Giliran Harga Beras Bagus, Benih Padi Malah Dimakan Tikus
Petani di Cirebon berjuang melawan serangan tikus, sulit dapat pupuk bersubsidi, dan terdampak perubahan iklim.
Tingginya harga beras tidak serta-merta menguntungkan petani. Alih-alih meraup cuan, mereka kini harus berjuang menyelamatkan padinya dari serangan hama tikus, sulitnya dapat pupuk bersubsidi, hingga perubahan iklim. Nasib ”pejuang pangan” ini bak benih yang sukar tumbuh.
Sawah di Desa Jemaras Lor, Kecamatan Klangenan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Selasa (23/1/2024), tidak seperti biasa. Sejumlah petak masih ada yang kosong, tidak ditanami padi. Lahan persemaian yang dikelilingi plastik bening juga tak lagi berisi benih padi, tetapi rumput.
Plastik yang dipasang untuk mencegah hama tikus itu juga rusak, bolong di sana sini. Beberapa batang padi yang berumur sepekan juga berjatuhan. Inilah jejak kerusakan yang ditimbulkan tikus sawah. Hewan pengerat itu memakan batang padi, bahkan saat persemaian.
”Padahal, petani sudah pakai plastik supaya tikus enggak masuk. Eh, malah dilubangi. Tikusnya sekarang pintar-pintar,” ucap Toto (49), petani setempat. Ia dan petani lainnya sudah menggunakan belerang dan membakar lubang persembunyian tikus. Bau bangkai pun tercium.
Baca juga: Harga Gabah Petani di Cirebon Meningkat, Jumlah Produksi Menurun
Para petani sampai begadang di sawah hingga pukul 03.00 demi menjaga tanamannya. Mereka bermodal rokok, kopi, senter, dan tentu saja kayu untuk menggeprak tikus. Boro-boro nonton calon presiden dan wakil presiden yang adu janji menyejahterakan petani, mereka justru mendengar tikus berdecit berisik.
”Kalau malam tuh, lihat tikus di sini pada nongkrong,” ucap Toto mengibaratkan banyaknya hama tersebut di sawah.
Kala hujan, ia dan petani lainnya mengenakan jas hujan dan bertahan dari dinginnya malam. Rutinitas itu sudah ia lakoni hingga belasan malam.
Akan tetapi, tikus tetap melahap tanamannya. Ia pun dua kali menyemai benih padi. Kebutuhan benih lahan garapannya seluas 1 hektar adalah 25 kilogram. Dengan dua kali semai, ia menghabiskan 50 kg benih dengan harga Rp 750.000. Ini belum termasuk ongkos kerja dan menginap di sawah.
Sulit benih
Akibat serangan tikus, ia kekurangan benih yang siap tanam. Dari 10.000 meter persegi lahan garapannya, masih ada 1.700 meter persegi yang belum ditanami. Ia masih mencari benih di desa dan kecamatan lainnya. Benih sulit dicari. Jauh lebih mudah menemukan spanduk calon anggota legislatif tersenyum di sekitar sawah yang rusak.
Selain benih, ia juga mengeluhkan pupuk bersubsidi. ”Di RDKK (rencana definitif kebutuhan kelompok), saya dapat pupuk subsidi 2 kuintal. Tapi, belum tahu kapan turunnya. Jangan sampai enggak tepat waktu seperti sebelumnya. Pupuk ada saat padi tidak butuh pupuk,” ungkap Toto. Ironis.
Itu pun tidak sesuai kebutuhan petani. Satu hektar sawahnya memerlukan 4-6 kuintal pupuk. ”Saya enggak apa-apa kalau beli pupuk nonsubsidi. Tapi, harganya Rp 300.000 per kuintal. Kalau sekarang, harganya Rp 700.000-Rp 1 juta per kuintal,” katanya.
Baca juga: Visi-Misi Pangan dan Pertanian Capres-Cawapres
Daiman (43), petani Jemaras Lor lainnya, turut mengomel soal pupuk bersubsidi. Penggarap sawah 3 hektar ini mengaku hanya kebagian 1 kuintal pupuk untuk satu hektar. Padahal, kebutuhannya 5 kuintal pupuk per hektar. Setidaknya, ia punya waktu sebulan untuk mencari pinjaman membeli pupuk.
Saat ini, bapak tiga anak ini masih pusing mencari bibit padi. ”Saya empat kali semai benih padi. Tapi, semuanya kena tikus. Saya harus ke Indramayu (Jabar) cari winih (benih/bibit padi). Dari 3 hektar, masih ada satu kotak 50 bata (700 meter persegi) yang belum ditanami,” ucap Daiman. Jarak dari Jemaras Lor menuju Indramayu sekitar 60 kilometer.
Harapannya impor tidak datang saat panen raya bulan Mei. Jangan sampai kita panen besar, tetapi pemerintah menggelontorkan impornya. Itu yang ditakutkan.
Ia tidak hanya merogoh lebih dari Rp 2 juta karena benihnya dimakan tikus, tetapi juga rugi waktu dan tenaga. Padahal, petani bersemangat menanam karena harga gabah bagus. Musim panen gadu, September 2023, misalnya, harga gabah kering panen di atas Rp 6.000 per kg.
