Setelah erupsi, penghasilan petani vanili dan kakao diyakini bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·5 menit baca
Tak terhitung berapa banyak volume material vulkanik dimuntahkan Gunung Lewotobi Laki-laki sejak erupsi pertama 23 Desember 2023. Material abu vulkanik begitu jelas terlihat ketika memasuki wilayah terdampak erupsi, bahkan meluas di seputaran kaki gunung tersebut.
Hampir setiap hari, abu vulkanik menyelimuti wilayah Kecamatan Wulanggitang dan Kecamatan Ile Bura di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Semburan material yang semula mengarah ke sisi barat, bergeser ke arah barat laut, lalu ke utara, dan kini condong ke timur laut.
Hingga Minggu (21/1/2024), abu masih memenuhi jalanan di perkampungan, atap rumah, halaman, dan hingga kebun di Desa Klatanlo, Wulanggitang. Jarak Klatanlo dengan puncak gunung berketinggian 1.584 meter di atas permukaan laut itu sekitar 4 kilometer.
Sebagian besar masyarakat desa berpenduduk 1.300 jiwa itu telah mengungsi ke pos komando yang ditetapkan pemerintah di Desa Boru. Sebagian lagi mengungsi ke rumah penduduk di desa-desa tetangga. Mereka mengungsi sejak 23 Desember 2023 atau hampir mendekati satu bulan.
”Baru kali ini masyarakat terpaksa mengungsi karena erupsi berlangsung cukup lama. Dulu biasanya erupsi satu minggu kemudian reda. Sekarang masyarakat merasa ketakutan,” tutur Herman Hali, tokoh masyarakat Desa Klatanlo. Herman pernah melewati beberapa kali erupsi gunung itu, yakni tahun 1989, 1992, dan 2002.
Yang paling menakutkan masyarakat saat ini adalah teror gemuruh, aliran lava pijar, dan luncuran awan panas yang terjadi hampir setiap hari setelah status keaktifan gunung ditingkatkan hingga level tertinggi, yakni Awas, pada 7 Januari 2024. Berdasarkan rekomendasi Pos Pemantauan Gunung Lewotobi Laki-laki, wilayah itu harus dikosongkan untuk sementara waktu.
Setiap pagi, warga yang tinggal di tempat pengungsian kembali ke rumah untuk memberi makan ternak dan melihat tanaman. Banyak tanaman seperti pohon rambutan yang mulai berbunga kini gagal berbuah akibat siraman abu vulkanik. Klatanlo merupakan kampung penghasil buah rambutan. Belum lagi tanaman lainnya seperti kakao dan vanili yang tidak bisa diselamatkan lagi.
Dari halaman rumahnya, Bernadus Belang (56) melihat tanaman di sekitar dengan tatapan kosong. Ia pasrah dengan kondisi alam tersebut. Ia pasrah melihat ribuan pohon kakao dan vanili miliknya tidak bisa berproduksi.
Di balik kepasrahan itu, ia tak khawatir. Ia punya keyakinan akan memanen hasil berlimpah setelah erupsi berakhir. Setidaknya satu tahun ke depan.
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, kesuburan tanah di daerah itu akan meningkat setelah hujan abu vulkanik. Biasanya, petani memanen hasil maksimal itu mulai satu tahun setelah erupsi berakhir.
Saat ini kami panen abu tetapi tahun depan, mungkin kami panen uang.
Selain itu, jenis hama tertentu yang selama bertahun-tahun menggerogoti tanaman juga ikutan mati akibat paparan belerang. Seperti pada tanaman kakao, akibat hama, produksinya anjlok hingga 0,5 kilogram per pohon. Padahal, normalnya bisa mencapai 3 kilogram per pohon. ”Kalau kena belerang, hama mati,” ujarnya.
Hidup di kaki gunung berapi, mereka siap menerima konsekuensi. Bencana bisa datang kapan saja namun berkah setelah bencana itu pasti selalu ada.
”Saat ini kami panen abu, tetapi tahun depan mungkin kami panen uang,” ujar Bernadus.
Dalam kalkulasinya, ia memperkirakan bakal panen vanili dan kakao dalam jumlah banyak. Saat ini harga vanili Rp 100.000 per kilogram, sedangkan kakao Rp 50.000 per kilogram.
”Saya punya ribuan pohon. Dalam satu tahun, saya bisa dapat puluhan hingga ratusan juta rupiah,” ujarnya.
Dampak abu vulkanik
Sejauh ini belum ada hasil penelitian mengenai dampak abu vulkanik Gunung Lewotobi Laki-laki terhadap kesuburan tanaman di daerah itu. Namun, sejumlah penelitian terhadap abu vulkanik di gunung berapi yang lain membenarkan hal tersebut. Salah satunya hasil penelitian Gunawan Budiyanto sebagaimana tertulis di laman resmi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Gunawan melakukan penelitian abu Gunung Kelud pada Februari hingga Maret 2014. Dari segi kimia, abu vulkanik mengandung cadangan mineral yang banyak dan bermanfaat bagi pertanian. Bahkan, kemungkinan juga mengandung magnesium dan serum yang bisa menjadi sumber nutrien bagi pertanian.
Sementara di sisi timur laut Gunung Lewotobi Laki-laki, warga tiga desa, yakni Dulipali, Nobo, dan Nurabelen, juga ikut mengungsi. Daerah itu berada dalam ancaman aliran lava, awan panas, dan banjir lahar hujan. Aliran lava sudah mencapai 3,7 kilometer dari puncak, sedangkan banjir lahar hujan sudah terjadi beberapa kali dalam skala kecil.
Setelah erupsi, masyarakat bakal menikmati berkah berupa material pasir yang kini sudah memenuhi puluhan anak sungai di sana. Selama bertahun-tahun, Desa Nobo dan Dulipali terkenal sebagai penghasil pasir. Hampir semua bangunan besar di bagian timur Pulau Flores, termasuk bangunan pemerintah, menggunakan pasir dari dua desa itu.
”Sayangnya pengambilan pasir dilakukan secara tidak teratur dan merusak lingkungan. Dalam kepercayaan kami, erupsi terjadi karena alam marah. Marah karena kerusakan akibat penambangan pasir,” kata Paulus Dimu Puka (54), tokoh adat setempat.
Menurut dia, erupsi menjadi momentum introspeksi bagi masyarakat yang tinggal di kaki Gunung Lewotobi Laki-laki agar tidak lagi merusak lingkungan. Dimu berani menyerukan hal tersebut lantaran ia berasal dari suku Puka yang dalam tatanan adat setempat dianggap sebagai pemilik gunung. Beberapa waktu lalu mereka melakukan seremoni adat di dekat aliran lava.
Erupsi sudah mendekati satu bulan. Lebih dari 6.000 orang dari tujuh desa mengungsi akibat bencana tersebut. Kini saat masyarakat mulai beradaptasi, menghindari bahaya bencana dan menuai berkah setelah bencana berlalu. Seperti kata petani di Desa Klatanlo, hujan abu dahulu, hujan uang kemudian.