000.
Ketua Umum Paguyuban Juru Parkir Surabaya Izul Fiqri mengatakan, secara bertahap semua juru parkir akan dilengkapi dengan kode QRIS untuk pembayaran nontunai. Selain itu, juru parkir juga dilengkapi dengan karcis bagi masyarakat yang memilih pembayaran secara tunai.
Sedang dirancang suatu mekanisme untuk mendorong keadilan penghasilan bagi juru parkir.
”Masih ada lokasi yang warga cenderung lebih suka tunai, misalnya pasar tradisional, sehingga selain kode QRIS, nantinya juga dilengkapi karcis,” kata Izul. Paguyuban juga terus mendorong evaluasi pengelolaan parkir dengan harapan para juru parkir mendapat manfaat dan terasa ada peningkatan kesejahteraan.
Bagi hasil
Izul melanjutkan, paguyuban telah menyetujui mekanisme bagi hasil, yakni 60 persen untuk pemerintah, 35 persen untuk juru parkir, dan 5 persen untuk kepala pelataran. Namun, situasi perparkiran tidak setara. Ada lokasi yang amat ramai sehingga pendapatan juru parkir tercukupi. Di sisi lain, juga ada lokasi yang sepi sehingga harapan pendapatan yang memadai kerap tidak terwujud.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, pembayaran parkir nontunai diharapkan dapat meningkatkan integritas dan capaian pendapatan asli daerah (PAD). Tahun lalu, PAD parkir ditarget Rp 35 miliar, tetapi hanya tercapai Rp 18 miliar atau separuhnya. Berarti ada yang keliru dalam pengelolaan dan sistem pembayaran parkir.
Eri melanjutkan, warga yang membayar parkir, tetapi tidak kepada juru parkir legal dan tidak diberi karcis meningkatkan risiko kebocoran PAD. Masyarakat, meski belum siap dengan metode nontunai, diharapkan turut meningkatkan pengawasan dengan membayar sesuai tarif dan meminta karcis.
Menurut Eri, sedang dirancang suatu mekanisme untuk mendorong keadilan penghasilan bagi juru parkir. Ini berangkat dari kondisi tidak semua lokasi parkir punya potensi tinggi. Sedang disiapkan program intervensi bagi juru parkir dengan penghasilan rendah. Misalnya, menerapkan sistem rotasi wilayah hingga program bantuan.