Bahkan, ia sempat menjual gabahnya seharga Rp 7.000 per kg. Padahal, harga pembelian pemerintah untuk gabah kering panen di tingkat petani adalah Rp 5.000 per kg. Saat itu, ia memanen 16 ton gabah. Daiman pun meraup lebih dari Rp 35 juta dari sawah garapannya.
”Semua gabahnya dijual, enggak disimpan. Kan, mau sewa sawah lagi,” ucapnya. Biaya sewa sawah per hektar di daerahnya berkisar Rp 18 juta-Rp 24 juta per tahun. Kini, melihat serangan hama tikus dan sulitnya pupuk bersubsidi, Daiman khawatir tidak bisa menyewa lahan tahun depan.
Masa tanam mundur
Jumair (52), pemilik penggilingan padi di Arjawinangun, Cirebon, mengatakan, serangan tikus juga terjadi di sentra padi lainnya, seperti Indramayu. Masifnya hama itu, menurut dia, karena masa tanam padi mundur dari biasanya dimulai bulan November menjadi Januari seiring turunnya hujan.
Dua bulan lalu, hujan masih jarang di pantura Jabar. Di wilayahnya pun hujan hanya sesekali turun. Fenomena El Nino yang ditandai dengan kemarau panjang inilah yang memicu berubahnya masa tanam, berkurangnya produktivitas padi, dan bertambahnya harga gabah.
”Sekarang, harga gabah di petani masih di atas Rp 9.000 per kg. Ini tinggi,” ucapnya. Namun, jangankan menikmati harga itu, mencari benih padi dan pupuk saja petani masih kewalahan. Sementara pengusaha penggilingan padi skala kecil tidak sanggup membeli harga gabah itu.
”Saya sudah hampir dua bulan enggak belanja (gabah). Takut, enggak bisa jual. Harga berasnya nanti Rp 14.000 per kg. Siapa yang mau beli?” kata Jumair. Harga beras medium kini berkisar Rp 13.000 per kg, di atas harga eceran tertinggi, yaitu Rp 10.900-Rp 11.800 per kg sesuai zonasi.
Baca juga: Safari ke Jawa Barat, Ganjar Temui Petani dan Milenial
Gudangnya yang bisa menggiling 50 ton gabah saat ini hanya terisi sekitar 5 ton gabah. Lapangan penjemuran gabah kosong. Melihat serangan hama, mundurnya masa tanam, dan masalah pupuk bersubsidi, Jumair memprediksi harga gabah dan beras masih bisa naik lagi.
Apalagi, katanya, gabah petani jadi incaran penggilingan, termasuk skala besar yang menawarkan harga tinggi. Ia mencontohkan, bulan September 2023 lalu, harga gabah petani masih Rp 5.800 per kg. Tapi, penggilingan besar mematok harga Rp 7.400 per kg.
Petani memang diuntungkan. Namun, tidak bagi pengusaha penggilingan skala kecil. ”Harusnya, pemodal besar itu jangan mencari gabah di petani, tetapi membeli beras. Atau kalau mau, buat lahan sendiri supaya bisa meningkatkan produksi dan menentukan harga sendiri,” ucapnya.
Baca juga: Prabowo Janji Penuhi Kebutuhan Petani
Benahi tata niaga
Demi menstabilkan harga beras, pemerintah berencana mengimpor lebih dari 2 juta ton beras. ”Harapannya impor tidak datang saat panen raya bulan Mei. Jangan sampai kita panen besar, tetapi pemerintah menggelontorkan impornya. Itu yang ditakutkan,” kata Jumair.
Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon Samsina mengatakan, fenomena El Nino tahun lalu berdampak pada produksi padi. Tahun 2023, panen padi mencapai 534.777 ton. Jumlah ini berkurang dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni 573.911 ton.
”Meskipun berkurang, Cirebon masih surplus beras,” ucapnya. Produksi beras di daerah berpenduduk 2,3 juta jiwa itu tahun lalu tercatat 342.846 ton. Adapun kebutuhan beras di Cirebon adalah 248.400 ton per tahun.
Baca juga: Anies-Muhaimin Kampanye Bareng di Banyuwangi, Serap Aspirasi Nelayan dan Petani
Pihaknya mengklaim, tidak ada masalah berarti dari sisi produksi. ”Kalau hama tikus memang daerah endemik saja. Untuk benih, kami siap salurkan. Tapi, CPCL (calon petani dan calon lokasi) harus dipenuhi dulu,” kata Samsina.
Soal kenaikan harga beras, ia menilai fenomena serupa terjadi di sejumlah daerah. Badan Pusat Statistik, misalnya, mencatat, hingga pekan ketiga Januari 2024 terdapat 247 kabupaten/kota di Indonesia yang mengalami kenaikan harga beras. Rata-rata harga berasnya Rp 13.260 per kg (Kompas, 23/1/2024).
Jumair menilai, penyelesaian harga beras membutuhkan kebijakan pemerintah. Tidak hanya mengimpor beras, tetapi juga memastikan tata niaganya tidak dikuasai pemodal besar saja serta menyelesaikan masalah hama hingga kekurangan pupuk bersubsidi.
”Saking geramnya soal pupuk, ada teman dari Indramayu ngirim pesan. Katanya, nanti dia mau buat pupuk sendiri dari kotoran hewan. Terus, dilemparin ke caleg yang cuma janji-janji menyejahterakan petani,” ungkapnya tertawa.